Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Generasi Y dan Z Punya Persepsi Sendiri Soal Body Shaming, Ini Katanya

        Generasi Y dan Z Punya Persepsi Sendiri Soal Body Shaming, Ini Katanya Kredit Foto: Shutterstock
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Chief Operation, MarkPlus Institute, Yosanova Savitry, mengungkapkan, lebih dari separuh perempuan Indonesia (62,2 persen) mengaku pernah menjadi korban body shaming. Hal itu ia sampaikan dalam acara konferensi pers ZAP Beauty Index 2020, di Jakarta, Selasa (21/1/2020).

        Di mata generasi Y yang berusia 23 sampai 44 tahun, body shaming lebih terkait kondisi tubuhnya, misalnya badan lebih berisi, pipi tembem, dagu dua, kulit gelap, flek di wajah, dan lainnya. Perspektif mereka lebih kepada tampilan luar.

        Baca Juga: Seringkali Dibully, Marhsanda Rasakan Trauma Bertahun-tahun

        Sementara itu, generasi Z yang 13 sampai 22 tahun mengganggap body shaming berasal dari masalah sepele. Jerawat pun bisa membuat orang diolok-olok.

        "Yang paling banyak alami body shaming adalah generasi muda karena pengaruh sosial media dan juga review dari berbagai macam orang," ujar Yosanova.

        Menurut Yosanova, body shaming marak juga akibat pengaruh dari influencer alias pengimpak. Ia mengatakan, keberadaan beauty influencer ada plus-minusnya.

        Yosanova mengungkapkan, influencer besar sekali pengaruhnya, bahkan lebih dipercaya dibandingkan ahli sekalipun. Mereka punya peran penting untuk membentuk psikologis generasi muda.

        "Definisi berbeda karena sosial media. Influencer lebih dipercaya dibanding expert. Ini masalah persepsi impact," ujarnya.

        Yosanova mengatakan, body shaming terjadi karena ada budaya membandingkan. Belakangan, orang menjadi lebih mudah membandingkan karena adanya media sosial.

        Dahulu, menurut Yosanova, mungkin ada orang merasa gendut, namun aman saja dari mulut tajam orang lain. Sekarang, sedikit gemuk pun dapat menjadi bahan cemoohan.

        "Kalau bisa tidak terjadi di lingkungan. Sekecil apapun bisa merasa body shaming bukan hanya badan doang," ujarnya.

        Head Medical & Training ZAP Clinic, dr Dara Ayuningtyas mengatakan, untuk menghindari body shaming, setiap orang harus punya rasa percaya diri dengan menunjukkan prestasi di aneka bidang, misal seni, fotografi, akamedis.

        Lingkungan sekitar juga harus mendukung. "Jangan sampai mengejek," ujarnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: