Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jokowi Jilid II, SBY Jadi Pimpinan Oposisi?

        Jokowi Jilid II, SBY Jadi Pimpinan Oposisi? Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, menilai Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpotensi menjadi pimpinan oposisi di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Jilid II.

        "Kecenderungan Pak SBY ke depan akan mengarak bendera opisisi yang leader-nya ini kosong dengan cara, pertama sekali menyoal Jiwasraya,? ujarnya dalam diskusi, di Bogor, Jawa Barat, Minggu (2/2/2020).

        Lanjutnya, ia melihat gelagat SBY untuk menjadi pimpinan oposisi dimulai dari desakan pembentukan panitia khusus korupsi PT Asuransi Jiwasraya. Menurutnya, dalam desakan tersebut SBY membaca kekosongan pimpinan oposisi terhadap pemerintah Jokowi periode kedua.

        Baca Juga: Melayat ke Rumah Duka Gus Sholah, Jokowi Ajak Menteri Kabinet

        Baca Juga: Kalau Gak Berbuat, Pak SBY Kok Reaktif Banget Sama Kasus Jiwasraya. Jangan-jangan . . .

        "Kalau Pak SBY sudah mengibarkan bendera bahwa dia bergerak di wilayah opisisi, lama-lama partai yang ada di sini (Jokowi), ada satu yang kecewa dengan masalah elementer akan pindah ke kelompok ini (opisisi),? tuturnya.

        Sambung dia, sikap SBY yang berdiri sebagai oposisi di pemerintahan Jokowi akan menguntungkan partainya. Sebab, Demokrat sendiri akan menjadi pusat perhatian karena mengambil sikap yangmengkritisi kebijakan penguasa.

        "Demokrat tentu saja akan menjadi bahan perbincangan lima tahun ke depan, dan tentu saja secara politik akan untung. Ini menjadi kekuatan baru yang akan berhadapan dengan Pak Jokowi,? sambungnya.

        Lebih lanjut, di sisi lain, Ia mengatakan Jokowi akan dihadapkan berbagai tantangan dalam empat tahun terakhir peride keduanya.

        Tambahnya, setidaknya, ada empat kelompok yang dihadapi, yakni kelompok intelektual, buruh, LSM, dan mahasiswa. Menurut dia, Jokowi telah mengenyampingkan kelompok intelektual yang menolak revisi UU KPK karena dianggap melemahkan.

        Bahkan, Jokowi juga tak akan disukai oleh para buruh jika tetap tak mendengarkan kritik atas rencana pembentukan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Kemudian, lanjut dia, kelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM) baik yang fokus dalam isu demokratisasi, lingkungan hidup, dan Hak Asasi Manusia (HAM).

        "Jokowi selama periode pertamanya mengabaikan sejumlah tuntutan yang disampaikan sejumlah LSM," katanya.

        Terakhir, yakni kelompok mahasiswa yang bisa dilihat ketika aksi #ReformasiDikorupsi akhir September 2019.

        "Empat kelompok yang kalau bersatu dengan isu berbeda ini tentu saja menjadi satu hadangan yang kuat. Karena itu, bisa kita pahami kalau Pak Jokowi sekarang agak mendekat kepada partai dan juga tentara serta polisi,? tukasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: