Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mantan Bos Garuda Bilang Gratifikasi dalam Bisnis Wajar

        Mantan Bos Garuda Bilang Gratifikasi dalam Bisnis Wajar Kredit Foto: Ist
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar menilai penerimaan gratifkasi dalam bisnis sebagai hal yang wajar.

        "Benar Pak Emirsyah pernah mengatakan bahwa menerima gratifikasi itu suatu hal yang wajar?" tanya jaksa penuntut umum KPK Nanang Suryadi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

        Baca Juga: Kasus Emirsyah Satar, KPK Periksa Dirut PT Mabua Harley Davidson

        "Dalam bisnis (gratifikasi) itu hal yang biasa. Saya lalu debat kalau gratifikasi itu tidak bisa diterapkan karena tidak ada yang free pasti akan menambah (biaya) dalam faktor harga," jawab mantan Direktur Strategi Pengembangan Bisnis dan Manajemen Resiko PT Garuda Indonesia Achirina Soetjipto.

        Achirina menjadi saksi untuk dua terdakwa, yaitu Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005?2014 Emirsyah Satar dan pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo yang didakwa dalam kasus dugaan suap-menyuap yang mencapai sekitar Rp46,3 miliar dari Airbus, ATR, dan Bombardier Canada serta melakukan tindak pidana pencucian uang.

        "Kan tatanan dalam pengadaan harus dilakukan kalau GCG (good corporate governance), saya mau implementasi sistem baru yaitu whistleblower system dan sistem baru itu harus disepakati seluruh direksi, dan dalam diskusi (Emirsyah) mengatakan whistleblower akan menjadi bumerang karena memang dalam best practices proses bisnis, gratifikasi itu (menurut Emirsyah) common (biasa)," ungkap Achirina.

        Padahal, kata Achirina, dalam tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), tidak boleh adanya pemberian maupun penerimaan gratifikasi.

        "Apa pun pemberian tidak boleh, di GCG diatur pemberian harus dilaporkan dan apa pun dalam prosedur pengadaan tidak boleh menerima apa pun. Akan tetapi, dalam implementasi GCG, kami akan menerapkan whistleblowing system yang artinya kalau ada orang yang menemukan ada penerimaan gratifikasi bisa melaporkan," kata Achirina.

        "Apakah Garuda masih BUMN atau sudah jadi perusahaan terbuka saat diskusi tadi sehingga terdakwa mengatakan (gratifikasi) itu hal yang wajar?" tanya jaksa Nanang.

        "Saya pikir dalam penerapan GCG hal itu sama saja mau BUMN atau sudah IPO (initial public offering) tetap tidak boleh (menerima gratifikasi)," jawab Achirina.

        "Keberatan dari Pak Emir untuk ada sistem whistleblower itu ada karena terdakwa menganggap gratifikasi sebagai common practice?" tanya jaksa Nanang.

        "Kalau whistle blower, bahaya bisa bumerang karena tanda terima kasih itu common best practices. Akan tetapi, dalam diskusi saya mengatakan kami bisa (memberikan gratifikasi) karena jadi tidak independen terhadap suatu proses, gratifikasi tidak diperkenankan di mana pun," jawab Achirina.

        "Pak Emir ngomong di mana?" tanya jaksa Ariawan Agustiartono.

        "Pas mau bikin sistem baru selalu disampaikan di rapat direksi dan saya sampaikan mau menerapkan whistle bloweer system," jawab Achirina.

        "Bukan saat rapat pengadaan?" tanya jaksa Ariawan.

        "Bukan," jawab Achirina.

        "Tahun berapa?" tanya jaksa Ariawan.

        "Dalam agenda rapat direksi saya mau implementasikan sistem whistle blowing, kapannya saya lupa tapi masih dipimpin Pak Emir," jawab Achirina

        Dalam perkara ini, Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia periode 2005?2014 didakwa bersama-sama dengan Hadinoto Soedigno dan Capt Agus Wahyudo menerima uang dengan jumlah keseluruhan Rp5,859 miliar, 884.200 dolar AS, 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dolar Singapura.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: