Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Omnibus Law Permudah Izin Sektor Properti, Akan Ada Rebound

        Omnibus Law Permudah Izin Sektor Properti, Akan Ada Rebound Kredit Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Omnibus Law yang disiapkan pemerintah diprediksi akan mendorong aktivitas ekonomi. Termasuk sektor properti. Terdapat empat penyederhanaan izin yang diprediksi akan membuat bisnis ini semakin bergairah.

        Izin Mendirikan Bangunan (IMB) misalnya, sebelumnya membutuhkan waktu satu tahun untuk dikeluarkan oleh pemerintah daerah, sekarang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Kemudian, Sertifikat Laik Fungsi (SLF)?juga sama, sebelumnya terjadi bottleneck di pemerintah daerah untuk pengeluaran sertifikat dan juga inspeksi. Dengan Omnibus Law, pengeluaran sertifikat akan diambil alih oleh pusat.

        Perjanjian Pengikatan Jual Beli juga serupa. Dulu tidak ada kejelasan mengenai persentase perkembangan pembangunan sebelum diperbolehkannya Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (SPPJB), sekarang diperjelas dengan syarat 20% perkembangan pembangunan.

        Baca Juga: CEO Paramount Land: Laju Bisnis Properti Terhadang Daya Beli

        Pengamat properti F Rach Suherman juga menilai Omnibus Law yang disiapkan pemerintah diprediksi akan mendorong aktivitas ekonomi, termasuk sektor properti. Ada beberapa kotak regulasi yang menjadi tantangan menarik untuk secara teknis berada dalam pasal undang-undang sapu jagat ini.

        Kotak-kotak regulasi dimaksud di antaranya SK lokasi, Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), IMB, SLF, dan SPPJB.

        "Omnibus Law punya niat mulia menyederhanakan regulasi-regulasi. Bagus," kata Suherman melalui siaran pers yang diterima Warta Ekonomi, Kamis (27/2/2020).?

        CEO Property Excellent and Advisory (PenA) ini menambahkan, 13 Paket Kebijakan yang sebelumnya diluncurkan pemerintahan Jokowi, bagi dunia properti seperti 'miniatur Omnibus Law'. Banyak aturan dipangkas. Hanya saja dia menilai rasa penyederhanaan di hilir tidak besar. Perda-perda masih membuat developer tidak otomatis menikmati kemudahan regulasi.

        Ia mewanti-wanti jangan sampai, Omnibus Law setelah menjadi undang-undang menjadi terlalu general. Muncul interpretasi yang berbeda pada pemda-pemda sehingga mereka punya alasan membuat aturan teknis yang kental dengan isu-isu-lokal.

        "Karena itu, pertanyaannya sekarang adalah apakah UU sapu jagat ini mampu menghalau perda-perda yang berpotensi membuat masalah. Contoh, kebijakan KLB pada gedung tinggi, masih banyak daerah tidak punya aturannya. Gagap saat ada pengembang akan bangun apartemen," tuturnya.

        Ketika ditanya soal prospek industri properti nasional di 2020, Suherman memprediksi, sektor ini masih akan mengalami tekanan. Namun, tetap punya prospek membaik.

        Tetapi syaratnya adalah suku bunga KPR rendah, kredit konstruksi tidak seret, dan supply/demand sama-sama punya trust. Pasalnya, pada 2019 kredit tumbuh melambat dan perbankan perlu membuat inovasi produk.

        Karena itu, Suherman mengaku berprasangka baik pada Omnibus Law dalam jangka panjang. Akan tetapi dalam jangka pendek-menengah sangat bergantung pada cara mengelola turunan UU ke dalam regulasi teknisnya.

        "Karena industri properti tentu akan melakukan penyesuaian-penyesuaian lagi. Dan ini untuk menghindari ketidakpastian baru," katanya.

        Bagaimana dengan pengembangan sekelas Lippo Karawaci (LPKR) yang pada awal tahun ini terus menguatkan posisi keuangannya dan menunjukkan performa baik.

        Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan, apa yang dilakukan LPKR akan semakin menguatkan kinerja. Secara keseluruhan, bisnis LPKR memang fokus di bidang properti dan kesehatan. Bisnis kedua sektor ini secara animo masih cukup baik.?

        Sektor kesehatan sendiri masih menarik karena memang dibutuhkan oleh masyarakat. Kemudian, bisnis properti dan rumah sakit akan menghasilkan pendapatan berulang (recurring income). Dengan memperbesar recurring income, perusahaan akan lebih stabil.

        PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga akhir 2019 tercatat sebagai pengembang properti dengan aset paling jumbo, mencapai Rp56,8 triliun. Nilai aset LPKR mengalahkan Bumi Serpong Damai yang tercatat memiliki aset sebesar Rp53,3 triliun.

        Baca Juga: Kinerja Positif, Saham LPKR Layak Dikoleksi

        CEO Lippo Karawaci John Riady menjelaskan, perusahaaan akan terus mengoptimalisasi portofolio properti demi meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham. Juga, agar kepemilikan aset perseroan semakin bertambah.

        "Kami terus bekerja mengelola aset-aset kami secara proaktif untuk meningkatkan valuasi, mengidentifikasi peluang investasi, serta meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham," ucap John Riady.

        Seperti diketahui, LPKR melalui keterbukaan informasi menyampaikan manajemen akan fokus dalam pengembangan bisnis inti Lippo Karawaci, antara lain akan memperluas produk Urban Homes, mempercepat pendapatan pra penjualan, meningkatkan kualitas pelayanan di linis bisnis kesehatan, dan mempertahankan posisi sebagai pemimpin pasar dalam bisnis ritel mal.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Agus Aryanto
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: