Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Menteri Ngaku Tak Bisa Cegah TKA Masuk, Muhammadiyah: Daulat Rakyat atau Daulat Tuanku?

        Menteri Ngaku Tak Bisa Cegah TKA Masuk, Muhammadiyah: Daulat Rakyat atau Daulat Tuanku? Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Bidang Ekonomi PP Muhammadiyah, KH Anwar Abbas, mengaku heran dengan banyaknya tenaga kerja asing (TKA) China ke Sulawesi Tenggara. Pada masa pandemi Covid-19 ini, seharusnya pemerintah tidak mengizinkan orang asing masuk.

        "Tapi, sekarang bagaimana?" kata KH Anwar, Senin (4/5/2020).

        Baca Juga: Kemenaker Tak Bisa Tolak 500 TKA China Karena...

        KH Anwar mengaku terheran-heran mengapa ketika rakyat di Sulawesi Tenggara dan di berbagai penjuru Tanah Air menolak kehadiran 500 TKA dari China untuk masuk ke Indonesia--ada menteri yang bertanggung jawab terhadap masalah ketenagakerjaan dan untuk terciptanya sebesar-besar kemakmuran maupun kebaikan bagi rakyatnya--menyatakan dirinya tidak berdaya menghambat masuknya 500 orang tenaga kerja asing dari China tersebut.

        "Saya terus terang tidak tahu mengapa beliau berkata dan bersikap seperti itu dan apa yang terjadi dengan diri beliau?" katanya.

        Namun, KH Anwar yakin dan percaya bahwa situasi yang menteri hadapi tersebut jelas sangat berat dan tidak mudah. Pasalnya, dia terjepit antara dua permintaan, yaitu permintaan dari rakyat dan permintaan dari tuanku.

        "Dan dia tampaknya lebih memilih untuk membela permintaan dari tuanku dan bukan untuk mengabulkan permintaan dari rakyatnya," katanya.

        Sikap ini tentunya, menurut KH Anwar, jelas sangat menyedihkan dan memilukan hati kita sebagai anak bangsa yang cinta kepada negeri dan tanah airnya. Ia mengatakan, penolakan warga di daerah terhadap TKA China karena di Indonesia sedang ada pandemi Covid-19. "Dan mereka tidak mau tertular oleh virus yang ada dengan kehadiran para TKA tersebut," katanya.

        KH Anwar menjelaskan, daulat tuanku artinya yang berdaulat atau yang berkuasa dan yang menentukan adalah yang lebih tinggi daripada rakyat dan atau bangsa itu sendiri karena dialah yang menentukan hitam putihnya perjalanan dari rakyat dan bangsa tersebut. "Sementara, rakyat hanya ikut saja alias harus tunduk dan patuh kepada mereka," katanya.

        Namun, KH Anwar mengatakan, berbeda halnya dengan daulat rakyat. Dalam daulat rakyat, rakyatlah yang menentukan. Pemimpimpin hanya bertugas menangkap maksud dan aspirasi  rakyatnya, lalu menjalankannya.

        "Lalu, timbul pertanyaan, negeri ini menganut yang mana? Daulat rakyatkah atau daulat tuanku?" kata KH Anwar.

        Sejatinya, menurut dia, negeri ini menganut daulat rakyat, bukan daulat tuanku. Namun, hal itu bukan berarti negeri ini tidak pernah mengalami sistem daulat tuanku tersebut. Ketika negeri ini dijajah oleh Belanda dan Jepang, Belanda dan Jepanglah sebagai tuanku yang menentukan seluruh yang dilakukan rakyat di negeri ini.

        "Dengan kata lain, rakyat harus mengabdi kepada kepentingan penjajah dan kalau ada bagian dari rakyat yang membantah apalagi melawan maka kumpeni dengan antek-anteknya yang terdiri dari kaum pribumi tentu akan turun dan menindak serta menindas mereka sampai keakar-akarnya," katanya.

        Itulah sebabnya, karena rakyat tidak bisa terima dan tidak tahan dengan perlakuan sang tuan, di berbagai daerah rakyat bangkit dan meradang melawan penjajah tersebut. Sebab, cara-cara yang mereka tempuh itu sangat tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

        Perjuangan mereka pun akhirnya, menurut KH Anwar, berhasil dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya sehingga terbentuklah negara maupun pemerintahan baru yang tugasnya melindungi rakyat dan untuk menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.

        "Jadi, tugas negara dan atau pemerintah di dalam sistem yang baru mereka bentuk tersebut adalah mengabdi dan berjuang untuk kepentingan rakyat, bukan kepada lainnya, karena bagi mereka, rakyatlah yang harus berdaulat," katanya.

        Oleh karena itu, kalau ada di antara rakyatnya yang fakir dan miskin, negara atau pemerintah harus turun membantu mereka. Begitu juga kalau ada yang tidak bekerja, negara dan pemerintah harus turun tangan membantu dan menyediakan lapangan pekerjaan untuk mereka.

        "Dan pekerjaan yang mereka berikan itu bukan hanya sekadar pekerjaan, tapi adalah pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan," katanya.

        Jadi, di dalam konstitusi yang mereka buat tersebut benar-benar terlihat rakyatlah yang berdaulat, bukan lainnya. Adapun tugas negara dan atau pemerintah adalah mengabdi kepada rakyat.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: