Insiden ABK Indonesia Dihanyutkan ke Laut, Pemerintah China Dituntut untuk Lakukan . . . .
Indonesia Ocean Justice Iniciative (IOJI) meminta Pemerintah China memastikan hak-hak para pekerja migran Indonesia (PMI) dipenuhi oleh pemilik kapal China.
“Tiongkok sebagai negara bendera kapal wajib (flag State responsibility) memastikan perusahaan pemilik kapal, Dalian Ocean Fishing, Co., Ltd. (DOF) bertanggungjawab (shipowner responsibility) untuk memenuhi hak-hak para PMI, baik yang masih bekerja, telah bekerja, maupun yang telah meninggal dunia,” tutur CEO IOJI Mas Achmad Santosa dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (9/5/2020).
Baca Juga: Bukan Cuma di Kapal China, Perbudakan ABK Juga Terjadi di Kapal Asal . . . .
Achmad menilai, hal itu harus dilakukan karena Pemerintah China dan Indonesia telah menandatangani Comprehensive Strategic Partnership Agreement (CSPA) di Beijing pada 14 Mei 2017. Perjanjian itu memuat beberapa komitmen yang meliputi penguatan kerja sama antara lembaga-lembaga penegak hukum untuk mencegah, memberantas perdagangan orang, dan melindungi korban perdagangan orang, termasuk perlindungan hak asasi manusia (HAM).
Selain itu, mempertimbangkan pembentukan kerja sama dalam pencegahan dan pemberantasan perdagangan orang, termasuk perlindungan korban, pengembalian dan pemulangan korban. Kemudian, memajukan kerja sama dalam mengendalikan dan mengelola pergerakan pekerja migran serta memastikan perlindungan bagi mereka.
“Termasuk memperkuat konsultasi dan koordinasi di antara instansi pemerintah terkait dalam mengatasi berbagai isu pekerja migran ilegal,” imbuh dia.
Kedua negara juga telah menandatangani dua perjanjian yang memungkinkan kerja sama di bidang penegakan hukum. Perjanjian mengenai Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance) dan Perjanjian Ekstradisi.
Selain itu, Indonesia dan China sudah meratifikasi United Nations Convention against Transnational Organized Crime. Keduanya juga sepakat dalam Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, yang mendukung United Nations Convention against Transnational Organized Crime.
Berdasarkan perjanjian tersebut, Achmad menilai penegakan hukum pidana harus diberikan kepada Dalian Ocean Fishing, Co, Ltd. Bila ditemukan ada tindak pidana, maka harus ada sanksi kepada perusahaan maupun pelaku.
“Dalam hal ditemukan adanya tindak pidana, perusahaan tersebut dan para pelaku yang terlibat di dalamnya, termasuk beneficial owner dan atau pejabat pemerintahan, wajib diberikan sanksi yang dapat memberikan efek jera,” timpalnya.
Seperti diketahui, kasus ini muncul setelah beredarnya sebuah video pelarungan jenazah ABK asal Indonesia ke laut yang dipublikasikan oleh media televisi Korea Selatan, Munhwa Broadcasting Corporation (MBC). Tayangan video jenazah itu viral setelah Jang Hansol menyebarkan lewat akun YouTube-nya, Korea Reomit pada Rabu 6 Mei lalu.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi video pada Kamis (7/5/2020) memaparkan peristiwa pelarungan tiga jenazah ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan Long Xin 629. Satu jenazah berinisial AR dilarungkan ke laut pada 31 Maret 2020 setelah dinyatakan meninggal dunia pada 27 Maret 2020. Kemudian, dua jenazah lainnya meninggal dunia dan dilarung saat berlayar di Samudera Pasifik pada Desember 2019.
Atas insiden itu, Retno telah mengirimkan nota diplomatik ke Pemerintah China dan sudah berbicara dengan Duta Besar China di Indonesia. Kasus tersebut juga tengah diselidiki Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (Satgas TPPO) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Tanayastri Dini Isna
Tag Terkait: