Ketua Divisi Logistik Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat (Jabar), Mohammad Arifin Soedjayana, menyatakan, telur bantuan sosial (bansos) provinsi yang berada di Gudang Bulog Garut sudah diredistribusi ke kabupaten/kota lain. Hal tersebut dilakukan karena pendistribusian bansos provinsi di Kabupaten Garut ditunda.
"Kami sudah mengirim telur pada 27 April 2020 sebanyak 4 ton. Karena kondisi di Kabupaten Garut masih kurang kondusif, telur tersebut telah diredistribusi ke kabupaten/kota lain. Dan pada 29 April 2020, stok telur di Gudang Bulog Garut sudah diredistribusi ke tempat lain," kata Arifin di Kota Bandung, Senin (11/5/2020) sore.
Baca Juga: Wah Gila Sih! Temuan BPK: Ada 20 Juta Penerima Bansos Tanpa NIK!
Arifin menyebutkan, stok telur bansos provinsi di Gudang Bulog Garut hanya 60 trey atau 60 kilogram untuk 60 paket. Jumlah tersebut merupakan barang baru untuk cadangan apabila Kabupaten Garut akan segera mendistribusikan bansos provinsi kepada Keluarga Rumah Tangga Sasaran (KRTS) Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) penerima bansos provinsi.
"Ada tumpukan paket sembako di gudang tersedia sekitar kurang lebih 2.000 paket bansos provinsi, namun stok telur hanya 60 paket," tegasnya.
Hingga Senin (11/5/20), Pemda Provinsi Jabar sudah menyalurkan 150.400 bansos ke sejumlah daerah. Bantuan tersebut disalurkan berdasarkan surat dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat Nomor 466.2/1545/pfm terkait Penetapan DTKS Penerima Bantuan. Ditetapkan sebanyak 445.339 Keluarga Rumah Tangga Sasaran (KRTS) akan mendapatkan bansos provinsi.
"Angka 445.339 KK itu berdasarkan data yang telah bersih, jelas, dan tertuang dalam Keputusan Gubernur Jabar Nomor: 406/Kep.231-Dinsos/2020 tentang Daftar KRTS Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Penerima Bantuan Pemda Provinsi Jabar bagi Masyarakat yang Terdampak Ekonomi Akibat Pandemi COVID-19," jelasnya.
Berkenaan dengan data tersebut, Anggota DPRD Jawa Barat Daddy Rohanady mengatakan Pemprov Jabar dinilai perlu melakukan evaluasi terkait dengan masalah data masyarakat khususnya data KRTS dan DTKS.
Terlebih selama ini banyak ketimpangan terkait masalah data sehingga menyulitkan pemerintah dalam menyalurkan bantuan, khususnya bantuan sosial untuk masyarakat terdampak Covid-19.
"Saya kira ini terjadi di semua dapil di Jabar. Bahkan, bisa jadi ini pula yang terjadi di seluruh Indonesia. Ketika pendataan awal tidak semua RT/RW dilibatkan. Setelah dilakukan verifikasi dan validasi, data mereka juga tak digunakan. Padahal, mereka mencoba menyusun data sedekat mungkin dengan fakta empiris di lapangan. Makanya, tidak aneh jika kemudian ada RT/RW/kades yang mengungkapkan kekesalannya dan viral di media," jelasnya.
Ada beberapa data hasil beberapa kali proses, termasuk verval dan slot pengajuan non-DTKS dalam koridor yang diminta Pemprov Jabar. Misalnya, Kota Cirebon, di awal alokasinya 3.840 KRTS. Di akhir, maksudnya untuk realisasi bansos tahap I, hanya tersisa 874.
"Jumlah ini katanya sudah hasil verval. Nyatanya, masih ada 150 KRTS yang tidak valid," katanya.
Tidak hanya itu saja, belakangan sesuai permintaan, Kota Cirebon mengajukan lagi kuota non-DTKS sebanyak 35.000-an. Nyatanya yang diakomodir hanya sekitar 14.000-an. "Semoga saja hal-hal seperti ini tidak menimbulkan konflik di masyarakat," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil