Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Edan! Pakkem Gelar Webinar Jilid II Tembus 350 Peserta, Ada Orang Qatar

        Edan! Pakkem Gelar Webinar Jilid II Tembus 350 Peserta, Ada Orang Qatar Kredit Foto: PAKKEM
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sistem Manajemen Keselamatan Migas (SMKM) memegang peranan penting dalam sebuah kegiatan migas. Sehingga bisa dikatakan SMKM bukanlah alat pelengkap dalam industri migas. Untuk itu, seluruh pihak terkait seperti pemerintah, kontraktor, maupun perusahaan migas diminta untuk terus melakukan evaluasi terhadap SMKM. 

        Namun, meski begitu, SMKM bukan berarti menghilangkan prinsip keselamatan migas yang selama ini telah dikenal yakni Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3).

        “Tidak ada yang lebih rendah atau tinggi, keduanya sama. SMKM adalah substansi sementara SMK3 adalah elemen yang berisikan SMKM. Apabila memenuhi semua substansi yang terdapat dalam SMKM, maka akan memenuhi SMK3,” ujar Ketua Pengawas PAKKEM Mirza Mahendra.

        Baca Juga: Ketje! Resmi Diluncurkan, PAKKEM Tempat Kumpul Ahli Keselamatan Migas Paling Canggih

        Baca Juga: Pengamat Minta Pertamina Waspadai Hyundai Engineering di Proyek Tuban

        Hal tersebut ditegaskan Mirza dalam web seminar (webinar) kedua yang digelar Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keteknikan Minyak dan Gas Bumi Indonesia (PAKKEM) melalui aplikasi Zoom, Rabu (20/5).

        Dalam webinar kali ini, diikuti oleh 350 peserta dari berbagai instansi. Adapun pesertanya antara lain dari Ditjen Migas, Kementerian ESDM, Pertamina, Rekayasa Engineering, PT Geoservices, PT Sucofindo, LEMIGAS, Petrochina, PEM Akamigas Cepu, PT Laris Berkah Ananda, BP Tangguh, EPC Waskita Karya, Concord Consulting, PT Asta Rekayasa Unggul, PT Jakarta Prima Cranes, USN KOLAKA, Reksolindo, PT Interport Mandiri Utama (IEG), termasuk akademisi dari berbagai kampus di Indonesia.

        Jelas Mirza, SMKM yang merupakan amanat PP No 50 Tahun 2012 terdiri dari substansi (bukan elemen) yang bermaksud mempermudah dalam implementasi keselamatan migas. 

        “Seperti saya sampaikan sebelumnya, beberapa BU/BUT telah memiliki Sistem Manajemen Keselamatan. Dengan ditetapkannya SMKM, sepanjang Sistem Manajemen Keselamatan yang telah dimiliki tersebut tercakup semua substansi yang terdapat dalam SMKM, maka tidak perlu ada perubahan,” katanya.

        Meski begitu, berdasarkan acuan SMKM, aspek keselamatan migas perlu terus diperbarui sesuai dengan kebutuhan yang ada. Salah satu contohnya, tanggap darurat keselamatan migas cenderung diciptakan hanya sekali dan digunakan berkali-kali. Padahal, aspek keselamatan migas memiliki karakteristik yang bisa saja berbeda.

        Dalam kesempatan sama, Webinar yang dipandu oleh moderator Waluyo Marto Wiyoto ini juga menghadirkan pembicara lain yang memiliki pengalaman cukup lama sebagai pelaku keselamatan migas di berbagai perusahaan migas dalam negeri maupun internasional. Mereka adalah Syamsul Arifin, Alvin Alfiansyah, dan Timbul P Gurning.

        Dikatakan Syamsul Arifin, SMKM pada prinsipnya memiliki versi yang berbeda di setiap negara. Akan tetapi, muara dari implementasi sistem keselamatan migas adalah praktek di lapangan. Menurut Syamsul, hal terpenting dalam menegakkan sistem keselamatan migas adalah adanya konsistensi. 

        “Dari banyak sistem manajemen keselamatan migas di dunia selalu ada kelemahan di lapangan karena berbagai faktor seperti keterbatasan sumber daya dan hal-hal baru. Untuk itu dibutuhkan adaptasi ketika menerapkannya di lapangan,” kata Syamsul merujuk pengalamannya di Chevron maupun Pertamina.

        Pendapat ini juga diamini Alvin Alfiansyah, salah satu pembicara yang bergabung dari Qatar. Menurut Alvin, perbedaan budaya di negara perusahaan beroperasi juga turut mempengaruhi sistem keselamatan migas yang dianut. 

        “Harus ada integrasi dari beberapa sistem keselamatan migas yang harus dipadukan. Misalnya, ExxonMobil, Shell, yang punya saham di Qatar Gas wajib menyesuaikan model keselamatan migas yang dianut sebelumnya. Harus ada integrasi di antara mereka agar tujuan keselamatan menjadi tercapai,” ujar Alvin yang sejak 2017 bergabung di Qatar Gas usai meninggalkan Chevron.

        Sementara Timbul P Gurning lebih menyoroti sistem keselamatan migas yang selama ini cenderung hanya mengadopsi dari proyek sebelumnya. Menurut Gurning, klien maupun kontraktor kerap mengabaikan aspek HSE sejak awal. 

        Padahal, HSE harus mendemonstrasikan risiko dan penanganannya dan sejak awal harus sudah terindentifikasi. “Rohnya harus ada sejak awal. Jangan hanya copy-paste dari proyek-proyek sebelumnya,” ujar Gurning.

        Untuk itu, Gurning mengharapkan agar peranan supervisor lebih ditingkatkan lagi guna mencapai sistem keselamatan migas yang lebih mumpuni. “Supervisor itu bukan sekadar pengawas di lapangan. Kalau perlu lakukan audit secara berkala,” tukas Gurning. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: