Juru Bicara Gugus Tugas Coronavirus Disease (COVID-19) Pusat Achmad Yurianto menyarankan sejumlah strategi dalam upaya percepatan penanganan pandemi di Provinsi Sulawesi Selatan, salah satunya mendirikan Rumah Sakit Darurat.
"Saatnya Makassar mendirikan Rumah Sakit Darurat COVID. Tujuannya, menjadikan kompleks rumah sakit tersebut sebagai wilayah karantina. Jadi, tidak dibutuhkan ruang isolasi, tetapi seluruh kompleks diisolasi," ujar Yurianto saat dikonfirmasi wartawan, Minggu.
Baca Juga: Update Corona DKI Jakarta: Ada Penambahan 160 Kasus Positif Baru, Total jadi 7.946 Kasus
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2P) Kementerian Kesehatan ini memberi saran, misalnya, ada salah satu tempat bisa dijadikan wilayah karantina. "Bisa menggunakan asrama haji," kata lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur itu.
Ia menyarankan sebaiknya pasien yang dirawat dibagi menjadi dua bagian secara terpisah. Bila kasus positif hasil tes dari Polymerase Chain Reaction (PCR) berada satu tempat dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang belum di tes PCR ditempat terpisah.
"Jika PDP hasil PCR negatif segera pindahkan ke RS lain. Jika positif dipindahkan ke bagian positif. Kasus PCR positif di Rumah Sakit lain yang gejalanya sedang, ringan dipindahkan semua ke Rumah Sakit Darurat," ujarnya.
Untuk pendirian Rumah Sakit Darurat, kata dia, SDM-nya dalam hal ini personel dari TNI dan Polri serta relawan yang sesuai bidangnya.
"Manajemen bisa meniru Rumah Sakit Darurat COVID Wisma Atlet Jakarta. Operasional dari dana DSP Gugus Tugas Pusat. Ini pembelajaran, Jakarta di awal Mei dan Surabaya pada pekan lalu," kata Yuri.
Ia mengemukakan ketersediaan ruang isolasi rumah sakit rujukan akan menyebabkan pasien COVID positif atau PDP terpaksa di rawat di luar ruangan isolasi atau tidak dirawat karena ruangan sudah penuh.
"Ini bisa menjadi sumber penularan yang tidak bisa dikendalikan. Disamping beban rawatan yang sangat tinggi, akan meningkatkan risiko penularan ke petugas kesehatan karena kelelahan," tambahnya.
Mengenai akurasi pemeriksaan hasil COVID-19, katanya, diagnosa adalah pemeriksaan antigen dengan PCR. Sementara untuk rapid test hanya mengetahui apakah ada respons antibodi yang timbul akibat adanya antigen virus tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: