Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Setop PSBB saat Pandemi Tinggi? Bahayanya...

        Setop PSBB saat Pandemi Tinggi? Bahayanya... Kredit Foto: Antara/Didik Suhartono
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ekonom senior Indef, Dradjad Wibowo, mengingatkan Pemkot Surabaya maupun Surabaya Raya soal penghentian Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada saat tren pandemi Covid-19. Berdasar sejumlah kajian ilmiah, kebijakan ini akan berefek lebih buruk pada ekonomi ke depan.

        Dradjad mengatakan, penghentian PSBB saat kasus Covid-19 sedang tinggi tidak dikenal dalam penanganan pandemi. "Kalau Amerika berbedalah, Amerika sedang tinggi, sedang ada keributan," kata Dradjad, Jumat (12/6/2020).

        Baca Juga: Warga Surabaya yang Mau Masuk Wilayah Mas Anies, Siap-Siap Ya!

        Dalam penanganan pandemi secara mendasar, kata Dradjad, biasanya pilihan kebijakan berupa PSBB atapun herd immunity seperti di Swedia. Pemerintah Swedia tidak melakukan pembatasan kesehatan (PSBB), tapi melakukan protokol kesehatan atau mengendalikan pandemi dengan melakukan berbagai pembatasan. "Itu teori yang sudah baku (SIR) yang dipakai di seluruh dunia," ungkapnya.

        Dradjad menjelakan tentang sejumlah literatur jurnal ilmiah yang dikenal di dunia. Dikatakannya, ada satu model simulasi matematika yang menunjukkan jika menjalankan restriksi atau PSBB setengah-setengah, efek ekonomi akan lebih jelek dibanding dengan sama sekali tidak menjalankan PSBB.

        Hal ini karena saat PSBB dijalankan, ekonomi turun. Jika kemudian PSBB dijalankannya tidak maksimal atau PSBB diberhentikan terlalu cepat dan penularannya belum selesai, efeknya akan berganda.

        "Saya khawatir, bukan hanya di Jawa Timur. Kalau menjalankan PSBB-nya tidak maksimal, saya khawatir erekonominya akan lebih jelek dibandingkan kalau sama sekali tidak melakukan PSBB," papar Dradjad.

        Dradjad juga menyebut hasil studi pandemi flu di AS yang terjadi pada 1918. Kota-kota yang bergerak melakukan restriksi dan bertindak dengan benar, ekonominya pulih lebih cepat. Dalam kasus penanganan pandemi Covid-19 ini, kata Dradjad, ada dua contoh yang dibicarakan di dunia, yaitu Selandia Baru dan Taiwan. Selandia Baru kasus Covid-19 sudah nol.

        "Mereka sebenarnya sudah beberapa minggu nol kasus, tapi mereka tidak membuka dulu restriksinya. Mereka menunggu pelan-pelan dan baru sekarang dibuka. Mereka bahkan masih mempertahankan kontrol perbatasan sehingga orang dari luar belum boleh masuk ke Selandia Baru," kata Ketua Dewan Pakar PAN ini.

        Efek kesuksesan ini sangat luar biasa. Ekonomi Selandia Baru sudah bergerak lagi. "Saya rasa Selandia Baru akan cepat pulih perekonomiannya. Taiwan juga begitu. Padahal, posisinya dekat sekali dengan China."

        Selain dua studi tersebut, Dradjad juga menyebut tentang adanya studi perekonomian di Amerika Serikat.  Menurutnya, pembatasan sosial itu keuntungan ekonominya dalam jangka panjang itu lebih besar dibanding biaya ekonominya.

        "Saya rasa para pemimpin politik di negara ini harus betul-betul disiplin dan memberikan contoh," pungkas Dradjad.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: