Komisaris Utama PTPN XI Dedy Mawardi menegaskan, pihaknya membenarkan pengaduan serikat pekerja pada komisi B DPRD Jatim beberapa hari lalu terkait langkanya Bahan Baku Tebu (BTT) yang diduga dilakukan perusahaan gula swata.
"Pola kemitraan yang sudah lama terjalin rusak akibat motif transaksional. Ini yang harus diperhatikan oleh pihak terkait, menagih komitmen para pabrik gula baru diantaranya harus memenuhi sekurang-kurangnya dua puluh persen dari keseluruhan bahan baku yang dibutuhkan berasal dari kebun sendiri, ini sudah diatur dalam Permentan maupun undang-undang tentang perkebunan yang artinya harus ditaati bila dilanggar harus ada konsekuensinya, instansi terkait yang jadi wasitnya ,” tegas Dedy Mawardi terkait aduan serikat pekerja di Surabaya, Rabu (15/7/2020).
Baca Juga: PTPN XI Siap Maniskan Gula Nusantara. Ini Strateginya...
Baca Juga: Soal Target Produksi Gula, Intip Strategi Bos Baru PTPN XI
Lebih lanjut dia mengatakan, pihaknya menyayangkan komitmen tersebut tidak berjalan, sehingga pabrik gula baru tersebut mengambil BBT dari petani yang sudah bermitra dengan pabrik gula yang sudah eksisting. Hal ini mengakibatkan selain rusaknya pola kemitraan, BBT PG eksisting berkurang dan tidak bisa memenuhi kapasitas giling.
"Saat ini ada dua pabrik gula baru di Jatim, musim giling ini mereka membeli tebu petani dari luar daerahnya, dan petani tersebut merupakan mitra pabrik gula eksisting dengan harga diatas rata-rata. Dampaknya luas, mulai dari rusaknya pola kemitraan, pengembalian petani atas pinjaman modal dari PG juga tersendat bahkan macet, hingga kapasitas yang tidak tercapai, idle capasity, yang akhirnya menyebabkan pabrik gula rugi dalam beroperasional,” ungkapnya.
Bila hal ini terus berlanjut Dedy, maka pihaknya memprediksi akan ada banyak penutupan atau pengalihfungsian pabrik gula yang berakibat langsung pada nasib tenaga kerja.
"Tentunya hal ini akan berdampak pada tenaga kerja pabrik gula yang dialihfungsikan atau bahkan ditutup yang jumlahnya ribuan. Untuk itu kepada semua para pihak agar menepati komitmen masing-masing. Pola kemitraan dengan petani tebu yang sudah berjalan dari dulu jangan dirusak dengan motif transaksi. Inti permasalahan adalah kurangnya BBT, PG baru harus membangun kebun sendiri untuk memenuhi kebutuhannya,” kata Dedy.
Terkait hal itu Ketua Komisi B DPRD Jatim, Alyadi Mustofa menyatakan, komisi B akan memanggil pihak terkait agar ditemukan titik terang permasalahannya. Komisi B kata Aliyadi, menginspirasikan langkah yang dilakukan oleh serikat pekerja karena menentukan nasibnya.
Dikatakan Alyadi, serikat pekerja mengeluh karena bahan baku tebunya diambil oleh perusahaan swasta
"Mungkin disitu ada persaingan harga, petani kan melihat yang penting harganya tinggi. Jadi ini butuh evaluasi, kaitannya dengan harga kenapa kalah sama swasta," kata politisi PKB ini saat dihubungi Warta Ekonomi.
Saat ini sambung dia, tinggal menunggu langkah kajian Dinas Perkebunan Jatim untuk menyelasaikan permasalah ini secara cepat. Jika terjadi sesuatu dalam kajian ini atau melanggaran akan adav tindakan tegas sesuai peraturan yang berlaku.
“Jika dalam kajian kami memang ada pelanggaran, maka kami akan rekomendasikan dicabut ijinnya kalau perlu pabriknya ditutup,” tegas Alyadi.
Perlu diketahui para Serikat Pekerja Pabrik Gula berasal dari PTPN X, XI, Serikat Pekerja Rajawali Nusantara, dan SPPP SPSI PG Kebon Agung mengadu pada komisi B DPRD Jatim beberapa hari lalu terkait langkanya Bahan Baku Tebu (BTT) yang dilakukan perusahan gula swasta. Mereka meminta pemerintah untuk hadir melakukan secara adil bagi pabrik gula pribumi yang ada di Jatim saat ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Vicky Fadil