Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Menelisik Tantangan Pajak Digital Netflix Cs di Indonesia

        Menelisik Tantangan Pajak Digital Netflix Cs di Indonesia Kredit Foto: Unsplash/Charles Deluvio
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Siti Alifah Dina mengatakan, salah satu bentuk respons dan antisipasi pemerintah terhadap dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian nasional adalah Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang mengatur beberapa kebijakan revisi dan/atau baru untuk menstabilkan keuangan negara.

        Perppu tersebut mengamanatkan tiga pengenaan pajak yang dapat dilakukan di masa pandemi, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi PMSE, Pajak Penghasilan (PPh) badan melalui redefinisi Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan Pajak Transaksi Elektronik (PTE) atau pajak tambahan apabila PPh badan tidak dapat dikenakan karena adanya perjanjian pajak antarnegara. PPN sendiri merupakan pajak yang dikenakan atas penambahan nilai suatu barang yang melalui proses distribusi dan produksi.

        Terkait pengenaan pajak digital dan pajak penghasilan, Indonesia masih terlibat dalam negosiasi internasional untuk menghadapi tantangan mengenai pengenaan pajak tersebut.

        Baca Juga: Keuangan Seret, Erick Pamer: BUMN-BUMN Gak Lari dari Pajak

        Baca Juga: 5 Situs Nonton Film Gratis dan Legal, Tak Bayar Kayak Netflix

        Rencana pengenaan pajak digital ini mendapatkan respons dari Amerika Serikat, yang muncul karena banyak perusahaan besar di sektor ekonomi digital dan teknologi asal AS yang beroperasi di Indonesia, contohnya Amazon, Netflix, dan Google. Kewajiban perusahaan-perusahaan tersebut untuk mematuhi peraturan mengenai pajak digital dikhawatirkan akan menghambat kegiatan bisnis mereka. 

        Padahal, pengenaan pajak digital akan memberikan rasa keadilan karena perusahaan asing akan mendapatkan perlakuan yang sama dengan perusahaan dalam negeri yang memang memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Hal ini sekaligus untuk menciptakan level playing field dan kompetisi yang sehat.

        "Namun, akan lebih baik jika pemerintah melihat best practice pengambilan pajak di negara lain, misalnya Australia, Prancis, dan Italia. Pada negara-negara tersebut, iklim bisnis tidak terganggu dan investasi tetap masuk. Apalagi, Indonesia mempunyai pasar yang sangat besar dengan jumlah 160 juta pengguna internet, tentu saja investasi platform digital akan tetap menyasar pasar kita. Namun, mungkin 10% cukup tinggi dibandingkan Inggris dengan tingkat pajak 2% dan Prancis 3%," ujar Dina, Kamis (23/7/2020).

        Namun demikian, lanjut Dina, pengenaan pajak digital tidak hanya menjadi masalah di Indonesia, tapi juga global. Sampai saat ini, OECD masih merumuskan landasan bersama antarnegara-negara. Tindakan sepihak seperti pajak layanan digital di Prancis atau rencana Indonesia untuk memperkenalkan pajak transaksi elektronik sangat kompleks karena ada potensi gangguan terhadap perdagangan internasional dan tensi dari mitra dagang.

        Diperlukan analisis yang mendalam terhadap kemungkinan-kemungkinan negatif yang muncul dari dampak pengenaan pajak terhadap hubungan bisnis Indonesia dengan negara lain, di samping persiapan teknis pengambilan pajak perusahaan-perusahaan tersebut.

        PPN atas transaksi PMSE diatur secara teknis dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2020 dan turunannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-12/PJ/2020 yang menetapkan besaran 10% untuk dikumpulkan dan disetorkan oleh perusahaan dengan sistem elektronik dengan kriteria tertentu mulai Agustus nanti.

        Kriteria tersebut yaitu berdasarkan nilai transaksi dengan minimal Rp600 juta dan jumlah trafik atau akses di Indonesia sebesar minimal 12.000 per tahun.

        Hal ini mengundang debat terutama dari perusahaan sistem online luar negeri yang beroperasi di Indonesia. Apalagi, di masa penerapan PSBB seperti saat ini. Pergeseran pola aktivitas masyarakat telah berubah dari konvensional menjadi digital, contohnya dari menonton di bioskop menjadi melalui platform luar negeri penyedia konten film digital, seperti Netflix.

        Statista memproyeksikan pengguna Netflix di Indonesia mencapai 906.800 pengguna, sedangkan pendapatan Netflix berada pada rentang Rp44,43 miliar-Rp153,25 miliar per bulan. Sehingga dapat diestimasi potensi PPN berkisar antara Rp4,44 miliar-Rp15,32 miliar per bulan. 

        Menurut Dina, salah satu peran pajak adalah sebagai sumber tambahan penerimaan negara, yang juga cukup penting untuk mengembalikan kinerja perekonomian Indonesia setelah Covid-19.

        Contohnya, untuk anggaran lima skema perlindungan dan pemulihan UMKM yang dicanangkan pemerintah April lalu. Hanya dari Netflix saja, Indonesia akan mendapatkan setidaknya Rp53,28 miliar per tahun, yang dapat dialokasikan pada sektor prioritas.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: