Maraknya informasi fetish saat ini membuat banyak masyarakat bertanya-tanya apa sebenarnya makna dari fetish itu sendiri dan dampaknya bagi keamanan masyarakat sekitar.
Menurut dr. Alvina, Sp.KJ, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di Primaya Hospital Bekasi Barat, Fetish adalah objek yang tidak hidup. Sedangkan, fetishism adalah fantasi, dorongan, atau perilaku seksual yang menggunakan objek tidak hidup sebagai metode untuk membuat seseorang terangsang secara seksual.
Baca Juga: Catat! Fetishism Bisa Terjadi pada Anak yang Dulunya Begini!
“Seseorang dengan Fetishism akan berfantasi seksual atau melakukan perilaku seksual misalnya masturbasi dengan menggunakan benda yang tidak hidup sebagai objek untuk menimbulkan rangsangan seksual,” ujar dr. Alvina, Sp.KJ, Dokter seperti dikutip dari Okezone, Jumat (31/7/2020).
Kemudian, apakah seseorang dengan Fetishism termasuk dalam kategori mengalami gangguan jiwa?
"Fetishism sendiri belum tentu gangguan sepanjang tidak menimbulkan distres dan tidak menimbulkan gangguan fungsi. Untuk memenuhi kriteria gangguan jiwa, seseorang dengan Fetishism harus mengalami distres yang bermakna dan gangguan fungsi seperti merasa terganggu atau menderita dengan kondisinya. Saat menjadi gangguan, diagnosisnya menjadi gangguan Fetihistik,” ujarnya.
Untuk memenuhi kriteria diagnosis gangguan Fetihistik; seseorang harus memiliki fantasi, dorongan, atau perilaku seksual yang intens dan berulang yang melibatkan objek tidak hidup atau bagian dari tubuh manusia non-genital. Fantasi, dorongan, atau perilaku ini berlangsung sekurangnya 6 bulan dan menyebabkan distres atau gangguan fungsi sosial, pekerjaan, dan personal.
“Saat Fetishism sudah menimbulkan distres dan gangguan fungsi, tentu gangguan Fetihistik bisa menimbulkan dampak buruk bagi seseorang dengan Fetishism misalnya orang tersebut jadi menarik diri dari lingkungan sosialnya karena gangguan fungsi sosial atau tidak bisa bekerja karena gangguan Fetihistik-nya,” tutur Alvina.
Bahaya akan timbul bagi masyarakat sekitar bila terjadi tindakan yang melanggar hak-hak orang lain dalam rangka mencari objek Fetish seperti seseorang mencuri pakaian dalam dan menimbulkan rasa tidak aman bagi lingkungan.
Selain itu, bahaya juga dampak timbul seperti saat anak terpapar dengan penyimpangan seksual yang berpotensi menimbulkan perilaku imitasi sehingga anak lainnya kelak juga mengalami penyimpangan seksual.
Dokter Alvina menambahkan bahwa dari kriteria diagnosisnya, objek tidak hidup seseorang dengan Fethishismtidak termasuk bagian pakaian yang digunakan untuk cross dressing dan bukan alat yang memang di desain untuk memberikan stimulasi genital seperti vibrator.
Fetishism bisa disertai dengan gangguan mental lainnya misalnya orang tersebut juga memiliki gangguan moodseperti gangguan depresi, gangguan cemas, atau gangguan psikotik.
“Jika ditanya apakah seorang dengan Fetishism sendiri mengancam keselamatan atau kejiwaan orang lain, maka kita harus kembali lagi bahwa gangguan Fetihistik sendiri melibatkan objek yang tidak hidup dan biasanya ada rasa inadekuat maka konfrontasi secara langsung jarang dilakukan,” tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajria Anindya Utami