Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Viral Kasus Fetish Jarik, Apa Penyebab Fetisisme?

        Viral Kasus Fetish Jarik, Apa Penyebab Fetisisme? Kredit Foto: Unsplash/Aaron Mello
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Baru-baru ini viral posting-an di media sosial Twitter mengenai seorang pria yang mengidap kelainan fetish dalam hal bungkus-membungkus. Pria tersebut mengaku sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) ternama di Indonesia.

        Merangkum dari Summit Medical Group, Senin (3/8/2020), penyebab pasti gangguan fetisisme ini tidak diketahui. Tapi diduga kondisi ini bisa terjadi karena adanya perbedaan pada otak atau sistem saraf.

        Otak manusia membuat bahan kimia alami yang memengaruhi cara dalam berpikir, merasakan, dan bertindak. Sel-sel otak membutuhkan keseimbangan yang tepat dari zat-zat kimia ini agar berfungsi secara normal.

        Baca Juga: Sulit Dalami Kasus Fetish Jarik, Polisi ke Korban: Segera Hubungi

        Orang dengan kelainan ini mungkin memiliki terlalu sedikit atau terlalu banyak bahan kimia tersebut pada otak mereka. Orang dengan kelainan ini mungkin juga mengalami perubahan fisik di otak mereka.

        Perubahan-perubahan ini dapat berarti bahwa beberapa bagian otak lebih aktif atau kurang aktif daripada orang lain. Fetisisme juga bisa jadi terkait dengan beberapa hal buruk antara lain mengalami pelecehan pada masa kanak-kanak dulu, banyak konflik dalam keluarga, atau punya riwayat keluarga berpenyakit mental.

        Fetisisme umumnya dimulai selama masa kanak-kanak atau remaja. Kebanyakan pengidap fetish terjadi pada kaum pria.

        Sementara itu, Ahli Psikologi Sosial dari Fakultas Psikologi Universitas Pancasila Ade Iva Wicaksono menduga bahwa Gilang kemungkinan besar mengalami fetishistic disorder. Dia Gilang mengalami gangguan yang ditandai ketertarikan seksual sangat intense pada benda-benda tidak hidup (non-living object) dan bagian tubuh tertentu.

        "Fetishistic disorder contohnya seperti ketika seseorang terangsang (seksual araoused) melihat celana dalam wanita, bra, atau bagian tubuhnya. Dan selalu diiringi dengan fantasi. Untuk kasus Gilang mediumnya adalah kain jarik. Dan itu benar membuat dia terangsang," kata Ade saat dihubungi Okezone via sambungan telepon, belum lama ini.

        Ade menambahkan, menurut buku panduan psikologi, diagnostic and statistical manual of mental disorder 5th edition (DSM-5), disebutkan ada dua ciri atau gejala yang menunjukkan seseorang mengalami fethisistic disorder.

        Pertama, seseorang yang memiliki gangguan fetish, biasanya telah mengalami dorongan atau fantasi seksual dalam kurun waktu yang cukup lama atau lebih dari enam bulan.

        "Dalam buku panduan DSM itu, fetish yang dialami seseorang biasanya terjadi dalam durasi paling sedikit 6 bulan saja. Tapi kalau sudah terjadi bertahun-tahun dan terus-menerus, ini sudah pasti ganggugan," ungkap Ade.

        Kedua, bila fantasi seksual dan perilaku fetish itu membuat seseorang terganggu, baik secara fungsi sosial dan fungsi pribadi, dapat dipastikan dia mengalami fetishistic disorder.

        "Nah, untuk kasus Gilang ini kan dia sudah melanggar hukum. Berarti fungsi sosial dia sudah terganggu. Dia bisa terkena pasal di KUHP terkait pelecehan seksual yang menjurus ke pemerkosaan, karena ada unsur paksaan. Kejadiannya juga sudah berlangsung lama dan terus menerus," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: