Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gegara Korupsi Telur, Dua Pejabat Dituntut 8 Tahun Penjara

        Gegara Korupsi Telur, Dua Pejabat Dituntut 8 Tahun Penjara Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Banda Aceh -

        Jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Aceh Besar menuntut dua terdakwa korupsi hasil penjualan telur ayam dengan kerugian negara Rp2,6 miliar masing-masing delapan tahun penjara.

        Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Endi Ronaldi dan Taqdirullah dalam sidang di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Rabu. Sidang tersebut dipimpin Hakim Ketua Dahlan dan didampingi dua hakim anggota, Edwar dan Juandra.

        Baca Juga: Pekerja Disuntik Rp37,74 T, Celah Korupsi atau Harus Diapresiasi?

        Kedua terdakwa yakni Ramli Hasan, mantan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Ternak Non Ruminansia (BTNR) Dinas Peternakan Aceh di Saree, Aceh Besar dan Muhammad Nasir, Staf UPTD BTNR Saree. Terdakwa Muhammad Nasir merupakan bawahan terdakwa Ramli Hasan.

        Terdakwa Muhammad Nasir hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya Junaidi. Sedangkan terdakwa Ramli Hasan didampingi Jalaluddin. Selain menuntut pidana delapan tahun penjara, JPU juga menuntut kedua terdakwa membayar denda masing-masing Rp300 juta dengan subsidair tiga bulan penjara.

        Khusus untuk terdakwa Ramli Hasan, JPU menuntut membayar uang pengganti Rp2,6 miliar. Jika terdakwa tidak membayar setelah perkara memiliki kekuatan hukum tetap maka harta bendanya disita.

        "Apabila terdakwa tidak memiliki harta benda, maka dipidana selama tiga tahun enam bulan. Jika terdakwa membayar kerugian negara, tetapi jumlahnya tidak cukup, masa hukuman akan disesuaikan berdasarkan jumlah yang dibayarkan," kata JPU Endi Ronaldi.

        JPU menyebutkan tindak pidana korupsi yang dilakukan kedua terdakwa tidak menyetorkan uang hasil produksi peternakan ayam ke kas daerah dalam rentang waktu 2016 hingga 2018. Seharusnya, uang hasil penjualan telur masuk sebagai pendapatan daerah. Tapi ini tidak dilakukan terdakwa. Akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan mencapai Rp2,6 miliar lebih,

        Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, penerimaan hasil penjualan telur pada 2016 Rp846 juta. Namun, yang disetor ke kas negara Rp85 juta.

        Kemudian pada 2017, uang hasil penjualan telur Rp668 juta, tetapi yang disetor ke kas negara Rp60 juta. Serta pada 2018, uang hasil penjualan telur Rp11,72 miliar dan yang disetor ke kas negara Rp9,775 miliar.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: