Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mobil Dipasang Stiker, Horang Kaya Gak Malu Pakai BBM Subsidi?

        Mobil Dipasang Stiker, Horang Kaya Gak Malu Pakai BBM Subsidi? Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pertamina terus mendorong agar kelompok masyarakat mampu, seperti para pemilik mobil pribadi, tidak menggunakan BBM subdisi. Langkah paling baru, Pertamina bersama Pemprov Aceh menerapkan kebijakan pemasangan stiker bertuliskan: Kendaraan pengguna PREMIUM, Bukan untuk masyarakat yang pura-purat tidak mampu.

        Kepala Dinas ESDM Provinsi Aceh, Mahdinur MM menyampaikan, program pemasangan stiker BBM subsidi tersebut bertujuan memberikan kesadaran kepada masyarakat pemilik mobil mewah agar tidak mengisi bahan bakar premium atau solar subsidi.

        "Yang kita harapkan adanya budaya malu bagi mereka-mereka yang tidak pantas menggunakan BBM subsidi," Mahdinur kepada wartawan belum lama ini.

        Baca Juga: Pertamina Rugi Triliunan, Isi Garasi Ahok Totalnya Rp6,7 Miliar!

        Baca Juga: Libur Panjang, Konsumsi Avtur Pertamina di Jateng Meroket

        Mahdinur menyatakan, setiap tahun pemerintah pusat membagi kuota BBM subsidi untuk semua provinsi. Untuk 2020, Aceh mendapat jatah solar subsidi sebanyak 358.187 kiloliter, sedangkan premium 190 685 kiloliter.

        Hingga pertengahan Agustus, hampir 50 persen kuota BBM subsidi itu sudah terpakai. Jika tidak ada kebijakan seperti pembatasan konsumsi dan penggunaan sticker khusus, bisa-bisa saat kuota habis.

        "Orang yang berhak justru tidak kebagian," ucap dia.

        Selain ada keterbatasan kuota BBM subsidi, pemasangan stiker juga untuk mengatasi terjadinya antrean panjang di SPBU akibat banyaknya kendaraan yang ingin mengisi BBM subsidi. Saat terjadi antrean, ada banyak pihak yang menerima dampaknya. Seperti pemilik usaha yang berada di samping SPBU. Usaha mereka terganggu oleh antrean kendaraan yang ingin mengisi BBM subsidi.

        Termasuk terhalangi orang yang ingin mengisi Pertamax karena jalur masuk SPBU sudah ditutup oleh antrean mobil. Bahkan, saat terjadi antrean, badan jalan menjadi sempit dan rawan terjadi laka lantas.

        "Kita lihat lagi di dalam antrean panjang kenderaan itu ada mobil mewah yang tidak pantas menggunakan BBM subsidi," tandasnya.

        Mahdinur mengatakan, program pemasangan stiker BBM subsidi pada kenderaan roda empat yang dilakukan Pemprov Aceh mengadopsi program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial (Kemensos) yang memasang stiker pada rumah warga miskin. Karena itu pula, pihaknya memilih kalimat-kalimat yang dimuat dalam stiker itu menggugah kesadaran seseorang.

        Seperti Bukan untuk Masyarakat Yang Pura-pura Tidak Mampu dan Subsidi untuk Rakyat, Bukan Untuk Para Penimbun Yang Jahat. Menurut Hahdinur, yang pantas memakai premium, seperti pedagang eceran, mobil pick-up, becak, bukan mobil pribadi. Sementara mobil telah diatur dalam Perpres 191 tahun 2014.

        "Stiker itu memudahkan mereka yang berhak mendapatkan BBM subsidi," ungkapnya.

        Pemerintah sendiri memang akan menerapkan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi. Hal ini dilakukan agar penyalurannya tepat saran dengan jumlah yang wajar. Pembatasan akan dilakukan jika digitalisasi SPBU sudah tuntas untuk mencatat jumlah BBM yang disalurkan dan identitas pembeli. Dari digitalisasi SPBU ini, akan diperoleh data pembelian BBM setiap konsumen di SPBU Pertamina.

        Dengan penerapan digitalisasi SPBU,? data penyaluran BBM bisa dicatat dengan tepat sehingga jumlah BBM bersubsidi yang disalurkan bisa dibatasi untuk setiap kendaraan.

        Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto menyampaikan, pembatasan dilakukan agar tidak ada pembelian BBM bersubsidi dalam jumlah besar.

        Pemerintah terus mendorong agar digitalisasi pada 5.518 SPBU dapat tuntas untuk pengawasan penyaluran BBM secara umum. Saat ini, dari 5.518 SPBU yang ada, digitalisasi telah dilakukan di 2.902 SPBU. Sebanyak 2.542 SPBU telah dilengkapi dengan perangkat electronic data capture (EDC).

        Sebagai catatan, mengacu data BPH Migas, konsumsi solar bersubsidi pada tahun lalu mencapai 16,17 juta kiloliter (KL). Realisasi tersebut 11,51% di atas kuota yang telah ditetapkan dalam APBN sebesar 14,5 juta KL.

        Hal yang sama juga terjadi pada konsumsi Premium yang tercatat sebesar 11,5 juta KL atau 4,53% di atas kuota 11 juta KL. Pada tahun ini, kuota solar bersubsidi ditetapkan sebesar 15,3 juta KL atau 800 ribu KL lebih tinggi dari kuota 2019. Sementara alokasi Premium dipatok tetap sebesar 11 juta KL.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Agus Aryanto
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: