Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) tentang Reformasi Keuangan akan menghancurkan ekonomi dan keuangan Indonesia, bila pemerintah kekeh menerbitkan Perppu tersebut. Lebih jauh, penerbitan Perppu ini dimungkinkan memakzulkan Presiden.
Sebagaimana diketahui, pemerintah mewacanakan menerbitkan Perppu tentang Reformasi Keuangan guna mengantisipasi tekanan krisis yang lebih berat akibat wabah Covid-19.
Namun yang menjadi sorotan adalah Perppu ini akan merombak struktur dan wewenang otoritas keuangan, seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK).
Baca Juga: Asli Irasional, 7 Alasan Perppu Reformasi Keuangan Gak Masuk Akal
Baca Juga: Jokowi Baru Ingatkan Resesi Sekarang, ke Mana Saja Selama Ini?
"Perppu ini bukan hak sewenang-wenang Presiden, jadi Perppu ini tidak bisa diterbitkan sembarangan. Jadi kok saya bingung dari kemarin ini kok ada Perppu direncanakan," ujar Anthony saat diskusi online bertajuk Stabilitas Sektor Finansial dan Perppu Reformasi Keuangan di Jakarta, Selasa (1/9/2020).
Menurutnya, Presiden hanya dapat menerbitkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagaimana Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhakmenetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
"Kalau tidak ada ini (kegentingan memaksa), maka akan melanggar konstitusi, melanggar UUD. Saya prioritaskan ini karena jangan sampai Presiden terjebak oleh oknum-oknum yang ingin melakukan sesuatu dengan mudah, mencetak uang dengan mudah, ingin menguasai sektor keuangan dengan mudah, lalu membisiki Presiden ya kita Perppu-kan saja," papar Anthony.
Sambungnya, "padahal (Perppu) ini hak konstitusi Presiden dalam kondisi tertentu, dalam kegentingan yang memaksa. Kalau tidak ada, bisa melanggar UUD dan kemungkinan akan berbuntut pada impeachment atau pemakzulan, kasihan sekali Presiden kita."
Menurutnya, kegentingan memaksa itu apabila ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat, Undang-Undang yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai, dan kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena memerlukan waktu cukup lama, sedangkan keadaan mendesak tersebut memerlukan kepastian hukum untuk diselesaikan.
"Jadi Perppu itu bukan untuk merevisi Undang-Undang, ini salah besar, ini salah kaprah. Perppu yang direncanakan adalah ilegal karena tidak memenuhi unsur kebutuhan mendesak, tidak memenuhi unsur hal ihwal kegentingan yang memaksa," tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti