Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sawit Digantikan Minyak Nabati Lain? Bukan Solusi, Lingkungan Justru Depresi!

        Sawit Digantikan Minyak Nabati Lain? Bukan Solusi, Lingkungan Justru Depresi! Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kelapa sawit terus dipojokkan dan dituduh berdosa atas dampak negatif yang ditimbulkan konversi tidak langsung lahan hutan di Indonesia. Tidak hanya itu, sejumlah pihak terutama Uni Eropa bahkan mengharuskan minyak kelapa sawit yang selama ini setia memenuhi kebutuhan minyak nabati di negara-negaranya untuk phase out dari industri biodiesel Uni Eropa.

        Namun pertanyaannya, apakah penggantian minyak sawit dengan minyak nabati lain tersebut merupakan solusi yang berpihak pada lingkungan atau justru menjadi pemicu baru kerusakan lingkungan?

        Rasa penasaran dari pertanyaan tersebut sudah dijawab melalui sejumlah riset dan studi yang telah dilakukan, salah satunya oleh Food and Agriculture Organization (FAO). Dalam studi FAO (2013), ditemukan fakta bahwa untuk menghasilkan satu ton minyak kedelai dan minyak rapa dibutuhkan input produksi berupa pupuk (nitrogen dan phospate), pestisida/herbisida, lahan dan energi yang lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan input untuk memproduksi satu ton minyak sawit.

        Baca Juga: Biar Tak Jomplang, Provinsi Sentra Sawit Segera Terbitkan Pergub Harga TBS!

        Baca Juga: CPO CIF Rotterdam W3 September: Flying to The Moon!

        Data International Union for Conservation of Nature (IUCN) mencatat, untuk menghasilkan satu ton minyak sawit hanya dibutuhkan sekitar 0,26 hektare lahan. Sementara itu, lahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu ton minyak kedelai, rapa, dan bunga matahari berturut-turut yakni 2 hektare, 1,25 hektare, dan 1,43 hektare.

        Seiring dengan penggunaan input yang banyak, produksi minyak kedelai, rapa, dan bunga matahari juga akan menghasilkan lebih banyak output berupa polusi atau residu yang terbuang ke tanah, air, hingga emisi gas rumah kaca (GRK) ke udara dibandingkan minyak sawit.

        Berdasarkan studi tersebut, dapat disimpulkan bahwa produksi minyak kelapa sawit lebih hemat dan aman terhadap lingkungan (ecofriendly) dibandingkan ketiga jenis minyak nabati lainnya.

        Laman Palm Oil Indonesia mencatatkan, "Studi tersebut menjadi dasar untuk melakukan simulasi penggantian lahan kelapa sawit menjadi lahan kedelai. Hasil simulasi menunjukkan, tambahan residu input produksi ke air atau tanah akibat penggantian minyak sawit menjadi minyak kedelai yakni nitrogen sebesar 81 juta kg, phospate sebesar 63 juta kg, dan pestisida sebesar 67,8 juta kg."

        "Sedangkan, tambahan emisi GRK ke udara yakni Nox sebesar 10,5 juta kg, SO2 sebesar 5,4 juta kg, dan CO2 sebesar 17,7 juta kg. Selain itu, dampak dari penggantian minyak sawit menjadi minyak kedelai juga menambah deforestrasi global seluas 5,96 juta hektare di negara-negara produsen dan eksportir minyak kedelai khususnya Amerika Selatan."

        Tidak hanya itu, simulasi penggantian minyak sawit menjadi minyak rapa juga mengasilkan residu penggunaan input yang besar, namun tidak sebesar minyak kedelai.

        "Tambahan residu input produksi ke air atau tanah akibat penggantian minyak sawit menjadi minyak rapa yakni nitrogen sebesar 15 juta kg, phospate sebesar 33 juta kg, dan pestisida sebesar 25,8 juta kg. Sedangkan tambahan emisi GRK ke udara yakni Nox sebesar 900 ribu kg, SO2 sebesar 300 ribu kg dan CO2 sebesar 5,7 juta kg. Penggantian minyak sawit menjadi minyak rapa juga berdampak pada penambahan deforestasi global seluas 3,64 juta hektare di negara-negara produsen dan eksportir minyak rapa seperti negara-negara Uni Eropa," tulis Palm Oil Indonesia.

        Nah, berdasarkan hasil studi dan simulasi tersebut terlihat jelas bahwa tindakan phase out minyak sawit dalam kebijakan Uni Eropa sebenarnya bukan sebuah solusi, tetapi justru menimbulkan depresi bagi lingkungan dan faktor alam lainnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: