Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Muhammadiyah Ajukan Fatwa Haram Ajaran Komunisme, MUI Langsung...

        Muhammadiyah Ajukan Fatwa Haram Ajaran Komunisme, MUI Langsung... Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi -

        Muhammadiyah khawatir dengan bangkitnya komunis di Tanah Air. Karena itu, lembaga yang diketuai Haedar Nashir itu meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram ajaran komunis. Apakah MUI berani mengabulkan permintaan Muhammadiyah itu?

        Permintaan itu disampaikan Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Fahmi Salim Zubair, saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk Doa dan Harapan untuk Negeri di Jakarta, beberapa waktu lalu. Hadir dalam diskusi ini, eks Menteri Pertahanan, Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu.

        Baca Juga: Muhammadiyah Juga Suarakan Penundaan Pilkada

        Dalam pemaparannya, Fahmi mengatakan ancaman komunis kian nyata. Menghadapi kondisi ini, dia meminta MUI mengeluarkan fatwa haram untuk membentengi negara dari ancaman paham dan gerakan komunisme.

        "Saya minta, MUI keluarkan fatwa haram komunisme. Kita belum punya fatwa haram komunisme," kata Fahmi. 

        Melawan suatu paham, kata Fahmi, tidak hanya perlu dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan, tetapi juga lewat unsur agama. Salah satunya adalah dengan fatwa haram MUI. Melarang ajaran komunisme tak cukup TAP MPR atau melalui Undang-Undang Nomor 27 tahun 1999 tentang Perubahan Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.

        Menurutnya, perlu ada payung agama yang tersedia untuk memperkokoh larangan komunisme di Indonesia. Fahmi juga menyarankan pemerintah membentuk beberapa gugus tugas yang bisa memberi berbagai rekomendasi di bidangnya. Misalnya, gugus tugas agama, gugus tugas pendidikan, serta gugus tugas milenial.

        Gugus tugas agama dibentuk untuk memberi rekomendasi dan pemahaman sekitar isu agama di Indonesia. Sementara gugus tugas pendidikan untuk memberi sejumlah rekomendasi berkaitan dengan revisi kurikulum dan bagaimana perjuangan bangsa dan perjuangan Islam dipelajari di bangku pendidikan. Gugus tugas ini juga perlu dibentuk guna memperkokoh bangsa dari ancaman komunisme.

        "Bentuk tugas pendidikan, bagaimana kita ajukan revisi kurikulum sejarah, pendidikan mendudukkan pancasila, mendudukkan Islam, perjuangan umat, perjuangan bangsa, supaya apa? Kita punya benteng dari rongrongan komunisme," ungkapnya.

        Terkait gugus tugas milenial, Fahmi menyebut saat ini anak muda memang harus dibentengi dengan nilai-nilai agama dan budi pekerti yang luhur. Maka gugus tugas milenial dirasa penting dibentuk untuk memberi pemahaman terkait budi pekerti dan nilai agama kepada kaum muda ini.

        "Milenial ini harus dikawal oleh agama dan budi pekerti," ujarnya.

        Apa jawaban MUI terkait permintaan Muhammadiyah itu? Wasekjen MUI, Zaitun Rasmin, memahami kekhawatiran yang dirasakan Muhammadiyah.

        "Kami tentu menanggapi permintaan ini dengan positif dan akan kami tindaklanjuti di komisi fatwa, tentang permintaan tersebut," kata Zaitun. 

        Menurut Zaitun, permintaan tersebut sangat wajar. Apalagi Muhammadiyah pernah mengeluarkan fatwa haram pluralisme, liberalisme, dan sekularisme.

        Apakah MUI merasakan kekhawatiran yang dirasakan Muhammadiyah? Dia bilang, tentu ada sebagian pengurus yang merasakan hal yang sama. Namun MUI tidak mengeluarkan fatwa berasal dari prasangka-prasangka atau perasaan.

        "Tapi berdasarkan kajian keilmuan," pungkasnya.

        Baca Juga: Move On Dong! PKI Emang Gak Bisa Dimaafkan, Tapi Bangsa Ini Harus Move On...

        Apakah semua rakyat Indonesia percaya dengan kebangkitan komunis? Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mencatat 40 persen pemilih Prabowo Subianto pada Pilpres lalu percaya adanya kebangkitan komunis. Hal ini karena makin lengketnya pemerintah dengan China.

        "Sementara di pendukung Jokowi hanya 21 persen," ujar Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas.

        Dari sisi pilihan partai politik, Abbas mengatakan yang setuju dengan pendapat tersebut lebih banyak ditemukan pada pemilih Partai Keadilan Sejahtera atau PKS (54 persen), Partai NasDem (53 persen), dan pemilih Partai Gerindra (41 persen).

        Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional, Usman Hamid, mengatakan isu kebangkitan PKI sengaja dimanfaatkan untuk kepentingan pemilihan umum.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: