Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah mengkritik kepemimpinan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Menurutnya, lembaga-lembaga di bawah koordinasi Mahfud tidak paham cara kerja negara demokrasi.
"Dipimpin oleh seorang profesor doktor ilmu hukum, mantan ketua mahkamah konstitusi ternyata setelah setahun sektor politik, hukum, keamanan dan HAM belum paham cara kerja negara demokrasi. Mari kita doakan agar dalam segala situasi, jiwa konstitusi UUD 45 tetap jadi pegangan," cuit Fahri Hamzah melalui akun Twitter pribadinya, @Fahrihamzah, Sabtu (10/10/2020).
Menurutnya, PR terbesar Mahfud MD adalah mengembalikan konstitusi sebagai jiwa kerja lembaga negara, khususnya lembaga-lembaga polhukam yang berada di bawah kordinasinya. Fahri melihat lembaga-lembaga ini memerlukan arah baru yang akan membuat tampak lebih berjiwa Pancasila dan UUD 45.
Baca Juga: Rakyat Kompak Tolak UU Cipta Kerja, Bang Fahri Lantang: Pimpinan-Anggota DPR Jangan Lari!
"Saya pernah satu komisi dgn prof @mohmahfudmd di @DPR_RI satu periode. Saya kenal pribadi. Saya tau beliau bisa diandalkan. Tapi mungkin ada hal yg beiau belum bisa hadapi, karena kuatnya feodalisme di sekitar istana. Inilah PR kita bersama kita harus doakan dan dukung beliau," tulisnya.
Kritikan yang disampaikan Fahri terkait polemik UU Cipta Kerja yang berbuntut aksi massa di sejumlah daerah. Mahfud menyatakan bahwa pemerintah akan bersikap tegas terhadap aksi anarkis.
Hal itu dibuktikan dengan tindakan keras petugas kepolisian dalam menghadapi para pengunjuk rasa. Selain banyak yang terluka, juga dilaporkan masih ada yang diketahui keberadaannya.
Atas kejadian ini, Fahri mengingatkan ketegasan memang perlu dilakukan, namun yang lebih penting adalah instrospeksi diri. Sebab, UU Cipta Kerja lahir dengan proses aspirasi yang minim. Menurutnya, pemerintah dan DPR abai dialektika.
"Sambil membersihkan puing2 akibat kerusuhan ini. Ada baiknya bapak mengajak presiden, kabinet dan DPR memikirkan kembali kebuntuan sistem aspirasi dalam negara. Sungguh, rugilah jika kita tidak mau mengambil pelajaran besar dari 2 RUU terakhir; #RUUHIP dan #RUUOmnibusLaw," cuitnya, Jumat (9/10/2020).
Fahri juga mengingatkan bahwa sistem perwakilan di Indonesia saat ini dikendalikan oleh partai politik sehingga aspirasi banyak dicampuri oleh pesanan. Akibatnya, dialog antara rakyat dan wakilnya di parlemen terhambat.
"Dlm kasus RUU kontroversial, semua parpol di DPR baik yg bersorak sorai karena berhasil keluar sebagai pemenang di ujung adalah sama2 tidak aspiratif. Sistem perwakilan kita membuat seluruh wakil rakyat seketika menjadi petugas parpol setelah mereka dilantik. Rakyat tertinggal," tulisnya.
Fahri mengajak kepada Mahfud MD sebagai Menko Polhukam untuk mengkaji persoalan ini. Sistem perwakilan rakyat harus segera dibebaskan dari tumpangan kepentingan selain aspirasi rakyat itu sendiri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: