Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Skandal Djoko Tjandra Mau Usut King Maker, KPK Bilang Masih...

        Skandal Djoko Tjandra Mau Usut King Maker, KPK Bilang Masih... Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
        Warta Ekonomi -

        Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mendalami laporan dugaan keterlibatan pihak lain dalam skandal Djoko Tjandra. Lembaga antirasuah pun perlu bertanya dulu, kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

        "Kita masih mengumpulkan in formasi dokumen dari kedua instansi aparat penegak hukum," kata Deputi Penindakan KPK Brigadir Jenderal Polisi, Karyoto. Bareskrim dan Kejagung lebih dulu mengusut skandal ini.

        Baca Juga: Jenderal Ini Minta Rp7 Miliar ke Djoko Tjandra

        Bareskrim membongkar suap penghapusan red notice Djoko Tjandra dan pembuatan surat jalan bagi buronan itu. Adapun Kejagung, menelisik suap pengurusan fatwa perkara Djoko Tjandra. Di tengah pengusutan skandal ini, KPK menerima laporan dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengenai pihak yang disebut "Bapakku" dan "King Maker". Pihak itu disebut dalam percakapan Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Anita Kolopaking, pengacara Djoko Tjandra.

        Menurut Karyoto, laporan yang disampaikan MAKI dianggap baru sebatas informasi. Hal ini masih perlu dikonfirmasi kepada berbagai pihak. Untuk menelusuri keterlibatan pihak lain itu, KPK perlu melihat berkas perkara para tersangka. Berkas perkara itu memuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi, tersangka, dan kronologi kejadian.

        "KPK ini kan sedang melakukan supervisi. Ketika nanti ada hal-hal yang perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut, kita akan sarankan kedua aparat penegak hukum itu," katanya.

        Jika tidak ditemukan fakta dan keterangan yang mendukung laporan MAKI, KPK tidak melanjutkan penelusuran. Selanjutnya, lembaga ini akan fokus memelototi perkara yang ditangani Bareskrim dan Kejagung.

        "Pada saatnya kita akan lakukan gelar perkara kembali kepada Kejaksaan Agung dan Polri yang menangani kasusnya," jelas Karyoto.

        Mengenai uang 100 ribu dolar Singapura untuk meredam laporan ini, dia mengatakan masih menelusuri pihak yang memberikannya kepada Boyamin. "Karena Pak Boyamin sendiri kan kemarin hanya menyebut inisial-inisial saja," katanya.

        Direktorat Gratifikasi KPK tengah mendalami motif pemberian uang itu kepada Boyamin. "Siapa yang memberikan, maksud dan tujuannya apa? Setelah itu, baru kami dalami juga," kata Karyoto.

        Dia pun mengapresiasi keputusan Boyamin melaporkan uang ini. Padahal, dia bukan penyelenggara atau pejabat yang berkewajiban melaporkan setiap penerimaan gratifikasi ke KPK.

        "Kami sangat menghargai peran serta masyarakat. Boyamin cukup luar biasa juga. Memang kalau dikatakan gratifikasi, itu kan bukan penyelenggara negara, bukan pejabat," puji Karyoto.

        Baca Juga: Djoko Tjandra Merasa Ditipu Jaksa Pinangki

        Pada Rabu (7/10/2020), Boyamin menyerahkan uang 100 ribu dolar Singapura ke KPK. Pemberian uang itu diduga terkait laporannya mengenal skandal Djoko Tjandra. Boyamin mengungkapkan uang itu diserahkan teman akrab yang sudah lama dikenalnya.

        "Dia ngajak ngobrol, terus memberikan amplop. Terus pergi," ungkapnya.

        Isi amplop itu satu bundel uang pecahan 1.000 dolar Singapura. "Teman saya itu ngomong kalau dia diutus oleh temannya yang lain," tutur Boyamin.

        Temannya itu mengatakan, dia hanya menjalankan perintah untuk memberikan uang itu. "Kalau saya kembalikan kepada dia, dia pasti (dianggap) gagal (menjalankan perintah) dan kepada yang mengutus dia jadi tidak enak," kata Boyamin.

        Uang itu telah beberapa kali berpindah tangan. "Kira-kira sampai ke saya (melalui) empat atau lima jenjang," sebutnya. Namun Boyamin tak bersedia mengungkap asal uang maupun orang yang menyerahkannya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: