Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo menyatakan polisi tak menerapkan asas praduga tak bersalah terhadap delapan aktivis KAMI yang ditangkap karena diduga terkait UU ITE.
"Membuka nama dan identitas seseorang yang ditangkap, menunjukkan bahwa Polri tidak menegakkan prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence), yang seyogyanya harus diindahkan oleh Lembaga Penegak Hukum/Polri," kata Gatot melalui pesan tertulis, Rabu (14/10/2020).
Selain itu, menurut mantan Panglima TNI tersebut, ada indikasi kuat handphone beberapa tokoh KAMI dikendalikan oleh orang lain.
Baca Juga: Pulang Kampung Habib Rizieq, PPP Sangsi Niat Asli Kepulangannya
"Dalam hari-hari terakhir ini handphone (tokoh KAMI) diretas, dikendalikan oleh pihak tertentu sehingga besar kemungkinan disadap, digandakan atau dikloning. Hal demikian sering dialami oleh para aktivis yang kritis terhadap kekuasaan negara, termasuk oleh beberapa tokoh KAMI. Sebagai akibatnya, bukti percakapan yang ada sering bersifat artifisial dan absurd," ungkapnya.
Selain itu, menurutnya, KAMI menolak secara kategoris penisbatan atau pengaitan tindakan anarkis dalam unjuk rasa kaum buruh, mahasiswa dan pelajar dengan Organisasi KAMI.
"KAMI mendukung mogok nasional dan unjuk rasa kaum buruh sebagai bentuk penunaian hak konstitusional, tapi KAMI secara kelembagaan belum ikut serta, kecuali memberi kebebasan kepada para pendukungnya untuk bergabung dan membantu pengunjuk rasa atas dasar kemanusiaan," paparnya.
Polri justru diminta untuk mengusut adanya indikasi keterlibatan pelaku profesional yang menyelusup ke dalam barisan pengunjuk rasa, dan melakukan tindakan anarkis termasuk pembakaran sebagaimana diberitakan oleh media sosial.
Baca Juga: Habib Rizieq Bakal Pulang, Anggota DPR Senangnya Bukan Kepalang
"KAMI meminta Polri membebaskan para Tokoh KAMI dari tuduhan dikaitkan dengan penerapan UU ITE yang banyak mengandung pasal-pasal karet, dan patut dinilai bertentangan dengan semangat demokrasi dan Konstitusi yang memberi kebebasan berbicara dan berpendapat kepada rakyat warga negara," tegasnya.
Kalaupun UU ITE tersebut mau diterapkan, maka Polri harus berkeadilan yaitu tidak hanya membidik KAMI saja, sementara banyak pihak di media sosial yang mengumbar ujian kebencian yang berdimensi SARA tapi Polri berdiam diri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti