Kasus penangkapan delapan aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dengan sangkaan penyebaran berita bohong dan penghasutan imbas bergulirnya aksi demonstrasi menolak Omnibus Law yang belum lama ini disahkan DPR RI, dinilai sebagai presidential prank.
Mereka ditangkap atas dasar menyebarkan hoaks UU yang dinilai sangat kontroversial. Baik dari substansinya hingga proses pengesahkan RUU Cipta Kerja yang terkesan terburu-buru.
Puncak dari segala kontroversi ini adalah adanya beberapa versi naskah yang justru mencuat setelah RUU tersebut disahkan dalam rapat paripurna 5 Oktober 2020. Setidaknya ada beberapa versi, yakni 1.028, 905, 1.052, 1.035, dan akhirnya disebut 812 halaman.
Baca Juga: KAMI Dituduh Bandar Demo Anarkis, Gatot Santuy: Alhamdulillah
"Dalam hal ini, maka sangat tidak berdasar manakala Polri menjadikan beberapa aktivis sebagai tersangka penyebaran hoaks. Karena tak ada satu pun warga yang mengetahui secara pasti versi yang mana yang dianggap sebagai the final version dari RUU dimaksud," kata Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mustafa Fakhri dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (15/10/2020).
"Karena itu, sangat beralasan apabila ada yang terpikir bahwa penangkapan sejumlah aktivis itu tak lain adalah semacam presidential prank," imbuhnya.
Atas dasar itu, PSHT FHUI mendesak Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis yang bertanggung jawab pada sektor keamanan negara, untuk melepas semua aktivis yang dituding menyebarkan hoaks karena pikiran tidak bisa dikriminalkan. Apalagi dasar tudingan penyebaran kebohongannya itu pun banyak versi.
"Seiring dengan itu, juga mendesak agar pimpinan Polri untuk memproses hukum semua oknum Polri yang menggunakan kekerasan terhadap aksi warga negara yang telah dijamin dalam konstitusi republik ini. Keadilan harus ditegakkan terutama kepada mereka yang telah melakukan pelanggaran HAM terhadap warga negara dan melakukan tindak kekerasan terhadap mahasiswa, pelajar, tim medis serta para jurnalis," ungkapnya.
PSHT FHUI berharap peristiwa ini dapat dijadikan momentum emas bagi Kapolri untuk mereformasi institusinya dengan tata kelola yang jauh lebih profesional. Dukungan anggaran yang meningkat tajam selama satu periode ini, akan memberi kesempatan yang luar biasa kepada Kapolri untuk melakukan banyak hal demi terwujudnya kepolisian yang profesional dan imparsial.
Sebelumnya diberitakan, Bareskrim Polri menangkap petinggi dan anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Total ada delapan anggota KAMI Medan dan Jakarta yang ditangkap.
Baca Juga: Elite KAMI Disikat Polisi, Gatot Tegas: Mereka Bukan Karbitan!
Baca Juga: Dicegat Polisi, Gatot Cs Dilarang Jenguk Pentolan KAMI
Di Medan, polisi menangkap atas nama Juliana, Devi, Khairi Amri, dan Wahyu Rasari Putri. Sementara di Jakarta dan sekitarnya, polisi menangkap Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur, dan Kingkin.
Selanjutnya, kelima orang yang sudah ditetapkan tersangka dijerat Pasal 45A ayat 2 UURI No 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan.
Untuk ancaman pidananya yang UU ITE selama enam tahun pidana penjara atau denda Rp1 miliar, dan untuk penghasutannya Pasal 160 KUHP sengan ancaman pidana enam tahun pidana penjara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: