Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum lama ini memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit selama setahun hingga 2022. Kebijakan ini dinilai sangat tepat dilakukan di tengah ekonomi RI yang terancam dampak dari pagebluk yang masih berlangsung.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menjelaskan bahwa restrukturisasi kredit sangat dibutuhkan oleh dunia usaha dan juga oleh perbankan atau leasing. Pasalnya saat ini dunia usaha mengalami tekanan cash flows yang sangat berat.
"Penerimaan turun, sementara pengeluaran tetap tinggi. Termasuk untuk pembayaran pokok dan bunga kredit bank. Kalau tidak dibantu, maka kredit mereka ke bank akan macet," urainya saat dihubungi redaksi Warta Ekonomi, Senin (26/10/2020) malam.
Baca Juga: Pelaku Usaha Dapat Angin Segar Setelah OJK Perpanjang Kebijakan Relaksasi Restrukturisasi Kredit
Jika, lanjutnya, kredit macet terjadi, perbankan akan kesulitan untuk bangkit kembali karena tidak akan bisa mendapat kredit baru. Akibatnya, dunia usaha akan bangkrut. Lalu, ekonomi Indonesia bisa masuk jurang krisis.
"Kalau kredit mereka macet, permasalahan akan bergeser ke sektor keuangan. NPL naik tajam, permodalan bank tergerus, dan ujungnya kita krisis perbankan dan krisis sistem keuangan," ujarnya memperingatkan.
Meski begitu krisis tersebut masih bisa dihindari atas kebijakan yang telah dikeluarkan oleh OJK. Sejak awal OJK sudah mengeluarkan kebijakan pelonggaran restrukturisasi kredit. Dampaknya, NPL perbankan hingga kini masih terjaga.
"Permodalan bank pun masih baik. Sistem perbankan masih stabil dan sehat. Di sisi lain, dunia usaha juga masih bertahan," bebernya lagi.
Baca Juga: OJK Perpanjang Relaksasi Restrukturisasi Kredit Hingga 2022
Selama pagebluk Covid-19 masih berlangsung, Piter menilai kebijakan pelonggaran restrukturisasi kredit masih sangat dibutuhkan. Yang penting juga ialah mendukung kebijakan restrukturisasi kredit ini agar dunia usaha bisa kembali beroperasi secara normal atau setidaknya mendekati normal.
"Ada aliran uang masuk. Itu hanya bisa terjadi bila ada permintaan. Diperlukan kebijakan yang tepat untuk menciptakan permintaan. Mendorong masyarakat khususnya kelompok menengah atas untuk belanja," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: