Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Menghadirkan Program JKN Berkelas Dunia Lewat Optimalisasi Big Data

        Menghadirkan Program JKN Berkelas Dunia Lewat Optimalisasi Big Data Kredit Foto: Antara/Makna Zaezar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Indonesia memiliki potensi besar untuk menghadirkan layanan kesehatan berkualitas dan berkelas dunia. Salah satu caranya adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi big data.

        Deputy Director of Research and Outreach Smeru Institute, Athia Yumna, mengatakan big data memiliki peran dan manfaat besar untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Hal itu karena big data memungkinkan penyedia layanan kesehatan untuk melakukan diagnosis dini dan pencegahan penyakit, meningkatkan kualitas dan efektivitas pengobatan, serta meningkatkan keselamatan pasien.

        Ia menjelaskan berbagai macam upaya tersebut akan berujung kepada peningkatan efisiensi biaya kesehatan di Tanah Air.

        "Peningkatan efisiensi biaya kesehatan akan mampu memecahkan masalah yang paling disorot di Indonesia, yakni defisit BJPS Kesehatan," katanya dalam webinar yang digelar di Jakarta, beberapa waktu lalu.

        Baca Juga: Mencari Alternatif Pembiayaan Kesehatan yang Berkelanjutan

        Perlu diketahui, sejak berdiri pada tahun 2014 silam BPJS Kesehatan telah mencatatkan defisit sebesar Rp1,9 triliun. Defisit BPJS Kesehatan terus membengkak dari tahun ke tahun. Puncaknya, pada tahun 2019 defisit BPJS Kesehatan melonjak hingga mencapai angka sebesar Rp28 triliun (tanpa suntikan dana dari pemerintah).

        Wanita yang memperoleh gelar master di Universitas Warwick ini mendorong pengoptimalan big data karena teknologi ini mampu mengendalikan biaya. Pasalnya, big data akan membantu pengidentifikasian pasien dengan risiko tinggi (high-risk) dan biaya tinggi (high-cost).

        "Jika kita memiliki data faktor sosial ekonomi dan riwayat kesehatan dari seluruh masyarakat atau pasien, kita dapat menajamkannya untuk melakukan intervensi kesehatan. Ini merupakan hal yang penting untuk melakukan pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan atau perawatan yang lebih efektif dan efisien," paparnya.

        Pencegahan dan deteksi dini ini merupakan hal penting untuk mendorong penerapan prinsip farmakoekonomik sekaligus mewujudkan pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan. Ia menyampaikan penerapan prinsip farmakoekonomik sangat krusial karena penyakit katastropik/kronis membutuhkan waktu perawatan yang lama dan biaya mahal sehingga menyerap pembiayaan JKN cukup besar.

        Athia optimis Indonesia akan mampu mengintegrasikan big data ke dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Apalagi, ada cukup banyak negara di dunia yang berhasil melakukan upaya serupa.

        Beberapa negara yang mampu mengoptimalisasi big data di layanan kesehatan seperti Austria yang menggunakan data rutin untuk analisis kinerja pelayanan, prediksi, dan simulasi intervensi; Inggris yang memiliki Big Data Institute dan big data terbesar untuk penyakit kanker; hingga India melalui Aadhaar Cards berupa kartu yang terintegrasi dengan data kesehatan dan sosial ekonomi untuk seluruh penduduk.

        "Sebenarnya, beberapa contoh penerapan big data sudah ada di Indonesia. Misalnya, data kepesertaan JKN yang mencapai 222 juta observasi dan data fasilitas kesehatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Kemudian ada juga Satu Data Indonesia yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan," ujarnya.

        Fondasi Big Data

        Seperti sudah disampaikan oleh Athia Yumna, Indonesia memiliki beberapa fondasi dasar untuk mengoptimalkan manfaat big data di sektor layanan kesehatan.

        Deputi Direksi Bidang Manajemen Data dan Informasi BPJS Kesehatan, Andi Afdal Abdullah, mengatakan pihaknya menggunakan prinsip dasar Satu Data dalam melakukan tata kelola data BPJS Kesehatan. Ia merinci pengelolaan data di BPJS Kesehatan menggunakan platform Single Big Data. Adapun, pengelolaan dan alur data tersebut mulai dari end-user hingga hasil akhir berupa data internal dan data eksternal.

        Dalam konteks data eksternal, BPJS Kesehatan sedang mengembangkan Portal Data JKN yang akan rilis beberapa bulan mendatang. Portal Data JKN ini akan mengakomodasi kebutuhan data bagi peserta, publik, pemerintah daerah, dan stakeholder-stakeholder terkait lainnya.

        Afdal memastikan Portal Data JKN ini akan sangat bermanfaat sebagai dasar pengambilan keputusan. Ia mencontohkan bahwa selama periode pandemi Covid-19 ada banyak pemerintah daerah yang melakukan analisis dengan menggunakan data JKN. 

        "Berdasarkan data JKN, kita bisa tahu bahwa penderita Covid-19 yang meninggal memiliki karakteristik berusia lanjut di atas 60 tahun serta punya penyakit komorbid. Data JKN ini sejak bulan April 2020 kita bagikan ke kabupaten/kota dan seluruh pemerintah daerah sebagai data dasar pencegahan fatalitas Covid-19," ujarnya.

        Ia meyakini bahwa potensi optimalisasi big data di BPJS Kesehatan masih sangat besar. Apalagi ekosistem digital di BPJS Kesehatan sangat besar mencakup 222 juta peserta JKN, 243 ribu peserta korporat, 650 channel pembayaran, 27 ribu fasilitas kesehatan, 1 juta tenaga medis, 961 tenaga verifikator, hingga 50 lembaga asuransi kesehatan kerja sama.

        "Saat ini data di BPJS Kesehatan tidak hanya dimanfaatkan untuk melakukan pelaporan (reporting), tetapi sudah masuk ke ranah pemanfaatan prediktif dan perspektif," tegasnya.

        Pria yang menempuh gelar master di Universitas Gadjah Mada ini memastikan BPJS Kesehatan terbuka untuk melakukan kerja sama dalam pertukaran data, pengembangan, dan pengolahan analisis data untuk melakukan optimalisasi big data sekaligus menunjang program JKN.

        Selaras dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga menerapkan kebijakan Satu Data Kesehatan dalam melakukan tata kelola data.

        Plt Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, Anas Ma'ruf, mengatakan kebijakan Satu Data Kesehatan didasari oleh tiga pilar prinsip, yakni standardisasi, interoperabilitas, dan akuntabilitas.

        Ia menjelaskan Kemenkes tengah mengembangkan big data untuk mendukung kebijakan tersebut. Ia memastikan Kemenkes akan terus berupaya untuk memperkokoh arsitektur solusi big data pada waktu yang akan datang.

        "Di era internet seperti saat ini penting sekali bagi Kemenkes untuk mengembangkan big data. Pengembangan big data ini di Kementerian Kesehatan disebut dengan Poros Kebijakan," tuturnya.

        Anas mengakui bahwa big data memiliki banyak peran dan manfaat bagi Kemenkes. Ia menerangkan bahwa salah satu pemanfaatan big data yakni analisis prediktif bagi rencana jangka pendek dan analisis preskriptif rencana jangka panjang.

        Optimalisasi Big Data

        Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Muttaqien, mendorong agar terjadi kerja sama lebih erat antara pihak pemerintah dan swasta guna mengoptimalisasi pemanfaatan big data di sektor layanan kesehatan. Public-private partnership (PPP) ini perlu didorong karena masih ada beberapa kendala seperti gap pengetahuan, keandalan platform, tools, dan metode.

        "PPP dapat menyediakan kapasitas, tetapi harus ada proses klarifikasi potensi konflik kepentingan, debat publik yang kuat untuk penggunaan data, dan mekanisme yang jelas terkait sharing informasi," ujarnya.

        Ia meyakini bahwa kerja sama antara sektor publik dan swasta terkait big data akan menciptakan layanan kesehatan yang lebih berkualitas di Indonesia. Bukan hanya itu, PPP juga akan mendorong percepatan efisiensi biaya di program JKN, khususnya BPJS Kesehatan. 

        Selaras dengan Muttaqien, peneliti SMERU Nurmala Selly Saputri menegaskan perlu ada integrasi big data kesehatan di Indonesia. Ia mengharapkan integrasi big data tersebut disertai dengan kerangka regulasi yang tepat guna menjamin privasi dan keamanan data masyarakat.

        Ia menjelaskan bahwa rekam medis pasien merupakan sumber data penting yang perlu diperhitungkan dalam menentukan kebijakan guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan meningkatkan efisiensi pembiayaan. Akan tetapi, hingga saat ini sistem pencatatan data medis masih bersifat manual dan belum bersinergi dengan baik antara satu faskes dan faskes lainnya.

        "Akibatnya, data yang sangat kaya tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal," tegasnya.

        Nurmala menerangkan optimalisasi big data diperlukan karena pendekatan know your customer (KYC) sangat krusial guna menganalisis lebih lanjut karateristik kesehatan peserta JKN, mengontrol mutu, dan mengendalikan biaya dalam bentuk pemantauan antipenipuan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Cahyo Prayogo
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: