Pasukan Tigray Ethiopia Tembakkan Roket-roket ke Ibu Kota Amhara
Pasukan pemberontak Tigray, Ethiopia, menembakkan roket-roket ke ibu kota wilayah Amhara. Konflik dikhawatirkan dapat pecah menjadi perang yang lebih luas.
Ratusan hingga ribuan orang diduga telah tewas dan puluhan ribu orang mengungsi selama dua pekan pertempuran di Tigray. Situasi ini memicu pertanyaan apakah Perdana Menteri (PM) Ethiopia Abiy Ahmed dapat mengelola keragaman etnis bangsa itu.
Baca Juga: Perdana Menteri Ethiopia Instruksikan Serangan Militer, ke Mana?
"Grup TPLF yang ilegal telah meluncurkan serangan roket sekitar pukul 1:40 pagi di Bahir Dar," ungkap kantor komunikasi pemerintah Amhara di halaman Facebook-nya, merujuk pada Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF).
Menurut otoritas Amhara, serangan roket tidak menyebabkan kerusakan.
Bahir Dar, ibu kota daerah di tepi danau Amhara, terletak ratusan mil dari pertempuran di Tigray. Pengungsi Tigrayan mengatakan kepada Reuters bahwa milisi Amhara bertempur di pihak pemerintah, dan kedua wilayah tersebut memiliki konflik perbatasan.
Seorang jurnalis lokal dan warga lainnya di Bahir Dar mengatakan kepada Reuters bahwa mereka telah mendengar dua ledakan dan diberitahu orang-orang di daerah itu bahwa setidaknya satu roket mendarat di dekat bandara.
Ethiopia merupakan federasi dari 10 wilayah etnis yang selama beberapa dekade didominasi etnis Tigray dalam koalisi yang dipimpin TPLF, sampai Abiy yang merupakan keturunan Amhara dan Oromo, mengambil alih kekuasaan dua tahun lalu.
Dia mengatakan bertujuan berbagi otoritas secara lebih adil di negara itu. TPLF menuduhnya mengejar balas dendam terhadap para mantan pejabat dan membatasi hak regional.
Konflik tersebut meletus dua pekan lalu setelah apa yang disebut pemerintah sebagai serangan TPLF terhadap pasukan militer yang ditempatkan di wilayah tersebut.
Sepekan lalu, pasukan Tigray menembakkan roket ke dua bandara di Amhara. Mereka juga menembakkan roket ke negara tetangga Eritrea, yang memiliki permusuhan jangka panjang dengan kepemimpinan TPLF dan berdamai dengan Ethiopia pada 2018 hingga Abiy mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian.
Laporan pembunuhan bermotif etnis muncul selama konflik. Kelompok hak asasi manusia (HAM) Amnesty International mendokumentasikan pembunuhan massal pada warga sipil, banyak di antaranya tampaknya Amhara, dengan apa yang dikatakan pasukan Tigray pada 9-10 November, yang dibantah pihak berwenang Tigray.
Pengungsi yang melarikan diri dari konflik ke Sudan mengatakan mereka menjadi sasaran Tigray.
Pasukan Tigray menuduh pemerintah membom sebuah universitas di ibu kota Tigray, Mekelle, Kamis. Tidak ada tanggapan segera dari pemerintah, meskipun para pejabat mengatakan mereka hanya menyerang sasaran militer.
Tidak mungkin memverifikasi pernyataan di semua sisi karena saluran telepon dan sambungan internet ke Tigray telah terputus sejak konflik dimulai.
Pada Kamis, Ethiopia mengatakan pihaknya mendekati Mekelle, yang dipertahankan oleh pemberontak.
Sejak mengambil alih kekuasaan, Abiy telah membebaskan tahanan politik dan melonggarkan apa yang pernah menjadi salah satu sistem politik dan ekonomi paling represif di Afrika.
Tapi kebebasan baru juga disertai dengan kekerasan karena para penguasa daerah saling bersaing dan melawan pemerintah untuk mendapatkan kekuasaan, uang dan tanah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: