Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, bersama dengan Menteri Luar Negeri dan Sekretaris Kabinet, mendampingi Presiden Jokowi menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 (G20 Leaders’ Summit) yang diselenggarakan secara virtual pada tanggal 21 dan 22 November 2020.
Pertemuan dipimpin oleh Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud, dan dihadiri oleh para Kepala Negara/Pemerintahan negara anggota G20, negara undangan, dan wakil dari organisasi Internasional.
Sri Mulyani mengatakan, pertemuan membahas dua agenda yakni, (i) Overcoming the Pandemic and Restoring Growth and Jobs; dan (ii) Building an Inclusive, Sustainable and Resilient Future.
Dunia masih menghadapi ketidakpastian yang tinggi, di mana output global diproyeksikan turun 4,4 persen tahun ini (IMF WEO, October 2020). Pemulihan yang gradual akan terjadi di tahun 2021.
"Kerja sama multilateral sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan aksi global dalam penanganan pandemi Covid-19, dan mendorong percepatan pemulihan ekonomi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan lebih berdaya tahan (resilient)," ungkapnya dalam keterangan resminya di Jakarta, baru-baru ini.
Adapun pertemuan KTT G20 mengesahkan dokumen Leaders’ Declaration of G20 Riyadh Summit, yang merupakan hasil pembahasan isu-isu G20 melalui 2 jalur, yaitu jalur Finance Track dan jalur Sherpa Track.
"Isu-isu yang terkait kebijakan fiskal, moneter dan keuangan dibahas oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 melalui Finance Track. Sementara isu lainnya seperti energi, pembangunan, perdagangan, pariwisata, lingkungan hidup dan lain-lain, dibahas dalam Sherpa Track," cetusnya.
Sejumlah isu Finance Track yang tercantum dalam dokumen Leaders’ Declaration of G20 Riyadh Summit diantaranya terkait dengan Global Economy, Policy Response and the G20 Action Plan, Access to Opportunities and Financial Inclusion, International Financial Architecture, Infrastructure Investment, International Taxation, dan Financial Sector Issues.
Memperhatikan manfaat penundaan kewajiban utang melalui Debt Suspension Service Initiative (DSSI) dalam meningkatkan ruang fiskal bagi negara-negara miskin (low income countries / LICs) untuk menangani dampak sosial, kesehatan, dan ekonomi dari pandemi, G20 menyepakati perpanjangan implementasi DSSI sampai Juni 2021, dan akan direview kembali atas opsi perpanjangan lebih lanjut pada Spring Meeting 2021.
Berdasarkan data terkini, DSSI telah dimanfaatkan oleh 46 dari 77 negara yang eligible dengan total nilai utang yang ditunda pembayarannya senilai USD 5,7 miliar.
G20 juga menyetujui skema Common Framework for Debt Treatments beyond the DSSI (Common Framework) untuk memfasilitasi penanganan utang yang tepat waktu dan teratur, yang secara efisien menangani kerentanan utang yang sedang berlangsung untuk negara-negara yang memenuhi syarat DSSI.
"Terkait dengan isu perpajakan international, G20 mendukung OECD dalam upaya mencapai konsensus global atas isu perpajakan internasional terkait ekonomi digital. Konsensus global diharapkan dapat tercapai pada pertengahan tahun 2021, karena sangat penting bagi terciptanya keadilan bagi semua negara untuk memanfaatkan pajak dalam upaya pemulihan ekonominya," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: