Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bercermin dari MRS dengan RS UMMI, Kode Etik Kedokteran, Antara Ada dan Tiada

        Bercermin dari MRS dengan RS UMMI, Kode Etik Kedokteran, Antara Ada dan Tiada Kredit Foto: Dok. Pribadi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Heboh rumah sakit UMMI Bogor yang spesialisasinya adalah pada Ibu dan Anak, karena sikapnya yang tidak mau membuka hasil swab hal ini berkaitan dengan hasil SWAB Moh. Rizieq Shihab (MRS). Karena alasan rumah sakit berdasarkan permintaan pasien tidak boleh membuka hasil swab kaitan dengan pemeriksaan MRS atas dugaan terpapar Covid 19. 

        Karena memang sebelumnya sudah didengung-dengungkan bahwa MRS diduga terpapar Covid-19, dugaan ini tidak lepas deri aktifitas beliau di masa pademi ini. Dari catatan yang diperoleh,  sebanyak 4 kali terjadi kerumunan masa sekembalinya beliau ke Indonsia. Pertama di Bandara Soeta, Kedua Maulid Nabi di Petamburan, Jakarta Pusat kemudian di acara yang sama bilangan Tebet Jak Sel dan Terakhir di daerah puncak.

        Dari semua kegiatan yang di hadiri oleh banyak pengikutnya tanpa mengindahkan protokol kesehatan, sehingga mau tidak mau selain menimbulkan kelaster baru juga yang utama adalah pada pribadi MRS sendiri yang mau tidak mau dari rangkaian kegiatan tersebut sangat mungkin MRS terpapar Covid-19 sehingga ada banyak permintaan baik dari masyarakat maupun dari Gugus Tugas agar MRS memeriksakan diri ke RS namun tidak diindahkan, hingga kabarnya petugas yang mendatangi kediaman MRS juga ditolak dengan alasan MRS tidak sakit alias sehat.  Baca Juga: Habib Rizieq Shihab Tolak Tes Swab, Bima Arya Bertindak!

        Kemudian, beberapa hari ini heboh kalau MRS sedang di rawat di Rumah UMMI yang spesialisasinya Rumah Sakit Ibu dan Anak. Kabar terakhir dari rumah sakit MRS sedang di rawat karena kesehatan, cuma menjadi aneh kenapa di Rumah Sakit Ibu dan Anak bukan rumah sakit umum. 

        Kabar sakitnya MRS menyeruak bak meteor di malam hari, tidak kurang Walikota Bogor menyambangi rumah sakit tersebut untuk memastikan sakitnya MRS namun sia-sia karena tidak dapat data tentang apa sakitnya Tokoh Intoleran itu. Dan anehnya seperti setali tiga uang pihak rumah sakit juga menutup erat erat posisi MRS disitu. Baca Juga: Polisi Kembali Panggil Habib Rizieq, Bahas Kasus ....

        Keadaan semakin ramai manakala tiba tiba muncul berita bahwa MRS sudah tidak dirawat dirumah sakit itu lagi (kabur), karena menurut info dari RS UMMI yang bersangkutan telah meninggalkan rumah sakit seiring akan dilakukan swab test apabila RS tidak melakukan swab test dan melaporkan hasilnya kalau sudah kepada Pemkot Bogor serta gugus tugas. Namun apabila tidak di swab dan tidak melaporkannya maka swab test  akan di lakukan oleh Gugus Tugas Covid-19. 

        Dan yang menjadi lucu menurut info rumah sakit, MRS sdh di swab test, namun pihak rumah sakit tidak mau membuka hasilnya karena permintaan Pasien dalam hal ini MRS, dan oleh karenanya  rumah sakit berlindung di UU Kesehatan tentang kerahasiaan pasien.

        Menurut ketentuan berkaitan dengan kerahasiaan pasien, ada dua uu yang mengatur masalah itu demikian juga terhadap Rumah sakit dan Dokter, yaitu UU 44/2004 tentang Rumah Sakit mencantumkan hak-hak pasien, termasuk hak mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita beserta data-data medisnya. Juga hal ini sejalan dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan mengatur perihal perlindungan data pribadi seseorang. Mestinya, semakin banyak regulasi yang mengatur data pribadi memang semakin bagus namun dalam kontek di masa pademi ini tidak boleh memberlakukan peraturan perundang-undangan secara tegak lurus. 

        Karena dari ke dua Undang-Undang yang telah diuraikan diatas dan Permenkes No. 36/2012 dapat di gunakan apabila Negera dalam keadaan Normal, sedangkan sekarang seperti sama sama kita ketahui negara sedang menghadapi pademi Covid-19 yang sangat mematikan ini.

        Maka hukum dengan adanya pademi mesti ada pengecualian sesuatu yang dilarang menjadi sesuatu yang tidak dilarang, atau sesuatu yang tidak boleh menjadi boleh. 

        Barangkali telah sama sama kita maklumi bahwa pademi adalah masuk dalam ranah bencana nasional. Keadaan ini  dalam hukum di sebut force majeure atau keadaan yang memaksa. Dalam keadaan apa suatu keadaan masuk dalam force majeure, contoh : perang, gempa bumi, bencana alam, dll. 

        Dari beberapa artikel yang saya baca, Covid-19 termasuk bencana alam atau sesuatu keadaan yang memaksa atau dalam bahasa hukumnya dikenal overmacht

        Memang biasanya kata force majeure berlaku dalam hukum perjanjan dan biasanya juga hanya berlaku dalam kontrak bisnis, namun tidak sedikit yang menjewantahkan keadaan keadaan memaksa itu dalam semua sendi kehidupan. 

        Dalam masalah PHK dimasa pademi ini tidak semua aturan dapat diterapkan berkaitan apakah jumlah uang pesangon, masa kerja dll. Demikian juga pada hak berkumpul dan berserikat sebagai mana diatur dalam paaal 28 UUD 45 telah ditiadakan setelah adanya pademi Covid-19. Juga pada sektor lainnya. Demikian juga tentunya  dengan uu kesehatan maupun peraturan menteri kesehatan harus ada pengecualian terhadap aturan aturan tersebut sehingga atas dasar alasan alasan di atas tidak ada ruang untuk menutupi kondisi pasien sepanjang hal tersebut berkaitan dengan masalah riwayat Covid-19 yang derita MRS bila ada untuk dibuka ke publik, sedang pada penyakit lainnya bila diketemukan terhadap diri MRS adalah tugas rumah sakit dan dokter untuk tidak membukanya. Gampangkan!

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: