Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Telak Banget! Kepada Penyidik, Kebohongan RS UMMI dan Habib Rizieq Dibongkar Bima Arya

        Telak Banget! Kepada Penyidik, Kebohongan RS UMMI dan Habib Rizieq Dibongkar Bima Arya Kredit Foto: Dok. Front TV
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Wali Kota Bogor, Bima Arya, mengungkapkan kepada penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri terkait kronologi lengkap eks pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab dirawat di RS UMMI Bogor hingga akhirnya Satgas Covid-19 membuat laporan di Polresta Bogor.

        FPI sendiri merupakan organisasi masyarakat (ormas) yang kini sudah ditetapkan terlarang oleh pemerintah Indonesia.

        "Seluruhnya ditanyakan lagi dari pertama kali saya mendengar informasi Habib Rizieq dibawa ke Bogor sampai dengan Habib Rizieq meninggalkan Rumah Sakit UMMI itu digali lagi dan didalami lagi. Ada belasan pertanyaan tadi," ujarnya di Bareskrim, Jakarta, Senin (18/1/2021).

        Baca Juga: Kasus Habib Rizieq dan RS Ummi, Bima Arya: Saya Diperiksa Tiga Jam

        Bima Arya mengaku dimintai keterangan sebagai saksi pelapor dalam kasus dugaan menghalang-halangi penanganan wabah penyakit menular di Rumah Sakit (RS) UMMI Bogor, Jawa Barat.

        Lanjutnya, ia menjelaskan seputar pernyataan bohong dari pihak RS UMMI Bogor, yakni mengenai status medis Rizieq yang sempat positif Covid-19.

        "Terkait informasi tidak benar yang disampaikan oleh pihak rumah sakit. Jadi waktu itu Satgas ke sana untuk meminta pihak rumah sakit untuk bekerja sama dan berkoordinasi terkait dengan status Habib Rizieq. Waktu itu ada hal-hal yang disampaikan oleh pihak rumah sakit yang ternyata setelah didalami informasi tersebut tidak benar," bebernya.

        Diketahui sebelumnya, Habib Rizieq menjalani tes swab di RS UMMI yang dilakukan oleh tim dari MER-C secara diam-diam pada 25 November 2020. Terkait itu, pihak RS UMMI menyatakan Rizieq tidak terpapar Covid-19.

        "Satgas baru menerima laporan kondisi Habib Rizieq positif itu per 16 Desember. Sedangkan Habib Rizieq itu di RS UMMI itu tanggal 25 November. Harusnya real time atau langsung," cetusnya.

        Baca Juga: Ulah Habib Rizieq Jadi Digarap Bareskrim, Bima Arya Ancam Buka-bukaan, Siap-Siap Yah!

        Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan tiga tersangka, yakni Rizieq Shihab, Direktur Utama RS UMMI dr Andi Tatat dan menantu Rizieq, Muhammad Hanif Alatas. Ketiga tersangka dikenakan pasal berlapis terkait kasus dugaan menutupi hasil pemeriksaan swab test Covid-19 pada Habib Rizieq.

        "Pasal 14 ayat 1 dan 2 Undang-Undang 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit. Hasil dalam lidik sidik konstruksi pasal ditambahkan Pasal 216 KUHP, Pasal 14 dan 15 UU 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana," kata Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Polisi Andi Rian Djajadi.

        Baca Juga: 3 Kasus Seret Rizieq Shihab ke Bui

        Pasal 14 Ayat 1 berbunyi, barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam undang-undang ini diancam dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta.

        Kemudian, Pasal 14 ayat 2 bunyinya, barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya enam bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp500 ribu.

        Sementara untuk Pasal 216 KUHP Ayat (1) berbunyi, barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp9.000.

        Kemudian, Pasal 14 Ayat 1 UU 1 Tahun 1956 berbunyi barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun; ayat 2-nya berbunyi, barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.

        Lalu, untuk Pasal 15-nya berbunyi barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun. Atas hal ini, ketiganya terancam hukuman maksimal sepuluh tahun penjara.

        "Yang pasti penyidik sudah memiliki minimal dua alat bukti dalam menetapkan ketiganya menjadi tersangka," kata dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: