Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gak Lama Biden Naik Jadi Presiden, Kasus Hambali Dibuka Lagi Usai 18 Tahun Terbengkalai

        Gak Lama Biden Naik Jadi Presiden, Kasus Hambali Dibuka Lagi Usai 18 Tahun Terbengkalai Kredit Foto: AP Photo/Alex Brandon
        Warta Ekonomi, Washington -

        Setelah hampir 18 tahun dipenjara, tiga pria yang diduga terlibat dalam pemboman di Bali pada 2002 dan Jakarta 2003 menghadapi dakwaan resmi di pengadilan Amerika Serikat (AS). Mereka adalah warga negara Indonesia (WNI), Riduan Isamuddin alias Hambali dan dua warga negara Malaysia.

        Menurut pernyataan Pentagon hari ini (22/1/2021), militer AS telah mengajukan dakwaan ke pengadilan militer.

        Baca Juga: Pak Sigit, Perburuan Teroris di Poso Tak Kunjung Usai Tuh!

        Langkah Pentagon ini diambil setelah Joe Biden resmi memulai tugasnya sebagai presiden AS.

        Hambali dikenal sebagai salah satu pimpinan kelompok Jemaah Islamiyah (JI). Dua warga negara Malaysia yang juga didakwa militer AS adalah Mohammed Nazir Lep dan Mohammed Farik Amin. Keduanya merupakan pengkut Hambali dan telah menerima pelatihan di bawah komando al-Qaeda.

        Laporan AFP mengatakan ketiganya menghadapi berbagai dakwaan termasuk konspirasi, pembunuhan dan keterlibatan dalam kelompok teroris.

        Sekadar diketahui, Hambali, Nazir dan Farik ditangkap di Thailand. Mereka kemudian ditahan selama lebih dari 14 tahun di Teluk Guantanamo, Kuba.

        Mereka dituduh membom sebuah kelab malam di Bali yang menewaskan 202 orang pada 12 Oktober 2002.

        Mereka juga didakwa melakukan serangan bom di Hotel JW Mariot Jakarta pada tanggal 5 Agustus 2003. Serangan tersebut mengakibatkan 12 orang tewas dan puluhan luka-luka.

        Tidak jelas mengapa AS butuh waktu lama sebelum pengadilan militer AS di Guantanamo mengumumkan dakwaan itu.

        Pada tahun 2016 Hambali mencoba untuk mendapatkan pembebasan dari kamp penahanan militer AS tetapi ditolak karena jaksa berpendapat dia masih merupakan "ancaman signifikan bagi keamanan AS".

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: