Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ancang-ancang Infrastuktur dan Adopsi Kendaraaan Listrik

        Ancang-ancang Infrastuktur dan Adopsi Kendaraaan Listrik Kredit Foto: Pertamina
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        PT PLN (Persero) sudah sibuk menyiapkan ekosistem hingga infrastruktur Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) sejak dua tahun lalu, setelah diterbitkannya Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) untuk Transportasi Jalan. Rencananya tidak main-main, Indonesia ingin jadi raja baterai dan mobil listrik se-Asean!

        Perusahaan pelat merah tersebut hingga kini telah membangun 32 titik stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang tersebar di 12 kota dan 22 lokasi, antara lain di kantor-kantor PLN dan beberapa lokasi pusat keramaian seperti pusat perbelanjaan. Ada pula 33 titik Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) yang tersebar di 33 lokasi di tiga kota, yaitu Banten, Bandung, dan Bali.

        "Kami diminta memastikan ketersediaan suplai listrik melalui pengembangan pembangkit 35 GW. Dari situ, kita akan memiliki electricity supply yang digunakan untuk battery charging station," ucap Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini di kegiatan BUMN Media Talk "EV Battery: Masa Depan Ekonomi Indonesia" yang digelar secara virtual, Selasa (2/2/2021). Targetnya, bakal ada 190 SPKLU tahun ini.

        Baca Juga: Pertamina Siap Produksi Baterai Sepeda Motor Listrik

        Sementara itu, Direktur Mega Project PLN M Ikhsan Asaad membeberkan PLN sudah menyusun peta jalan pengembangan SPKLU. Targetnya, jumlah kumulatif SPKLU beserta estimasi KBLBB pada 2031 mencapai 31.866 SPKLU yang melayani 327.681 kendaraan bermotor listrik.

        Perusahaan juga sudah merancang peta jalan pengembangan SPBKLU. Proyeksinya, pada 2030 ada 4,6 juta kendaraan listrik R2 di Indonesia. Dengan asumsi, 50 persen KBLBB R2 adalah battery swap user, dengan target kebutuhan 2,1 juta battery pack dan 67.000 battery cabinet pada tahun 2030 dalam ekosistem SPBKLU.

        Ikhsan bilang, "paling utama, PLN memastikan ketersediaan pasokan listrik di seluruh Indonesia saat ini cukup. Hal ini tidak lepas dari pengembangan pembangkit melalui program 35 gigawatt (GW)."

        Selain SPKLU dan SPBKLU, BUMN setrum ini bakal menyiapkan infrastruktur pengecasan untuk di rumah pelanggan beserta stimulus penggunaan listriknya. Pasalnya, Ikhsan menilai komposisi pengecasan kendaraan listrik akan lebih banyak dilakukan di rumah.

        "PLN akan segera me-launching produk layanan Home Charging dan SPKLU sebagai stimulus percepatan penggunaan KBLBB di Indonesia," ucap Ikhsan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Senin (1/2/2020) lalu.

        Untuk pelanggan Home Charging, PLN akan memberikan beberapa insentif stimulus biaya penyambungan untuk tambah daya. Insentif diskon tarif tenaga listrik juga akan diberikan pada pukul 22.00–05.00 (tujuh jam) bagi pelanggan yang Home Charging-nya terkoneksi dengan PLN.

        Sementara bagi pemilik instalasi listrik privat dan Badan Usaha SPKLU/SPBKLU, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2020, akan ada penetapan parameter atau insentif khusus, yakni:

        • Penetapan tarif curah bagi pemilik instalasi listrik privat untuk angkutan umum, Badan Usaha SPKLU, dan Badan Usaha SPBKLU;

        • Penetapan faktor pengali sebesar 1,5 bagi pemilik KBL yang mengisi daya di SPKLU PLN;

        • Pembebasan rekening minimum selama dua tahun pertama sejak pendaftaran ID pelanggan SPKLU atau SPBKLU pemegang IUPTL penjualan dan pemilik instalasi listrik privat;

        • Keringanan biaya penyambungan tambah daya atau pasang baru bagi SPKLU atau SPBKLU pemegang IUPTL Penjualan dan pemilik instalasi listrik privat;

        • Keringanan jaminan langganan tenaga listrik bagi SPKLU atau SPBKLU pemegang IUPTL penjualan dan pemilik instalasi listrik privat.

        Dukungan ekosistem KBLBB di Tanah Air pun makin diwujudkan dengan peluncuran aplikasi Charge.IN oleh perusahaan setrum tersebut baru-baru ini. Dengan Charge.IN, pemilik KBLBB bisa mengontrol dan memantau pengisian baterai mobil atau motor listrik di stasiun-stasiun pengisian atau SPKLU.

        Dijelaskan Dirjen Gatrik Kementerian ESDM, Rida Mulyana, sesuai ketentuan Perpres dan Permen ESDM, PLN mendapat penugasan sebagai ujung tombak penyediaan infrastruktur pengisian KBLBB dengan rencana penambahan hingga 24.720 unit SPKLU untuk 10 tahun ke depan.

        "Aplikasi ini dapat menunjukkan lokasi SPKLU maupun besaran pengisian daya. Hal ini tentu saja kami apresiasi sebagai terobosan untuk memudahkan masyarakat segera beralih menggunakan KBLBB," kata Rida, (29/1/2021).

        Tidak hanya itu, PLN bersinergi bersama Antam, Mind Id, dan Pertamina akan mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia dengan membangun Indonesia Battery Corporation. Langkah-langkah tersebut merupakan upaya PLN untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik yang ramah lingkungan di Indonesia.

        Indonesia Battery Corporation

        Indonesia Battery Corporation (IBC) ditargetkan bakal terbentuk pada tahun ini, kuartal pertama 2021. Holding yang terdiri dari PLN, Antam, Mind Id, dan Pertamina ini akan mengelola industri baterai kendaraan listrik dari hulu hingga hilir.

        Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury menjelaskan Antam dan Mind Id akan bertanggung jawab di sektor hulu, penambangan. Tugasnya memproses bahan baterai seperti nikel dan aluminium menjadi sulfat. Sementara PLN dan Pertamina fokus di sektor hilir; membentuk baterai, mendistribusikannya, dan membuat penyimpanan di tingkat rumah tangga.

        "Jangka waktunya, kami berharap pembentukan IBC sebagai holding-nya bisa dibentuk di semester I tahun ini, mudah-mudahan sudah bisa berdiri," beber Pahala saat webinar EV Battery: Masa Depan Ekonomi Indonesia.

        Baca Juga: The Big Four, Holding BUMN Ambisi Kuasai Pasar Baterai Kendaraan Listrik

        Kementerian BUMN tengah berdiskusi dengan sejumlah calon mitra atau investor yang akan bergabung dalam proyek tersebut. Diakui Pahala, pihaknya membuka kesempatan untuk bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan global dari China, Korea, AS, atau dari negara-negara Eropa.

        Kriterianya termasuk punya jejak global dalam industri baterai kendaraan listrik, punya rencana ekspansi bisnis, punya kekuatan finansial dan investasi di bidang baterai, punya reputasi merek yang baik, dan punya hubungan dengan perusahaan original equipment manufacturer (OEM).

        Saat ini holding IBC tengah menjajaki kemitraan dengan setidaknya tiga perusahaan; CATL China, LG Chem Korsel, dan Tesla dari AS.

        Pahala bilang Indonesia punya posisi yang kuat untuk membangun sebuah industri baterai yang terintegrasi karena memiliki cadangan nikel nomor satu di dunia saat ini. Nikel merupakan bahan baku untuk memproduksi baterai kendaraan listrik. Sumber daya mineral ini bakal memiliki nilai tambah lebih besar bagi Indonesia jika diolah menjadi baterai.

        Potensi dampak PDB ke Indonesia bisa mencapai hingga US$25 miliar atau sekitar Rp350 triliun (kurs Rp14.000) dan penyerapan tenaga kerja sekitar 23 ribu orang dari pengembangan industri ini dengan peningkatan neraca pergadangan sekitar US$9 miliar atau Rp126 miliar (kurs Rp14.000). Tapi, hanya bisa terjadi jika bekerja sama dengan perusahaan yang memiliki teknologi. "Tanpa kemitraan belum tentu semua dari apa yang dihasilkan dari nikel bisa digunakan di Indonesia."

        Komisaris Utama Mind Id Agus Tjahajana Wirakusumah mengungkapkan negosisasi dengan Tesla masih berlangsung hingga kini. Dia bilang pihaknya masih mempelajari apa yang diinginkan Tesla. Kemungkinan besar Tesla bakal masuk ke sistem penyimpanan energi atau energy storage system (ESS).

        "Dari pembicaraan kemarin, mereka sepertinya mau masuk ke ESS," terang Ketua Tim Percepatan Pengembangan Proyek Electric Vechile Battery Nasional.

        Sementara LG Chem meminta ketersediaan bahan baku, khususnya nikel, bisa terjamin demi kelangsungan bisnis. Sehingga investasi mereka di Indonesia tidak berakhir sia-sia. "Ini sesuatu yang wajar karena takutnya dalam 10 tahun, 20 tahun akan habis bahan bakunya," jelasnya.

        Terkait pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik terintergrasi dari hulu hingga hilir, Agus sampaikan nilai investasinya mencapai US$13-17 miliar atau Rp182-238 triliun (kurs Rp14.000) dengan risiko yang tinggi serta pasar yang bergantung pada OEM.

        "Teknologi baterai yang dipakai masih bergantung pada pemain global baterai dan secara off taker," ujarnya. Sementara Indonesia belum memiliki pengalaman yang memadai dalam membangun industri baterai kendaraan listrik.

        Agus sebelumnya berkata bahwa holding IBC ini berambisi menjadi pemain global material hulu baterai dengan nikel sulfat pada 2025. "Kami berambisi menjadi produsen nikel sulfat global dengan produksi tahunan 50 ribu hingga 100 ribu ton untuk melayani ekspor global dan permintaan lokal," kata dia dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR (1/2/2021).

        Selain itu, IBC juga berambisi menjadi pemain material antara (katoda) baterai dengan target produksi prekursor sampai katoda sebesar 120-240 ribu ton per tahun untuk ekspor dan industri lokal.

        Adopsi Kendaraan Listrik

        Efisiensi biaya menjadi salah satu alasan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memutuskan untuk mengalihkan kendaraan operasional kedinasan ke mobil listrik. Dengan mobil listrik, Pemprov Jabar mengklaim bisa menghemat pengeluaran anggaran biaya BBM hingga satu per limanya.

        Kendaraan operasional kedinasan Gubernur dan Wagub Jabar telah beralih ke mobil listrik sejak pekan pertama Januari 2021. Keduanya menggunakan Ioniq dan Kona besutan Hyundai.

        Sebelumnya, di akhir Oktober 2020 silam, saat kunjungan kerja ke Garut, Kang Emil—sapaan karibnya—telah melakukan test drive mobil listrik.

        "Penghematan biaya dengan mobil listrik luar biasa. Untuk 300 kilometer menggunakan BBM bisa Rp300 ribu, tapi dengan kendaraan listrik cukup sekitar Rp50 ribuan kalau dikonversi ke biaya," ujarnya kepada Warta Ekonomi usai menghadiri soft launching alun-alun Paamprokan, Desa Wonoharjo, Kabupaten Pangandaran (23/1/2021).

        Baca Juga: Klaim yang Pertama, Ridwan Kamil Buka-bukaan Soal Kendaraan Dinas Mobil Listrik

        Menurutnya, dengan berbagai keunggulan tersebut, Pemprov Jabar secara bertahap bakal mengalihkan seluruh kendaraan dinas menjadi mobil listrik. "Bahkan ke depan tidak hanya mobil, tetapi sepeda motor operasional kedinasan juga akan beralih ke sepeda motor listrik," imbuhnya.

        Bagi PT Blue Bird Tbk sendiri sebagai perusahaan pertama yang menggunakan mobil listrik di Indonesia, mobil listrik secara operasional terbukti tangguh untuk dioperasikan sebagai armada taksinya.

        Dari segi efisiensi operasional dan pemeliharaan, mobil listrik dinilai Direktur PT Blue Bird Tbk Adrianto Djokosoetono lebih efisien dibandingkan mobil konvensional.

        "Sejauh ini kami puas dengan performa dari kendaraan listrik, baik dari sisi operasional hingga faktor keamanan dan kenyamanan yang diberikan kepada konsumen," bebernya kepada Warta Ekonomi belum lama ini.

        PT Blue Bird Tbk sudah menggunakan mobil listrik sejak April 2019 silam sebagai armada taksniya. Adrianto sendiri tak mengelak harga per unit mobil listrik yang digunakan perusahaannya terbilang mahal dibandingkan mobil konvensional. Namun, ia mengklaim tren harga mobil listrik akan menurun seiring dengan harga baterai yang semakin murah.

        Sejak awal, imbuh Adrianto, tujuan utama dari pengoperasian taksi listrik Blue Bird Group ialah untuk meningkatkan kualitas layanan dan kenyamanan, serta memberikan manfaat dan nilai tambah bagi konsumen. Karenanya, Blue Bird Group mengaku belum menempatkan proyek kendaraan listrik sebagai faktor pemasukan pendapatan perusahaan, termasuk di tengah kondisi pandemi sekarang ini.

        Terkait rencana untuk mengoperasikan 10 ribu unit kendaraan listrik di 2025, Adrianto bilang bakal merencanakan ulang target tersebut lantaran saat ini kondisi bisnis sedang tidak menentu akibat pandemi COVID-19. Namun, diakuinya, Blue Bird bertekad kuat dalam proyek kendaraan listrik ini dan menempatkannya sebagai komitmen jangka panjang.

        "Tentunya kami berharap jumlah dari kendaraan listrik Blue Bird Group akan bertambah dalam melayani konsumen. Ini guna memastikan kemajuan berkelanjutan dari proyek kendaraan listrik Blue Bird Group," tandasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rosmayanti
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: