Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memberikan tanggapan atas pelaporan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dengan tuduhan tokoh radikal.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengatakan bahwa tuduhan itu jelas tidak berdasar dan salah alamat.
"Saya mengenal dekat Pak Din sebagai seorang yang sangat aktif mendorong moderasi beragama, dan kerukunan intern dan antarumat beragama baik di dalam maupun luar negeri. Pak Din adalah tokoh yang menggagas konsep Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi WA Syahadah di PP Muhammadiyah sampai akhirnya menjadi keputusan resmi Muktamar Muhammadiyah ke 47 di Makassar," ujar Abdul Mu'ti, Jumat (12/2/2021).
Baca Juga: Pendiri Partai Demokrat Bandingkan Dua Sosok Kakak Beradik, Mas Ibas Lebih...
Semasa menjadi utusan khusus Presiden untuk dialog dan kerjasama antaragama dan peradaban, kata Mu'ti, Din Syamsuddin juga yang memprakarsai dan menyelenggarakan pertemuan ulama dunia di Bogor. Pertemuan tersebut melahirkan Bogor Message yang berisi tentang Wasatiyah Islam, Islam yang moderat. Bogor Message adalah salah satu dokumen dunia yang disejajarkan dengan Amman Message dan Common Word.
"Pak Din adalah moderator Asian Conference of Religion for Peace (ACRP), dan co-president of World Religion for Peace (WCRP). Tentu masih banyak lagi peran penting Pak Din dalam forum dialog antar iman. Jadi sangatlah keliru menilai Pak Din sebagai seorang yang radikal," tuturnya.
Sebagai akademisi dan ASN, kata Mu'ti, Din Syamsuddin adalah seorang guru besar politik Islam yang terkemuka. Di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta, Din Syamsudin adalah satu-satunya guru besar Hubungan Internasional.
"Secara akademik, FISIP UIN sangat memerlukan sosok Pak Din. Saya tahu persis, di tengah kesibukan di luar kampus, Pak Din masih aktif mengajar, membimbing mahasiswa, dan menguji tesis atau disertasi," paparnya.
Menurut Mu'ti, bahwa Din Syamsuddin banyak melontarkan kritik, hal itu adalah bagian dari panggilan iman, keilmuan, dan tanggung jawab kebangsaan.
"Kritik adalah hal yang sangat wajar dalam alam demokrasi dan diperlukan dalam penyelenggaraan negara. Jadi semua pihak hendaknya tidak anti kritik yang konstruktif," tuturnya.
Dalam situasi negara yang sarat dengan masalah, kata Mu'ti, sebaiknya semua pihak berpikir dan bekerja serius mengurus dan menyelesaikan berbagai problematika kehidupan. Semua pihak hendaknya tidak sesak dada terhadap kritik yang dimaksudkan untuk kemaslahatan bersama.
"Saatnya semua elemen bangsa bersatu dan saling bekerjasama dengan menyingkirkan semua bentuk kebencian golongan, dan membawa masalah privat ke ranah publik," kata Mu'ti.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: