Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        CIPS: Literasi Digital Jauhkan Siswa Dari Hoaks, Misinformasi, dan Sisi Gelap Internet

        CIPS: Literasi Digital Jauhkan Siswa Dari Hoaks, Misinformasi, dan Sisi Gelap Internet Kredit Foto: Antara/Ardiansyah
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza mengatakan, peningkatan literasi digital pada siswa perlu didukung adanya keterampilan berpikir kritis. Berpikir kritis adalah kemampuan berpikir, menganalisis, dan mengevaluasi, dan mengambil keputusan dari informasi yang sudah didapatkan.

        Dalam kaitannya dengan literasi digital, kemampuan ini penting untuk mengolah informasi yang telah didapat secara daring.

        Baca Juga: CIPS: Digitalisasi Pelaku Usaha Kecil Bisa Tekan Angka Kemiskinan

        Salah satu faktor yang berkontribusi pada rendahnya level literasi di Indonesia adalah rendahnya penekanan pada keterampilan berpikir kritis pada kurikulum sekolah.

        Kurikulum 2013 memang memandatkan implementasi kemampuan berpikir tingkat tinggi atau High Order Thinking Skills (HOTS). Akan tetapi, kenyataanya, HOTS belum terintegrasi dengan baik dalam pembelajaran di sekolah maupun dalam skema pelatihan guru.

        “Rendahnya literasi menjadi faktor penting yang menyebabkan rentannya masyarakat terhadap hoaks dan misinformasi maupun sisi-sisi gelap internet seperti fenomena cyberbullying, predator seksual, maupun penipuan online. Pemerintah perlu meneruskan upaya yang terstruktur untuk meningkatkan konektivitas antar daerah di Indonesia untuk memperkecil kesenjangan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini akan membantu banyak hal, tidak hanya pendidikan, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat,” terang Nadia dalam siaran pers, Selasa (23/2/2021).

        Literasi digital dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menavigasi informasi secara tepat dimana akses komunikasi dan informasi semakin banyak diperoleh melalui teknologi digital, seperti platform internet atau media sosial.

        Nadia menambahkan, sangat penting bagi pemerintah untuk mengembangkan kurikulum literasi digital praktis, terutama konten pembelajaran TIK, bagi siswa. Keterampilan langsung ini akan membantu siswa memproses dan memverifikasi informasi yang didapat melalui sumber digital, sehingga membantu mereka memahami materi sekolah dengan lebih baik dan menjadi pengambil keputusan yang lebih baik dalam hidup.

        Dalam konteks pandemi COVID-19 ini, sangat penting bagi setiap orang untuk dapat mendapatkan informasi yang baik dari sumber yang dapat dipercaya. Keterampilan literasi digital akan mengurangi misinformasi dan membantu kebijakan pengendalian pandemi.

        Sayangnya, kemampuan literasi digital memang belum terlalu diperhatikan dalam kurikulum nasional saat ini. Pelajaran TIK memang diwajibkan dalam dalam kurikulum 2013, terutama untuk tingkatan SMP dan SMA, akan tetapi konten pembelajaran masih terbatas pada kemampuan menggunakan perangkat komputer dan aplikasi-aplikasi di dalamnya tanpa menitikberatkan bagaimana cara memproses dan menggunakan informasi yang didapat dari berbagai sumber digital secara kritis.

        Di sisi lain, kurangnya meratanya akses internet di berbagai wilayah di Indonesia dan keragaman kondisi sosial ekonomi di berbagai daerah merupakan kendala struktural yang menghambat peningkatan literasi digital. Pada saat ini, akses internet masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Selain itu, faktor keterjangkauan gadget dan kuota internet juga mempersulit akses bagi siswa yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah.

        Untuk meningkatkan literasi digital, perlu adanya usaha pemerintah untuk meningkatkan akses internet terutama untuk daerah rural Indonesia dan masyarakat menengah ke bawah. Di sisi lain, konten pembelajaran TIK dapat direvisi agar lebih relevan dengan tuntutan masa kini yang memerlukan adanya kemampuan mengevaluasi informasi yang didapat dari sumber-sumber digital. Selain itu, kebiasaan berpikir kritis harus dikembangkan sejak di bangku sekolah masyarakat Indonesia dapat menjadi masyarakat digital yang bertanggung jawab.

        Berdasarkan survei dari Kementerian Kominfo dan Katadata, indeks literasi digital nasional ada di angka 3,47 di skala 4. Survei ini memperlihatkan bahwa level literasi digital Indonesia masih berada di tingkat yang belum memuaskan. Tidak hanya kemampuan menggunakan perangkat digital, literasi digital adalah kemampuan memproses dan mengevaluasi informasi yang didapat dari sumber-sumber digital secara kritis dan bertanggung jawab. Literasi digital merupakan salah satu aspek dari payung besar kemampuan literasi. Jika dilihat dari sisi pendidikan, literasi anak Indonesia juga belum mencapai tingkat yang memuaskan.

        Berdasarkan skor literasi Programme for International Students Assessment (PISA), Indonesia berada di peringkat 71 dari 79 negara. Lebih lanjut, hanya 30% peserta didik yang mengikuti tes yang berada di maupun di atas level 2 dalam kemampuan membaca dibandingkan dengan 77% peserta didik dari negara-negara OECD.

        Selain itu, berdasarkan Survey of Adult Skills yang diselenggarakan tahun 2016, 70% orang dewasa Indonesia berada di maupun di bawah level 1 di literasi. Dua survei ini memperlihatkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia masih mengalami kesulitan dalam memahami informasi secara kritis yang terdapat di dalam teks yang panjang dan kompleks.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: