Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, mengatakan bahwa pihaknya sangat mengapresiasi terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berisi penghapusan limbah padat Spent Bleached Earth (SBE) dari daftar B3 menjadi non-B3.
Perlu diketahui, SBE berasal dari bleaching earth berupa material non-B3 dan minyak sawit yang juga ditemukan pada minyak nabati lain yang dimurnikan. Pada kelapa sawit, SBE dihasilkan dari proses penyulingan minyak sawit dalam industri minyak goreng atau oleochemical. Sahat memaparkan, dalam satu ton sawit dapat dihasilkan sekitar 15 kg SBE.
Baca Juga: Solusi Pemanfaatan Kelapa Sawit Replanting di Sumatera Selatan
"Di Malaysia, SBE ini diolah dengan proses solvent extraction dan hasilnya disebut product. Untuk produk padat disebut De-OBE dan cair disebut R-Oil, yang bernilai tinggi di Eropa; harganya di atas CPO," ungkap Sahat dalam webinar Lets Talk About Palm Oil, Kamis (18/3/2021).
R-Oil dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel dan oleokimia, sedangkan De-OBE dapat digunakan sebagai pengganti pasir, bahan pupuk dengan kandungan micronutrient SiO yang tinggi, pelapis dasar jalan raya, bahan baku keramik, re-use bahan baku bleaching earth, serta bahan baku semen (masih mengandung silika dan aluminium).
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan, Kementerian Perindustrian, Emil Satria, mengatakan jika pihaknya sepakat bahwa SBE dapat digunakan sebagai bahan urukan tanah, filler atau compactor zat pembenah tanah atau amelioran, batu bata merah, hingga campuran semen Pozzolan, dan sebagainya.
"Kemenperin pun memandang bahwa SBE yang telah diolah seperti De-OBE berpotensi digunakan untuk bahan alternatif infrastruktur, tentunya setelah memenuhi spesifikasi teknis antara lain kandungan minyak sisa, impurities minimal, dan lainnya," ujar Emil.
Di Indonesia, terdapat 92 refinery CPO sehingga untuk mengolah SBE perlu dibangun 20 pabrik solvent extraction di sembilan zona produksi dengan investasi Rp1,5-Rp1,8 triliun. Biaya refining CPO menjadi RBDPO dengan adanya pabrik solvent extraction tersebut akan menurun 2 persen (sekitar Rp4.974/ton RBDPO). Pabrik solvent extraction ini hanya mengambil R-Oil saja, sedangkan De-OBE yang dihasilkan bisa diserahkan kepada UMKM sekitar pabrik untuk membuat Cellular Lightweight Concrete dan bata ringan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum