Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Soal UU No 2/2020 tentang Penanganan Pandemi, Pengamat Ingatkan Penegak Hukum

        Soal UU No 2/2020 tentang Penanganan Pandemi, Pengamat Ingatkan Penegak Hukum Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pakar dan praktisi hukum Miartiko Gea mengingatkan para penegak hukum untuk benar-benar mencermati Perppu no 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona (Covid-19), yang telah ditetapkan sebagai Undang-undang no 2 tahun 2020.

        Ia meminta para penegak hukum mempelajari dengan cermat Pasal 27 ayat 1 , 2 dan 3 nya.

        Dalam keterangan yang diterima, Rabu (5/5/2021), ia mewanti-wanti penegak hukum untuk tidak meluputkan hal-hal sangat penting yang mendasari dan menjiwai turunnya Perppu dan Undang-undang tersebut.  Baca Juga: Soal UU 2/2020, Pengamat: Cara Jokowi Atasi Pandemi Covid-19 di Indonesia

        “Pada pasal dan ayat tersebut dikatakan bahwa biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis,” kata dia. Baca Juga: Pakar: Dengan Pemberlakuan UU 2/2020, Pemerintah Bisa Selamatkan Kesehatan dan...

        “Jelas pula dikatakan bahwa hal itu bukan merupakan kerugian negara.” sambungnya.

        Karena itu, kata Miartiko, dengan ruh kebijakan tersebut, yakni mengurangi sebanyak mungkin dampak akibat terjadinya pandemi Covid-19, serta agar para pelaksana memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan atau sasarannya (doelmatigheid) daripada sesuai dengan hukum yang berlaku (rechtmatigheid), para pelaksana tidak dapat dituntut. 

        “Coba kita lihat Perppu No. 1/2020 pada Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi “Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Miartiko.

        Menurut dia, jelas bahwa pasal tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa para pejabat pengambil kebijakan pengadaan barang dan jasa sampai pada pejabat pelaksana pengadaan tidak dapat dituntut secara perdata dan pidana jika memiliki itikad baik, antara lain tidak menerima suap dan kick back dari proses pengadaan tersebut.

        “Bahkan perlindungan terhadap pejabat pada Perppu No. 1 tahun 2020 diperkuat dengan pasal 27 ayat 3-nya yang menegaskan tidak dapat juga digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara," kata dia. 

        Miartiko bahkan emnjelaskan lebih detil. Menurut dia, jika ada suatu kasus pengadaan barang yang dilakukan dalam kondisi darurat seperti saat ini, dengan harga tinggi dan di atas harga yang berlaku sebelum pandemi, hal itu pun merupakan kewajaran dalam kondisi kedaruratan.

        “Kalau menunggu harga normal baru melakukan pengadaan, artinya korban akan jatuh bergelimpangan. Karena itu, agar tidak terjadi, harus segera dilakukan pengadaan secepatnya. Inilah esensi dari dikeluarkannya Perppu no. 1 Tahun 2020 dan UU no 2 tahun 2020,” kata dia. “Itu sangat selaras dengan adagium hukum, Salus Populi Suprema Lex Esto, atau keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.”

        Ia mencontohkan harga masker, sebelum dan sesudah pandemi. Jika sebelum pandemi hanya berharga Rp 35 ribu per kotak, lalu manakala pandemi harganya melangit hingga mencapai Rp 500 ribu per kotak. “Bahkan saat mulai mereda pun harga untuk merek ternama tersebut hanya turun sampai Rp 150 ribu, masih jauh di atas harga normal sebelum pandemi,” kata dia. 

        Artinya, jika Perppu No. 1/2020 dan UU no 2/2020 tidak diterbitkan, maka tidak ada pejabat yang berani membeli masker, walaupun benda itu termasuk barang yang amat vital dalam kondisi kedaruratan, karena dikhawatirkan dianggap terlalu mahal  dan bisa diasumsikan terjadi korupsi atau mark-up harga.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: