Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Hal-hal yang Harus Dipahami dari KIPI Vaksin Covid-19

        Hal-hal yang Harus Dipahami dari KIPI Vaksin Covid-19 Kredit Foto: Antara/Adiwinata Solihin
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Hindra Irawan Satari menjelaskan KIPI merupakan proses alamiah yang akan terjadi pada tubuh manusia jika dimasuki benda asing. Jadi, menurutnya, terjadinya KIPI merupakan suatu hal yang normal.

        "Suatu tindakan medis pasti memiliki risiko medis," jelas Hindra dalam video diskusi virtual, Selasa (24/5/2021).

        Baca Juga: Begini Nasib Vaksin AstraZeneca Batch CTMAV547

        Gejala yang harus diperhatikan setelah divaksin adalah sakit kepala yang hebat, penglihatan kabur, sesak napas, sakit perut, hingga pembengkakan tungkai. Jika terjadi hal-hal tersebut, masyarakat diharapkan segera melapor agar dapat ditangani lebih lanjut untuk menghindari kejadian yang fatal.

        Lebih lanjut Hindra menjelaskan mekanisme alamiah tubuh manusia memicu sistem kekebalan yang membutuhkan suhu tertentu serta terjadi ketika tubuh sedang beristirahat. Hal itu karena sistem imun bekerja paling optimal ketika manusia tidur. Menurut Hindra, hal-hal tersebut menjadi indikator yang menunjukkan vaksin bekerja karena ada komponen aktif dan tubuh memberikan reaksi.

        "Dan itu belaku selama satu sampai dua hari, untuk dilihat apakah sembuh dengan sendirinya atau butuh pengobatan," ungkapnya.

        Ketua Komisi Daerah PP KIPI DKI Jakarta Ellen Sianipar menanggapi kejadian KIPI serius memang ada, namun setelah dikaji beberapa kejadian tersebut coinsident atau disebabkan penyakit lain yang sudah ada.

        "Jadi bukan karena vaksin tapi karena penyakit lain yang sudah atau kemudian diderita. Sampai sekarang KIPI serius yang berhubungan langsung dengan vaksin itu tidak ada," kata Ellen.

        Menurut Ellen, kejadian KIPI serius umumnya terjadi karena beberapa pasien yang menyembunyikan riwayat penyakit mereka. KIPI serius di Indonesia kurang dari satu persen dari total pendistribusian vaksin yang telah dilakukan, beberapa di antaranya terjadi pada pasien yang tidak terbuka mengenai riwayat penyakitnya.

        Oleh karena itu, Ellen sangat berharap masyarakat dapat lebih jujur mengenai riwayat penyakit mereka agar terhindar dari kejadian yang tidak diinginkan.

        Pakar imunisasi Elizabeth Jane Soepardi mengamini pernyataan Ellen. Dia mengatakan kejujuran masyarakat akan sangat membantu proses vaksinasi dan membuat vaksin menjadi efektif. Karena jika orang yang sedang sakit divaksin, antibodi tidak akan terbentuk sehingga vaksin menjadi mubazir.

        "Belum lagi kalau orang jatuh sakit lalu diduga karena vaksin. Itu akan semakin memperlama program karena vaksin jadi harus diuji dulu dan sebagainya," tutur Elizabeth.

        Elizabeth mengingatkan kepada masyarakat bahwa vaksin merupakan metode yang paling ampuh untuk menekan angka penyebaran Covid-19. Hal ini dibuktikan dengan turunnya angka penyebaran Covid-19 setelah vaksin mulai didistribusikan di berbagai belahan dunia.

        Pengamat imunisasi itu juga mengingatkan bahwa virus akan memakan sel-sel yang ada di tubuh ketika dia menginfeksi manusia. Ketika sudah tidak ada sel yang bisa dirusak, virus akan keluar untuk mencari tubuh lain. Jika virus tidak berhasil menemukan tubuh lain maka virus akan mati dengan sendirinya.

        "Jadi virus akan mati jika kita tidak mendekatkan diri ke virus," ujarnya.

        Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk segera divaksin. Vaksin yang masuk ke Indonesia sudah melalui uji klinis fase satu sampai tiga. Jika masyarakat bingung harus memilih vaksin yang mana, Hindra menegaskan, "Vaksin yang terbaik adalah vaksin yang ada disekitar kita ketika kita akan divaksin."

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Imamatul Silfia
        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: