Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Covid Meledak di Malaysia, Bukan Nakut-nakutin Kasus Covid di RI Gak Kalah Serem, Hati-hati!

        Covid Meledak di Malaysia, Bukan Nakut-nakutin Kasus Covid di RI Gak Kalah Serem, Hati-hati! Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Alarm tanda bahaya Covid dari salah satu negara tetangga terdekat, Malaysia makin berbunyi nyaring.

        Setelah mencetak rekor kasus baru selama 4 hari berturut-turut, hari ini kasus harian di Malaysia meledak hingga 8.290. Tertinggi sejak Covid terdeteksi di negara tersebut. Adakah ini menjadi pengingat yang lebih serius lagi, bagi situasi Covid di Tanah Air?

        Apalagi, belakangan juga sudah banyak terdeteksi varian India, yang disebut lebih mudah menular. Setelah varian Inggris, Brazil, dan Afrika Selatan yang lebih dulu dilaporkan?

        Baca Juga: Melawan Hoaks! Tak Ada Kandungan Magnet dalam Vaksin Covid-19

        Terkait hal ini, Pakar Epidemiologi dan Global Health Security dari Griffith University, Australia Dicky Budiman menjelaskan, situasi Indonesia saat ini sudah memasuki fase serius. Bahkan, sejak sebelum Lebaran.

        Tapi karena populasi kita besar, dengan komposisi dewasa muda lebih dari 50 persen - kurang lebih sama seperti India -, sehingga yang terjadi adalah silent operation.

        "Namanya silent, ya tersembunyi. Sampai pada titik jenuh, ketika kira-kira setengah populasi dewasa muda ini di suatu wilayah sudah terpapar. Tapi, bisa juga kurang dari itu. Namun setidaknya, dia sudah mengarah pada kelompok paling utama, seperti lansia dengan komorbid," papar Dicky kepada RM.id, Jumat (28/5).

        Dicky menambahkan, kondisi itu sulit kita ketahui, karena minimnya testing dan tracing kita. Menurutnya, hingga saat ini, Indonesia tidak memiliki peta yang mumpuni, memadai, atau jelas untuk mengetahui situasi Covid yang sebenarnya.

        "Jauh, bila kita bandingkan dengan Malaysia. Untuk pengetesan 1 orang per 1.000 populasi per minggu, kita masih di bawah 0,5 per 1.000 orang per minggu. Sementara Malaysia, dengan penduduk lebih sedikit,  tes per 1.000 orangnya sudah mendekati 3,5 per 1.000," terang Dicky.

        Itu masih belum termasuk fakta soal positivity rate Indonesia, yang cenderung ajeg di angka 10 persen ke atas.

        "Ini menandakan testing kita tidak pernah memadai. PR nya makin besar. Seperti fenomena gunung es. Di bawah puncak yang terlihat, ada jumlah kasus yang jauh lebih besar," tutur Dicky.

        Ia juga mengingatkan soal tingginya angka kematian akibat Covid di Tanah Air, yang lebih tinggi dibanding Malaysia.

        Baca Juga: Dibilang Provinsi Paling Gak Becus Urus Covid-19, Begini Reaksi Wakilnya Anies

        "Kita ini di sekitaran angka 2,6 dan 2,7 persen. Bahkan, sekarang sudah 2,8 persen. Malaysia itu, angka kematiannya sering di bawah 1 persen. Pernah dia mendekati 2 persen. Tapi di tahun ini, angkanya sudah di bawah 1 persen," terang Dicky.

        "Angka kematian adalah indikator keparahan pandemi. Jangankan banyak. Satu kasus kematian saja, itu sudah tanda serius. Kebobolan. Kegagalan strategi. Kita ini negara dengan bom waktu wabah yang siap meledak," tegasnya. 

        Dicky juga mengungkap, sebagaimana India dan Brazil, Indonesia memiliki gelombang pertama yang lama dan panjang. Kedua negara tersebut kini sudah meledak.

        "Negara yang mengalami gelombang pertama dalam waktu yang cukup lama, berarti tidak bisa mengendalikan pandemi," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: