Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dirayu-rayu Nyapres di 2024, Masa Sih Megawati Masih Mau Lagi?

        Dirayu-rayu Nyapres di 2024, Masa Sih Megawati Masih Mau Lagi? Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
        Warta Ekonomi -

        Di saat sedang rame antara Ganjar Pranowo atau Puan Maharani yang layak dicapreskan kubu banteng, tiba-tiba muncul usulan agar Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri maju lagi. Bu Mega, masih mau?

        Usulan ini datang dari Direktur Pro Mega Center, Mochtar Mohammad. Dia berpandangan, Mega yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu, memiliki peluang besar maju dalam Pilpres 2024. Sebab, PDIP satu-satunya partai politik yang bisa mengusung sendiri pasangan capres dan cawapres di pemilu 2024. Partai banteng itu sudah mengantongi 128 kursi di DPR, sedangkan syarat untuk tiket pilpres atau presidential threshold hanya 115 kursi (20 persen dari jumlah kursi di DPR).

        “Artinya, PDI Perjuangan adalah satu-satunya partai yang sudah siap tiket di Pilpres," ujar Mochtar.

        Baca Juga: Ihwal Presiden 3 Periode, Cibiran AHY Pedas Nampol!

        Lagipula, kata Mochtar, Mega merupakan figur sentral di PDIP. Selain itu, Mega berpengalaman dalam menjadi presiden.

        Mochtar juga menyinggung soal pendampingnya. Dia menilai, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berpotensi mendampingi Megawati. Duet itu merupakan kesuksesan yang tertunda pada Pemilu 2009.

        Dia menilai, pasangan Mega-Prabowo dapat membentuk koalisi besar. Duet ketum parpol itu berpotensi membuat tidak ada calon lain yang berani maju di Pilpres nanti.

        "Kalau Mega-Prabowo bisa potensi koalisi besar mengarah satu pasang atau konsensus. Nggak ada yang berani maju," kata Ketua Deklarasi Presiden Mega Prabowo pada 2009 itu.

        Urusan nyapres, sebenarnya bukan hal baru bagi Mega. Di era pemilihan langsung, Mega sudah dua kali nyalon. Yaitu di Pilpres 2004 saat berpasangan dengan Hasyim Muzadi dan di Pilpres 2009 saat berpasangan dengan Prabowo. Namun, di dua kali Pilpres itu, Mega selalu di-KO Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

        Di Pilpres 2014, sebenarnya Mega punya kesempatan untuk maju lagi. Apalagi saat itu, SBY sudah tidak bisa nyalon lagi karena sudah dua periode. Namun, Mega menyadari saat itu bukan eranya lagi. Sebab, elektabilitasnya juga kecil. Mega memilih menjadi King Maker dengan mendorong Jokowi.

        Saat ini, kondisi Mega mirip-mirip dengan 2014. Elektabilitas kecil. Bahkan, di banyak survei, elektabilitas Mega tidak tertangkap radar. Dengan kondisi ini, apa Mega bisa tergoda?

        Politisi senior PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan, pembahasan soal capres PDIP sepenuhnya ada di tangan Mega. Hal itu sudah disepakati oleh semua kader se-Nusantara. Soal usulan ini, dia menyerahkan sepenuhnya ke Mega.

        “Saya tidak dalam kompetensi dan kapasitas menjawab. Tapi, saya yakin semua usulan akan dicatat. Apakah bermanfaat atau tidak, tentu ada di kewenangan preogratif Ketua Umum kami, Ibu Megawati,” katanya, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

        Sebagai kader partai, anggota Komisi XI DPR itu mengaku hanya mendapat tugas untuk terus mendekati dan sering turun di tengah masyarakat. Di luar itu, bukan tugasnya. Apalagi sampai cawe-cawe memikirkan capres.

        “Kami diberi tugas melakukan tugas-tugas kedewanan. Sesuai teori ekonomi, memaksimalkan produktivitas,” katanya.

        Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman berpandangan, semua peluang masih terbuka dalam pembahasan Pilpres 2024. Termasuk adanya usulan untuk kembali menduetkan Mega dengan Prabowo, seperti pada Pilpres 2009. “Usulan dari masyarakat kita tampung, kita pikirkan," ujar Habiburokhman di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin.

        Dia pun mengulas tentang pertemuan antara Prabowo dengan Mega saat mengesahkan patung Soekarno di halaman Gedung Kementerian Pertahanan. Menurutnya, hal itu merupakan sinyal positif sebagai bentuk sinergi tokoh dalam menyelesaikan permasalahan bangsa.

        "Ada dua kekuatan politik yang besar Pak Prabowo di belakangnya Gerindra, Bu Mega di belakangnya PDIP, bersatu. Akrab itu positif sekali," ujar Habiburokhman.

        Ia mengatakan, hubungan antara Gerindra dan PDIP terjalin dengan baik. Komunikasi juga terus terjadi antara kedua partai yang saat ini diisukan akan berkoalisi pada Pilpres 2024.

        "Kalau dikaitkan 2024, saya pikir kita biarkanlah air mengalir. Bahasa Jawanya ngglinding saja. Yang jelas, kami dengan PDIP tidak ada hambatan psikologis," ujar Habiburokhman.

        Meski begitu, semua hal yang berkaitan dengan Pilpres 2024 masih sangat terbuka. Termasuk koalisi dengan partai-partai selain PDIP. "Kalau kita ingat di 2019, kemudian 2014, itu kontelasinya  begitu dinamis. Di detik-detik akhir, di menit akhir banyak hal-hal yang mengejutkan," ujar anggota Komisi III DPR itu.

        Baca Juga: Mbak Puan Sampaikan Kabar Mengejutkan, Tiba-Tiba Ngomong: Saya Nggak Pernah Bisikin Bu Mega

        Lantas bagaimana tanggapan pengamat politik? Direktur Eksekutif Voxpol Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago tidak yakin Megawati akan maju di pilpres mendatang. Selain menghambat regenerasi kader di partainya, Mega juga pernah kalah dua kali di pilpres.

        “Meski namanya muncul di dalam survei internal kami, tapi saya rasa Mega sadar, Pilpres 2024 bukan eranya lagi,” katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

        Menurutnya, mayoritas pemilih sekarang membutuhkan sosok pemimpin yang baru dan muda. “Bukan yang itu lagi-itu lagi,” katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: