Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jusuf Hamka ke Anak-anaknya: Jika Ayah Tak Bisa Bikin 1.000 Masjid, Kamu Harus Teruskan

        Jusuf Hamka ke Anak-anaknya: Jika Ayah Tak Bisa Bikin 1.000 Masjid, Kamu Harus Teruskan Kredit Foto: Instagram/Jusuf Hamka
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengusaha muslim Tionghoa, Mohammad Jusuf Hamka berujar ia hanya anak kampung yang merasakan rejeki anak kota. Ayahnya keturunan Kutai, dan ibu keturunan China-Jepang. Sewaktu kecil, selain tinggal di pedalaman Samarinda, Kalimantan Timur, Jusuf Hamka juga pernah tinggal di Jakarta.

        Ia pernah berdagang asongan dan es mambo di kawasan Masjid Istiqlal. Ia juga kerap kali berenang di kali depan Toko Es Krim Ragusa.

        Sejak kecil, Jusuf hanya ingin sukses. Ia memiliki ambisi dan memiliki tekad untuk sukses. Saat ke toko buku, bukan buku Al Jabar yang dibaca Jusuf, tetapi buku "Cara Menjadi Orang Sukses". Jusuf tak pernah membeli buku-buku tersebut karena ia tak mampu.

        Baca Juga: Profil Lengkap Jusuf Hamka dan Keluarga: Orang-Orang Hebat yang Sangat Rendah Hati!

        Tetapi Jusuf berujar intisari dari buku tersebut adalah kerja keras, jujur, berdoa dan sayang kepada orang tua serta meminta ridho dan barokah orang tua.

        Jusuf Hamka saat itu sangat pesimis untuk menjadi orang sukses. Saat berusia 24 tahun, Jusuf Hamka menjadi mualaf dengan memeluk agama Islam. Ia pun telah dianggap anak oleh Buya Hamka karena keteguhannya dalam berdakwah dan mengharumkan agama Islam.

        Sesaat setelah menjadi Muslim di bawah bimbingan Buya Hamka, Buya berpesan agar Jusuf berdakwah di kalangan Tionghoa. Buya berujar ajaklah masyarakat Tionghoa kembali pada agama leluhurnya. Inilah cikal bakal Jusuf Hamka ingin membangun 1.000 masjid.

        Jusuf pun mengaku kaget karena ia baru tahu akan hal itu. Kemudian ia berujar bahwa ada hadits Nabi Muhammad SAW yang bersabda "Tuntutlah ilmu sampai ke Negeri China". Jusuf mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW sudah berkeliling dunia dan pernah berkunjung ke China. Di daerah Uyghur contohnya, hingga kini masih banyak orang yang beragama Islam.

        Hari ini, Jusuf Hamka memiliki adalah pemilik 80% dari PT Citra Marga Nusaphala. Saat ini, perusahaan tersebut adalah perusahaan tol terbesar di Indonesia. Dengan kesuksesan dan kedermawanannya, Jusuf Hamka bahkan menyebar nomor ponselnya dan sering sekali kebaikannya dimanfaatkan.

        Dalam video YouTube bertajuk 'BELAJAR HEBAT | H.Mohamad Jusuf Hamka | GEMBIRA BELAJAR 2020' Jusuf mengaku pernah ada orang di Jawa Timur yang meminta dibelikan alat bantu dengar untuk anaknya. Jusuf pun tergerak dan membelikan. Lalu kemudian, orang itu meminta lagi dan lagi untuk hal-hal lain. Setelah itu, Jusuf menghentikan dan tak memberi lagi.

        Pernah juga ada orang yang meminta uang untuk DP rumah karena tinggal di kontrakan kumuh. Namun, uang yang diberikan Jusuf Hamka malah ditaruh di deposito dan digunakan untuk perawatan kecantikan. Jusuf Hamka dan tim pun selalu memantau apakah 'sedekah' yang diberikan tepat sasaran. Setelah itu, ia meminta kembali uangnya agar lebih bermanfaat untuk orang yang membutuhkan.

        Selain itu, sifat jujur dan hormat kepada orang tua menjadi kunci penting bagi Jusuf Hamka. Sifat jujur juga bukan serta merta menceritakan rahasia orang lain. Jusuf menjabarkan agar jangan 'kepo' dengan kehidupan orang lain.

        Lebih lanjut, Jusuf Hamka menceritakan bagaimana awal mula terbentuknya Warung Nasi Kuning yakni pada tahun 2017 akhir di hari ulang tahunnya.

        Biasanya, Jusuf Hamka bersedekah dengan membagikan 1.000 paket buka puasa selama bulan Ramadhan setiap harinya. Namun, di hari ulang tahunnya yang ke-60 Desember 2017 lalu menyadarkannya. Ia menilai, tidak seharusnya kegiatan beramal hanya dilakukan di bulan Ramadhan. 

        "Tuhan kasih nikmat sama saya tiap hari. Terus, kenapa saya mau beramal, mau membayar rasa terima kasih saya, harus menunggu bulan Ramadhan? Sedangkan, rezeki yang saya dapatkan itu setiap hari," ujar Jusuf.

        Ia pun langsung mendatangi pegawainya untuk memulai sedekah setiap hari itu pada bulan Februari. Jusuf pun memberi syarat tidak boleh katering dan harus memberdayakan warung makan setempat agar tidak mematikan rezeki mereka.

        "Kita bukan cari uang, mereka yang dagang itukan mencari nafkah, kalau kita mau sedekah. Kalau mereka jadi kompetitor kita, mereka gak bisa melawan," ujar Jusuf.

        Jusuf pun melanjutkan ia tidak ingin memberi gratis, tetapi dengan biaya murah yakni Rp3 ribu.

        "Saya mau dhuafa, fakir miskin, UMKM, semua senang," lanjut Jusuf.

        Jika ada lima warung di sekitar, maka beli dengan bergilir dan harus nasi kuning. Ini karena nasi kuning adalah makanan yang dijual ibu Jusuf Hamka saat masih tinggal di Samarinda. Jusuf kerap membantu dengan membawa termos nasinya.

        "Saya bernostalgia mengenang ibu saya, nasi kuning bisa menghidupkan saya, sekarang dengan nasi kuning saya berbagi," pungkas Jusuf.

        Jusuf berujar dalam setahun sedekah nasi kuning hampir Rp2 miliar ia mampu. Tetapi kuasa Allah, uang yang ia keluarkan untuk sedekah nasi kuning justru surplus.

        "Dalam sedekah nasi kuning ini saya belajar bahwa sedekah dan barokah itu tidak boleh dimonopoli," ujar Jusuf.

        Meski konglomerat ternama, tetapi Jusuf kerap melayani pembelian nasi kuning ini. Jusuf belajar jika ia memberikan sembako melalui pemerintah. Paket sembako yang diterima rakyat membutuhkan hanya 1-2 saja. Karena itu, ia ingin terjun langsung.

        Jika nasi kuning itu dibagikan secara gratis, manusia yang pada dasarnya sedekah akan mengambil meski tak butuh atau tak lapar. Manusia yang serakah akan terus makan meski perut sudah kenyang.

        "Ini semua kecerdasan Ilahi," ujar Jusuf.

        Selain bersedekah nasi kuning, Jusuf Hamka juga bermimpi untuk membuat 1.000 masjid bergaya oriental. Hingga saat ini, baru ada sekitar 5 masjid yang berdiri.

        "Saya merasa saya punya kewajiban. Sampai saya panggil anak-anak saya, 'kalau ayah tidak bisa bikin 1.000 kamu harus teruskan. Kalau kamu tidak bisa teruskan, anak kamu yang harus teruskan juga'," tutur Jusuf.

        Jusuf pun berujar setelah menjalankan program sedekah nasi kuning Rp3 ribu dan mendirikan masjid, rezeki yang ia rasakan bagaikan tsunami.

        "Musibah-musibah yang datang diselesaikan oleh Allah, aib-aib saya ditutup oleh Allah semua," pungkas Jusuf. "Jika ada ujian atau musibah, Tuhan bukan kejam kepada kita, tetapi Tuhan sedang menempa kita," ujar Jusuf.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajria Anindya Utami
        Editor: Fajria Anindya Utami

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: