Temui Anak Buah Biden, Menlu Retno Langsung Bahas Isu Laut China Selatan
Pandemi tak menghalangi Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi untuk melakukan kunjungan bilateral ke Amerika Serikat (AS). Kunjungan ini menandai lembaran baru hubungan diplomatik kedua negara.
Ini terlihat dari dimulainya dialog strategis (strategic dialogue) dengan Menlu AS Anthony Blinken.
Baca Juga: India Mungkin Tidak Kooperatif dalam Masalah China Jelang Kunjungan Blinken, Apa yang Diharapkan?
“Indonesia dan Amerika memasuki era baru dalam hubungan bilateral. Dari sisi hubungan antar Pemerintah, satu lembaran baru kita buka. Untuk pertama kalinya menteri luar negeri AS dan menteri luar negeri Indonesia melakukan dialog strategis,” ucap Menlu Retno dalam jumpa pers dari Washington DC, AS, Kamis pagi (5/8/2021) waktu Jakarta.
Dialog itu merupakan hasil dari kesepakatan yang sudah dibuat pada 2015. Retno yakin, dialog strategis ini akan memperkuat engagement AS-Indonesia dalam menciptakan stabilitas dan perdamaian di kawasan.
Dalam kunjungan ke Negeri Paman Sam itu, Retno juga bertemu National Security Advisor (NSA) Jake Sullivan, Direktur CIA Bill Burns, serta industri di bidang vaksin, seperti Pfizer. Ini adalah kunjungan bilateral pertama Indonesia ke di AS di era pemerintahan Presiden Joe Biden.
Retno menambahkan, dirinya adalah menlu pertama dari ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) yang secara resmi diterima Menlu Blinken. “Saya juga Menteri Luar Negeri ASEAN pertama yang secara resmi diterima Menlu Blinken,” ujar mantan Duta Besar RI untuk Norwegia dan Belanda itu.
Retno menjelaskan, AS memberikan dukungan kepada Indonesia yang akan menjadi tuan rumah G20 pada 2022 mendatang. Indonesia mengambil tema Recover Together, Recover Stronger. Tema tersebut juga mendapatkan dukungan AS.
Selain itu, Menlu Retno turut bertemu senator AS dari Partai Demokrat dan Partai Republik. Salah satunya, Senator Tammy Duckworth. Namun, Retno tak menjelaskan secara details apa yang dibahas dalam pertemuan antara dirinya dengan para senator tersebut.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price mengatakan, Retno dan Blinken bertemu di Washington DC, Selasa (3/8) waktu setempat. Kedua negara berkomitmen meningkatkan bekerja sama dalam berbagai isu. Termasuk soal kebebasan navigasi di Laut China Selatan.
“Blinken dan Retno juga berkomitmen dalam perang melawan pandemi Covid-19, krisis iklim, serta meningkatkan hubungan perdagangan dan ekonomi bilateral,” kata Price dalam keterangan pers Kedutaan Besar AS di Jakarta.
Kemitraan strategis AS-Indonesia didasarkan pada keyakinan mendasar akan demokrasi, pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh inovasi, serta tatanan internasional berdasarkan aturan di Indo Pasifik.
Usai pertemuan, kepada wartawan Blinken menjelaskan, kedua negara pada dasarnya telah sepakan untuk membangun kemitraan strategis pada 2015. Tapi, menurutnya, dialog baru benar-benar dimulai saat ini.
“Indonesia adalah mitra demokrasi yang kuat bagi AS. Kami bekerja sama di banyak bidang. Dan kami juga menghargai peran Indonesia di Asia Tenggara,” kata Blinken.
Pada kesempatan itu, Blinken juga menyampaikan pujian atas peran Indonesia dalam berbagai hal. Ia memuji upaya Indonesia untuk mendukung negosiasi perdamaian Afghanistan. Serta, menekankan pentingnya membawa Myanmar kembali menuju demokrasi.
“Sedangkan soal iklim, kami membahas peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ambisi iklimnya,” kata Blinken.
Pada kesempatan itu, Retno menyebut bahwa kemitraan yang kuat dengan Indonesia akan menjadi aset utama untuk meningkatkan keterlibatan AS di kawasan Asia Tenggara. “AS adalah salah satu mitra penting bagi ASEAN dalam menerapkan pandangan Indo Pasifik-nya,” kata Retno.
Murray Hiebert, pakar Asia Tenggara di Pusat Studi Strategis dan Internasional Washington, mengatakan, di era Donald Trump kemitraan bukan prioritas. Kesepakatan itu mencakup ke beberapa bidang. Termasuk pertahanan, energi, dan hubungan ekonomi yang lebih luas.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto