Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pakar Asing Bertanya, Mungkinkah Indonesia Jadi Sumber Munculnya Varian yang Lebih Ganas dari Delta?

        Pakar Asing Bertanya, Mungkinkah Indonesia Jadi Sumber Munculnya Varian yang Lebih Ganas dari Delta? Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
        Warta Ekonomi, Canberra, Australia -

        Para pakar kesehatan dunia khawatir jika Indonesia yang kini jadi pusat penulaan COVID, berisiko jadi 'hotspot' munculnya varian baru virus corona. Alasan mereka karena India pernah menjadi episentrum, atau pusat penularan COVID sebelumnya menjadi tempat berasal varian Delta yang kini menjangkit dunia.

        "Epidemi yang tidak terkendali selalu bisa menjadi hotpspot bagi mutasi varian," kata Aris Katzourakis, profesor evolusi dan genomik dari Oxford University di Inggris. 

        Baca Juga: Menakjubkan! 11 Juta Warga Wuhan Selesai Dites Covid-19 Hanya dalam 5 Hari

        "Dua dari varian yang paling menyulitkan yang kita hadapi sekarang ini, yakni Alpha and Delta, besar kemungkinan berhubungan dengan buruknya intervensi kesehatan publik [di Inggris dan India]."

        "Menangani epidemi di Indonesia haruslah jadi prioritas untuk mengurangi resiko munculnya varian baru."

        Tingginya penularan COVID di kawasan yang padat penduduk, seperti di Pulau Jawa dan Bali, dalam beberapa pekan terakhir telah membuat sistem layanan kesehatan di Indonesia kewalahan.

        Tingkat kematian di Indonesia meningkat drastis, sudah melebihi angka 100 ribu kematian. Sekitar 40 persen dari kematian tersebut terjadi hanya dalam waktu lima pekan terakhir.

        Sementara jumlah total orang yang sudah tertular COVID di Indonesia melebihi angka 3,5 juta.

        Sudah ada varian yang menyebar ke Malaysia

        Varian baru yang dikhawatirkan asal Indonesia ditakutkan sudah menyebar ke Malaysia, negara yang juga mengalami tingkat penularan di dunia saat ini.

        Pihak berwenang di negara bagian Sarawak di Malaysia bulan lalu menemukan tujuh kasus varian B.1.466.2 yang pertama kalinya diidentifikasi di Jakarta bulan November lalu.

        "Dua kasus varian Beta, dan empat kasus 'varian mengkhawatirkan' dari Indonesia sudah teridentifikasi di Kuching, di Sibu [2 kasus] dan satu kasus di Bintulu," kata Dr David Perera, Direktur Institut Kesehatan Masyarakat di Universiti Malaysia Sarawak.

        Kepala Eijkman Institute di Jakarta mengatakan varian asal Indonesia terus dipantau dengan seksama.

        Namun dia membantah sebutan "varian yang mengkhawatirkan", menurut terminologi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

        "Bukan VOC (variant of concerned) ataupun VOI (varian of interest)," kata Kepala Eijkman Professor Amin Soebandrio kepada ABC.

        "Namun kami memantau dengan seksama."

        Mungkinkah varian super baru muncul dari Indonesia?

        Saat ini ada ribuan versi virus corona yang beredar di seluruh dunia, namun banyak diantaranya tidak akan menjadi berbahaya seperti varian Delta.

        Beberapa varian bisa muncul dengan cepat, namun kemudian bisa menghilang begitu saja. Namun ketika sebuah varian muncul, maka keadaan pandemi bisa berubah.

        "Mutasi bisa menjadi varian dominan karena varian itu dengan cepat menyebar antar manusia," kata pakar epidemiologi kesehatan publik, Dr Emma Miller dari Flinders University di Adelaide kepada ABC.

        "Kita sudah melihat adanya berbagai varian sebelum Delta, jelas dari Alpha dalam urutan abjad menjadi Delta, dan Delta sekarang jadi dominan karena sekarang menyebar dengan cepat."

        "Itulah cara kerja virus."

        Epidemiolog asal Indonesia, Dicky Budiman mengatakan dengan tingkat penularan COVID yang tinggi di Indonesia, atau banyaknya hasil positif dari mereka yang dites, serta tidak terkontrolnya pandemi menjadi pertanda bahwa 'varian super' bisa muncul di Indonesia.

        "Ini hanya masalah waktu saja," kata Dicky yang juga menjadi penasehat bagi Pemerintah Indonesia dalam membuat strategi penanganan pandemi.

        Dicky Budiman memberikan contoh pandemi flu burung di Indonesia tahun 2007 dan 2008. Saat itu di Indonesia terdapat "varian paling berbahaya di dunia".

        "Jadi bukan tidak mungkin. Mungkin akan terjadi di Indonesia," katanya.

        Professor Katzourakis dari Oxford University juga setuju, ia mengatakan, "tidak salah mengatakan Indonesia kemungkinan menjadi hotspot bagi varian baru" dan "cukup beralasan memperkirakan adanya varian yang lebih ganas lagi yang akan muncul di tahun-tahun mendatang".

        "Bila ada varian lebih ganas muncul di Indonesia, atau tiba di Indonesia, varian itu bisa menyaingi atau lebih ganas dari Delta," katanya.

        Vaksinasi bisa menghalangi mutasi virus

        Para epidemiolog dan pakar kesehatan dunia setuju semakin banyak virus menyebar di kalangan warga, semakin banyak mutasi yang terjadi, sehingga semakin besar kemungkinan munculnya varian baru.

        Tapi sebagian besar varian itu tidaklah berbahaya, kata Dr Peter Drobac pakar kesehatan publik global di Inggris.

        Hanya ketika mutasi membuat virus itu lebih kuat dibandingkan varian sebelumnya, maka varian baru bisa bertahan lebih lama dan menjadi dominan. Dengan kekuatan itu, varian tersebut bisa lebih lebih kuat dan tidak bisa dikalahkan vaksin.

        Dengan semakin banyak warga di sebuah negara memiliki kekebalan, lewat vaksinasi atau karena sembuh setelah tertular, maka lebih mungkin virus itu mengalami evolusi dan menemukan cara lain menyebar dalam masyarakat.

        Istilah ini dikenal sebagai 'immune escape', virus menyebar dari jaringan imunitas.

        Untuk mencegah hal tersebut terjadi, para pakar mengatakan tingkat vaksinasi yang tinggi diperlukan di kalangan penduduk.

        Saat ini baru 7,9 persen penduduk di Indonesia mendapatkan vaksinasi dua dosis, sehingga belum memenuhi jumlah minimal.

        "Kalau jumlah yang sudah divaksinasi tinggi dan virus masih menyebar cepat di kalangan mereka yang belum divaksinasi, maka kedua hal ini akan bisa menciptakan kondisi ideal bagi varian yang tidak mempan terhadap vaksin untuk muncul," kata Dr Drobac.

        "Jika kita memilih vaksin yang tahan pada varian tertentu, kemungkinan munculnya varian baru adalah di tempat dengan sejumlah besar penduduk sudah divaksinasi, namun sejumlah besar lainnya belum divaksinasi dan tertular."

        "Jadi apa yang terjadi di Inggris sekarang ini bisa menjadi contohnya."

        Kekhawatiran terburuk munculnya varian yang tahan vaksin

        Menurut Kepala Proyek COVID-19 Lembaga Ilmu Pengetahuan Australia, CSIRO, Profesor Seshadri Vasan, paling tidak akan muncul satu "varian yang mengkhawatirkan" sebelum akhir tahun 2021 dan itu bisa muncul di mana saja.

        Menurut Dr Drobac skenario terburuknya adalah munculnya varian yang tidak mempan terhadap vaksin yang ada saat ini.

        "Tidak berarti 100 persen kebal terhadap vaksin, namun satu varian yang lebih ganas dari varian Delta saat ini."

        "Bila itu terjadi, mereka yang sudah divaksinasi dan sudah relatif terlindungi dari varian lain, menjadi rentan terkena varian baru."

        Namun dalam penilaian Dr Drobac, kemungkinan varian baru lebih menular dibandingkan Delta tidaklah tinggi.

        "Saat ini Delta begitu mudah menular, sehingga susah bagi varian baru untuk melebihi Delta dalam spal tingkat penularan."

        Satu hal yang disepakati oleh para pakar adalah virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19 tidak akan menghilang dari dunia.

        "Besar kemungkinan akan menjadi endemi, artinya akan terus menyebar di seluruh dunia, seperti influenza yang terus berputar," kata Dr Drobac.

        "Ada varian baru yang harus kita perhatikan setiap tahun. Saya tidak mengatakan hal ini pasti akan terjadi dengan COVID-19, namun besar kemungkinan kita akan tetap hidup dengan virus ini."

        "Virus akan terus bermutasi. Artinya perlu ada pemantauan terus menerus, perbaikan vaksin terus menerus, dan besar kemungkinan kita akan secara teratur memerlukan vaksin penguat [booster] untuk melawan varian baru."

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: