- Home
- /
- News
- /
- Megapolitan
Apakah Covid-19 Sudah Terkendali, Pakar Epidemiolog dr Iwan Ariawan: Tidak!
Menurunnya kasus penularan Covid-10 di beberapa wilayah Indonesia seperti DKI Jakarta, diikuti dengan sejumlah pelonggaran. Meskipun masih menerapkan PPKM Level 4, berbagai fasilitas mulai dibuka. Dari mulai uji coba membuka mall, hingga mengganti pembatasan wilayah dengan kebijakan ganjil-genap kendaraan bermotor. Apa tanggapan epidemiolog melihat fenomena ini? Sudah tepatkah?
Dalam Focus Group Discussion (FGD) Rakyat Merdeka, kemarin, epidemiologi dari Universtas Indonesia, Irwan Ariawan menjelaskannya secara gamblang. Acara yang dipandu Direktur Rakyat Merdeka, Kiki Iswara itu, mengangkat tema “Stop Lonjakan Kasus Covid-19, Ini Strateginya”.
Baca Juga: Terungkap, Ini Vaksin Covid-19 Paling Efektif Lawan Varian Delta, Bukan Sinovac
Dalam paparannya, Irwan mengakui, secara hitungan statistika, kasus Covid-19 terus menurun. Di beberapa wilayah seperti Jakarta, bahkan penurunan kasus harian cukup tinggi dibandingkan bulan lalu.
Lantas apakah Covid-19 sudah terkendali? Irwan bilang tidak. Indikatornya, positivity rate secara nasional masih tinggi, di atas standar yang ditetapkan WHO. Untuk itu, keputusan pemerintah untuk melanjutkan kembali Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, sudah tepat.
Penanganan Covid-19 dikatakan terkendali, kata dia, bila kasus aktif harian terus turun. Sementara tracing dan tracing yang dilakukan pemerintah tetap tinggi.
“Sekarang ini, positivity rate masih tinggi dan tes lacak belum terlalu tinggi. Kecuali kalau tes lacaknya tinggi, tapi kasus penularan rendah. Itu bisa dikatakan terkendali,” jelas Irwan.
Di Jakarta, Irwan mengakui, kasus aktif harian terus mengalami penurunan yang signifikan. Bahkan penurunan kasus aktif di Jakarta, lebih cepat dibanding provinsi lain di Pulau Jawa dan Bali. Capaian vaksinasi di Ibu Kota juga cukup memuaskan.
“Pertanyaannya, kenapa Jakarta bisa lebih cepat? Karena ini mobilitas yang ada di Jakarta saat ini, jauh lebih menurun dibanding sebelum ada pandemi,” ujarnya.
Turunnya mobilitas itu, merupakan penerapan PPKM Level 4 yang salah satu aturan turunannya yakni melakukan penyekatan di beberapa titik perbatasan. Pekerja non esensial atau kritikal dipaksa bekerja dari rumah.
“Tujuan PPKM memang itu. Membatasi sebesar-besarnya mobilitas masyarakat,” katanya.
Dengan adanya pembatasan, maka kerumunan orang akan berkurang. Kalau kerumunan berkurang, maka potensi penularan juga berkurang. Kalau penularan kecil, maka yang orang yang dirawat di rumah sakit atau meninggal karena Covid-19 bakal semakin sedikit.
“Target pemerintah sekarang dalam penanganan Corona bukan lagi herd immnunity, tapi wabah yang terkendali. Untuk mencapai itu, maka penuluran harus diperkecil. Caranya, lewat PPKM ini,” tegasnya.
Irwan tidak menyalahkan bila dalam penurunan kasus ini, pemerintah mulai melakukan pelonggaran pada sejumlah sektor. Karena hal ini juga sudah diatur dalam aturan yang ada di PPKM. Makanya, dalam PPKM itu, ada levelnya dari 1 sampai 4. Setiap level punya indikator berbeda-beda.
Namun, pelonggaran yang dilakukan, tentunya harus sangat hati-hati. Jangan sampai pelonggaran bikin kasus melonjak lagi.
“Makanya perlu pengawasan yang ketat untuk mengawasi terkait implementasi dari pelonggaran itu. Misalnya, uji coba pembukaan mall,” ujarnya.
Hal lain yang jadi sorotan Irwan, yakni penerapan ganjil-genap kendaraan bermotor oleh Pemprov DKI dalam PPKM Level 4 ini. Menurutnya, ganjil-genap belum waktunya dihidupkan. Potensi terjadinya penularan kasus antar orang akan tinggi.
Koq bisa? Begini. Dengan penerapan ganjil-genap, orang yang beraktifitas ke kantor akan beralih mengunakan kendaraan umum. Ditambah lagi dengan dibukanya sejumlah mall di Ibu Kota.
“Masyarakat akan kembali gunakan angkutan umum. Padahal, angkutan umum sangat rentan terjadinya penularan kasus. Apalagi di angkot. Jadi harus dipikirkan lagi,” imbuhnya.
Terakhir, Irwan menyorot kebijakan pemerintah yang tidak menyertakan indikator kematian dalam menilai keputusan PPKM. Dia menyarankan, hal itu revisi lagi. Pasalnya, angka kematian merupakan salah satu indikator dalam menentukan seberapa parah kondisi Covid-19 di negara atau wilayah tersebut.
“Kalau alasannya ada masalah data, semua yang berhubungan dengan data Covid di Indonesia, memang ada masalah. Kalau saya bilang jangan nggak dimasukkan, tetap harus masuk. Tapi memang dijelaskan untuk jumlah kematian daerah ini belum terdata sepenuhnya,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: