Pengamat Hukum Tata Negara Feri Amsari turut angkat bicara terkait somasi yang dilayangkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, terhadap Aktivis HAM Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.
Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Andalas ini mengatakan, Luhut sebagai penyelenggara negara harus siap mendapatkan kritik.
Baca Juga: Moeldoko-Luhut Kompak Somasi Aktivis, Pemerintahan Jokowi Jadi Dinilai Antikritik
"Kalau tidak sanggup jadi penyelenggara negara (yang harus) dikritik, ya susah. Jadi kepala rumah tangga dan ketua RT saja ada yang kritik kebijakannya," kata Feri saat dihubungi Suara.com pada Rabu (28).
Feri lantas menyebut somasi dan ancaman pelaporan yang dilayangkan Luhut malah makin menunjukkan indikasi adanya kesalahan dari menteri Presiden Joko Widodo itu. "Hanya penyelenggara yang salah dan bermasalah yang suka lapor-laporin orang," tegasnya.
Feri mengatakan, sebagai penyelenggara negara yang mendapatkan kritikan, Luhut hanya perlu menjawab sesuai dengan kewenangannya.
"Sementara, berdasarkan pasal 4 Undang-undang tentang Penyelenggara Negara nomor 28 tahun 1999 (disebut), penyelenggara negara memiliki hak jawab, bukan somasi. Kalau tidak nyaman dengan apa yang disampaikan Haris ya berikan hak jawab dan tampil di channel Youtube-nya Haris," jelasnya.
Sebelumnya, somasi itu dilayangkan Luhut melalui kuasa hukumnya, menyusul unggahan di kanal YouTube milik Haris Azhar dengan judul "Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya".
Dalam video itu Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, menjadi salah satu tamu. Pada kesempatan itu dia menyampaikan hasil riset yang menyatakan PT Tobacom Del mandiri-salah satu anak perusahaan Toba Sejahtera Group-bermain dalam bisnis tambang di Papua. Diketahui, jika Luhut merupakan salah satu pemilik saham di perusahaan tersebut.
Pernyataan Fatia bukan tanpa dasar. Riset itu merujuk pada kajian yang dilakukan oleh koalisi LSM dengan judul "Ekonomi Politik Penempatan Militer di Intan Jaya". Riset itu menunjukkan adanya dugaan konflik kepentingan penerjunan militer dengan bisnis tambang di Intan Jaya.
Tak hanya di situ, hal tersebut juga bisa diketahui dengan adanya penempatan markas militer yang berada di dekat lahan konsesi tambang. Riset tersebut juga menemukan adanya beberapa purnawirawan dan prajurit militer yang menempati jabatan strategis di beberapa perusahaan tambang.
Sebelumnya, konten aktivis HAM Hariz Azhar yang membahas soal rencana eksplorasi tambang emas di Blok Wabu, Intan Jaya, Papua, berbuntut somasi oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Obrolan yang diunggah di akun YouTube pada 20 Agustus 2021 ini membahas hasil laporan gabungan koalisi masyarakat sipil mengenai "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya" yang diluncurkan 12 Agustus 2021.
Konten tersebut menghadirkan dua narasumber yang merupakan bagian dari koalisi, antara lain Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dan Kepala Divisi Advokasi Walhi Papua Wirya Supriyadi.
Kuasa hukum Luhut, Juniver Girsang, menganggap wawancara Haris bersama Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti tersebut "membentuk opini yang tendensius, memfitnah, mencemarkan nama, membunuh karakter, dan menyebarkan berita bohong."
Menurut Juniver, dalam obrolan hampir 27 menit itu, penyebutan nama kliennya yang dikatakan "bermain dalam pertambangan di Papua adalah informasi yang tidak benar dan tidak mendasar."
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: