Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) diperkirakan akan sibuk melayani gugatan dari negara yang merasa didiskriminasi oleh berbagai regulasi dan kebijakan yang dikeluarkan pihak Uni Eropa. Salah satu gugatannya adalah dari produsen minyak sawit, termasuk Indonesia.
"Mungkin tahun depan akan banyak perkara perdagangan disidangkan oleh WTO. UE sepertinya bakal panen gugatan dari banyak negara, termasuk dari para produsen sawit seperti kita," kata Dubes RI untuk Kerajaan Belgia, Keharyapatihan Luksemburg dan Uni Eropa, Andri Hadi, dikutip Elaeis.co.
Baca Juga: Uni Eropa Mampu Kendalikan Pasar Global Secara Unilateral, Bagaimana dengan Sawit?
Disampaikan Andri, salah satu regulasi Uni Eropa yang cukup menghambat sawit adalah kebijakan European Green Deal yang dituangkan dalam European Union Climate Law (EUCL) yang telah diadopsi oleh Dewan Eropa dan Parlemen Eropa pada 21 April 2021. Kebijakan tersebut didasari niat untuk menciptakan target reduksi emisi hingga 55 persen pada 2030 dan net zero emission pada 2050.
Andri menegaskan, target ambisius Uni Eropa akan berdampak pada ekspor minyak sawit Indonesia ke Eropa. Tantangan tersebut dinilai cukup berat mengingat 27 negara anggotanya sangat patuh terhadap kebijakan parlemen Uni Eropa.
Dikatakan Andi, selain Indonesia, China, India, bahkan Amerika juga diperkirakan akan membawa persoalan European Green Deal ke meja WTO. "Target ini sangat ambisius sekali. Karena itu, semua sektor akan terkena dampak European Green Deal, termasuk sawit," jelasnya.
Lucunya, menurut Andri, Uni Eropa bersikap mendua terkait sawit lantaran negara-negara anggotanya diwajibkan menggunakan biodiesel untuk sektor transportasi. Tidak ada larangan jika biodiesel tersebut diperoleh dari minyak nabati apapun, baik kacang kedelai, sawit, dan lainnya.
"Uni Eropa hanya mensyaratkan bahwa minyak nabati untuk biodiesel bukan dari hasil deforestasi. Sepertinya, syarat itu juga sebenarnya untuk membidik sawit yang selalu dikaitkan Uni Eropa dengan deforestasi," tukasnya.
Andri sendiri meragukan kemurnian niat European Green Deal yang digembar-gemborkan karena terselip niat memproteksi produk minyak nabati mereka yang kalah bersaing dengan minyak sawit.
Perlu diketahui, Uni Eropa telah berulang kali menghadapi gugatan negara-negara produsen sawit dunia, terutama Indonesia dan Malaysia. Tercatat pada 19 Desember 2019, Indonesia mengajukan gugatan ke WTO terkait kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation Uni Eropa. Dua kebijakan Uni Eropa tersebut dianggap mendiskriminasikan produk kelapa sawit Indonesia.
Lalu pada tahun 2020, Indonesia kembali menggugat Uni Eropa di WTO terkait black campaign dan pengenaan tarif terhadap minyak sawit yang lebih tinggi dibanding minyak nabati lainnya. Gugatan-gugatan tersebut masih diproses di WTO.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: