Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ketua JPKL: Indonesia Tertinggal Jauh Untuk Label Peringatan BPA, Aksi BPOM Sudah Pas

        Ketua JPKL: Indonesia Tertinggal Jauh Untuk Label Peringatan BPA, Aksi BPOM Sudah Pas Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua JPKL Roso Daras menyayangkan pernyataan Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin yang seakan menyalahkan pihak BPOM.

        Menurut Roso Daras, keputusan BPOM untuk melabeli kemasan plastik No.7 seperti galon guna ulang Polikarbonat, dan kemasan makanan dan minuman lainnya, yang mengandung zat BPA untuk tidak dikonsumsi oleh usia rentan yaitu bayi, balita dan ibu hamil sudah tepat.  Baca Juga: Ada Kandungan Zat Berbahaya, BPOM Akan Wajibkan Galon PET Sekali Pakai Pasang Label Peringatan

        Seperti dalam Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label pangan olahan. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan: Menimbang : a) bahwa pemberian label pangan olahan bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk pangan olahan yang dikemas sebelum membeli dan/atau mengonsumsi pangan olahan. 

        Sedangkan menurut SNI 3553 - 2015 Air Mineral yang merupakan revisi SNI 01- 3553-2006 Air minum dalam kemasan Standar ini dirumuskan dengan tujuan salah satunya adalah: Melindungi kesehatan dan kepentingan konsumen dan Menjamin perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab.  Baca Juga: 9 Jenis Vaksin Kantongi EUA BPOM, Menkominfo: Dipastikan Aman!

        Jadi, menurut dia, upaya BPOM untuk memberi label pada kemasan plastik No.7 seperti galon guna ulang Polikarbonat dan kemasan makanan dan minuman lainnya yang mengandung zat BPA sudah sesuai aturan. Bahkan sesuai amanat SNI Air Mineral. Juga sesuai peraturan BPOM no 31 tahun 2018. Selain itu negara maju seperti, Canada, negara bagian Amerika, Austria, Belgium, Denmark, Perancis, dan beberapa negara Eropa lainnya telah melabeli kemasan BPA bahkan melarang sama sekali penggunaan kemasan plastik No.7 Polikarbonat yang mengandung zat BPA. 

        Rencana adanya labelisasi pada kemasan plastik No.7 yang mengandung zat BPA bukannya tergesa - gesa, akan tetapi cenderung lambat. Sebab segala hal yang menyangkut kesehatan konsumen apalagi buat bayi, balita dan janin harus disegerakan karena demi melindungi bayi dan anak- anak Indonesia sebagai generasi penerus bangsa. 

        Apalagi menyangkut usulan pelabelan pada galon guna ulang agar tidak dikonsumsi bayi, balita dan ibu hamil juga sudah disampaikan kepada Kemenperin. 

        "JPKL sudah berkirim surat ke Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin. Akan tetapi jangankan dibalas,  dikabari bahwa surat itu sampai aja tidak. Pejabat tersebut  seakan tidak tune in terhadap bidang yang dihadapi, terkaget-kaget dengan dinamika langkah BPOM yang sigap. Pejabat tersebut juga Tidak mengikuti perkembangan di masyarakat dan mengikuti perkembangan dunia kesehatan yang berkaitan dengan bahan baku untuk keperluan industri, yang dimana saat ini sedang dikaji peraturan pelabelan terhadap kemasan plastik yang mengandung zat BPA. Apalagi di beberapa negara maju Eropa, Amerika dan Asia telah mengatur ketat zat BPA ini. Selain itu sudah berbagai pihak yang mendesak BPOM agar melabeli galon guna ulang sehingga tidak dikonsumsi oleh bayi, balita dan ibu hamil, karena dapat mengganggu kesehatan dikemudian hari" ungkapnya, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/9/2021).

        Menurut Roso Daras, pemberian label pada kemasan plastik dengan kode No.7 yang mengandung zat BPA, hampir sama seperti yang sudah dilakukan pada produk susu kental manis dan produk rokok. 

        "Jadi jangan menyikapi terlalu berlebihan seolah JPKL meminta menarik atau melarang peredaran kemasan plastik dengan kode No.7 yang mengandung zat BPA dari peredaran. Konsumen Hanya menginginkan adanya label peringatan konsumen yang informatif," tandas Roso Daras. 

        Selain itu, masing-masing pihak bekerja sesuai tupoksi-nya masing-masing. BPOM memang sebagai  regulator. 

        Tidak ada yang salah apa yang akan diputuskan BPOM. BPOM terdiri orang-orang yang kapabel untuk mengurus peredaran obat-obatan, makanan dan minuman, tentu sudah dipertimbangkan secara matang. 

        Selama ini  BPOM juga melakukan koordinasi dengan instansi pemerintah terkait dan ilmuwan  peneliti terbaik untuk langkah-langkah yang harus dilakukan. 

        "Jadi saya melihat  Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin yang tidak  mengikuti dengan seksama, proses usulan pelabelan sudah lama, dan bukan oleh JPKL saja yang menyuarakan," tutur Roso Daras.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: