Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sedih! Sekolah Menengah di Afghanistan Kembali Dibuka, Tanpa Siswi dan Guru Perempuan

        Sedih! Sekolah Menengah di Afghanistan Kembali Dibuka, Tanpa Siswi dan Guru Perempuan Kredit Foto: Getty Images/Paula Bronstein
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Taliban telah mengeluarkan anak perempuan dari sekolah menengah Afghanistan, dengan hanya anak laki-laki dan guru pria yang diizinkan kembali ke ruang kelas.

        Para siswi mengatakan kepada BBC bahwa mereka sangat terpukul karena tidak bisa kembali ke sekolah. 

        "Semuanya terlihat sangat gelap," kata seseorang anak perempuan yang dirahasiakan namanya oleh BBC.

        Baca Juga: Imran Khan: Penting Mengambil Langkah-langkah Mendesak untuk Afghanistan

        Banyak yang takut jika Afganistan kembali ke rezim tahun 1990-an, di mana Taliban sangat membatasi hak-hak wanita dan anak perempuan.

        Sementara, Taliban yang merebut kekuasaan bulan lalu mengklaim sedang bekerja untuk mencapai keputusan mengenai masalah tersebut.

        Di bawah pemerintahan baru itu, para pejabat Taliban juga berjanji bahwa perempuan akan diizinkan untuk belajar dan bekerja. Tapi syaratnya tetap sesuai dengan interpretasi Taliban terhadap hukum agama Islam.

        Namun, janji Taliban itu masih memicu kekhawatiran. Mengingat, di balik janji-janjinya, hak perempuan masih belum kentara. Para pekerja wanita misalnya, telah diberitahu untuk tinggal di rumah sampai situasi keamanan membaik. 

        Kemudian ada laporan di mana pejuang Taliban memukuli wanita yang memprotes pemerintah sementara yang semuanya dijabat oleh laki-laki.

        Bahkan pada Jumat (17/9) lalu, kelompok Islam itu tampaknya telah menutup kementerian urusan perempuan dan menggantinya dengan departemen yang pernah menegakkan doktrin agama yang ketat.

        Sebuah pernyataan yang dikeluarkan menjelang pembukaan kembali sekolah-sekolah Afganistan pada hari Sabtu (18/9) mengatakan bahwa "Semua guru dan siswa laki-laki harus menghadiri lembaga pendidikan mereka". Namun, dalam pernyataan yang dirilis pada Jumat, Taliban tidak menyebutkan guru perempuan atau murid perempuan.

        Sekolah menengah biasanya untuk siswa berusia antara 13 hingga 18 tahun, dan sebagian besar terpisah.

        Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid, dikutip oleh Kantor Berita Bakhtar Afganistan, mengatakan bahwa sekolah perempuan akan segera dibuka. Mujahid menambahkan bahwa para pejabat sedang mengerjakan 'prosedur' untuk ini, berikut rinciannya seperti pembagian guru.

        Mujahid kemudian mengatakan kepada BBC bahwa para pejabat juga mencoba untuk memilah-milah transportasi untuk siswi yang lebih tua. Namun, di hari yang sama, para siswi dan orang tua mereka mengaku hanya melihat prospek yang 'suram'. 

        "Saya sangat khawatir tentang masa depan saya.

        "Semuanya terlihat sangat gelap. Setiap hari saya bangun dan bertanya pada diri sendiri mengapa saya hidup? Haruskah saya tinggal di rumah dan menunggu seseorang mengetuk pintu dan meminta saya untuk menikah dengannya? Apakah ini tujuan menjadi seorang wanita?" ujar seorang siswi Afganistan, yang berharap menjadi pengacara.

        Hal yang sama juga diungkap oleh ayah siswi tersebut. 

        "Ibuku buta huruf, dan ayahku (dulu) terus-menerus menggertaknya hingga menyebutnya idiot. Aku tidak ingin putriku menjadi seperti ibuku," katanya.

        Seorang siswi lain yang berusia 16 tahun ikut mengemukakan pendapat serupa. Pelajar dari Kabul ini juga mengatakan bahwa "ini adalah hari yang menyedihkan".

        "Saya ingin menjadi dokter! Dan mimpi itu telah sirna. Saya tidak berpikir mereka akan membiarkan kita kembali ke sekolah. Bahkan jika mereka membuka sekolah menengah lagi, mereka tidak ingin perempuan terdidik," ucapnya.

        Awal pekan ini, Taliban mengumumkan bahwa wanita akan diizinkan untuk belajar di universitas. Namun, dalam hal ini, para mahasiwi tidak bisa belajar bersama dengan mahasiswa atau dosen pria, kecuali 'pengajar tua dengan karakter baik'. Selain itu, para mahasiwi itu juga akan menghadapi aturan berpakaian baru.

        Menanggapi keputusan itu, beberapa pihak langsung mengatakan bahwa aturan baru untuk para mahasiwi itu sama saja akan mengecualikan perempuan dari pendidikan. Ini terutama karena universitas tidak memiliki sumber daya untuk menyediakan kelas terpisah. Membatasi anak perempuan dari sekolah menengah berarti tidak ada wanita di Afganistan yang akan belajar di kampus atau melanjutkan ke pendidikan lebih lanjut.

        Sementara diketahui, sejak Taliban digulingkan dari kekuasaan pada tahun 2001, kemajuan besar berhasil dibuat dalam hal pendidikan. Ini termasuk meningkatkan pendaftaran pendidikan dan tingkat melek huruf di Afganistan, terutama untuk wanita dan anak perempuan.

        Karena kemajuan itu, jumlah anak perempuan di sekolah dasar di Afganistan melonjak sangat pesat, dari hampir nol hingga menjadi 2,5 juta. Hal yang sama juga terjadi pada tingkat melek huruf, di mana tingkat melek huruf perempuan meningkat hampir dua kali lipat dalam satu dekade menjadi 30 persen. Meski peningkatan ini cenderung lebih banyak terjadi di kota-kota Afganistan.

        Karenanya, banyak pihak menjadi khawatir kalau Afganistan kembali memasuki era gelap di mana Taliban sangat membatasi hak perempuan untuk mengenyam pendidikan.

        "Ini adalah kemunduran dalam pendidikan wanita dan anak perempuan Afganistan. 

        "Ini mengingatkan semua orang tentang apa yang dilakukan Taliban di tahun 90-an. Kami berakhir dengan generasi perempuan yang buta huruf dan tidak berpendidikan." kata Nororya Nizhat, mantan juru bicara Kementerian Pendidikan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Fajria Anindya Utami

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: