Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Hasto Sampaikan Pernyataan Tegas: PDIP dan Presiden Jokowi Tolak Keras Usulan Tiga Periode

        Hasto Sampaikan Pernyataan Tegas: PDIP dan Presiden Jokowi Tolak Keras Usulan Tiga Periode Kredit Foto: Antara/Fikri Yusuf
        Warta Ekonomi -

        Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tidak menginginkan adanya aturan yang mengizinkan jabatan presiden menjadi 3 periode.

        Partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu juga menolak penambahan masa kedudukan kepala negara, lebih dari 10 tahun. Hal ini ditegaskan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangannya, akhir pekan lalu.

        "PDIP menekankan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan diusung pada 2024, tergantung hasil kontemplasi Ketua Umum Megawati Soekarnoputri di masa yang akan datang," kata Hasto.

        Baca Juga: Megawati Masih Kunci Rapat-Rapat Nama Capres Pilihan PDIP, Pengamat Politik Bilang Karena...

        Usulan amandemen terbatas Undang-undang Dasar 1945 yang dilakukan PDIP, lanjutnya, hanya menekankan soal Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dia memastikan, PDIP dan Presiden Jokowi  tidak menginginkan penambahan jabatan kepala negara, atau tiga periode. 

        "Sejak awal, PDIP taat pada konstitusi. Ini sudah ditegaskan Pak Jokowi berulang kali," tandas Hasto.

        Baca Juga: Sekjen PDIP Blak-blakan: Megawati Memohon Petunjuk Tuhan...

        "Ketika Bapak Jokowi dilantik sebagai presiden, salah satu sumpahnya menegaskan untuk taat kepada perintah konstitusi, dan menjalankan konstitusi dengan Undang-undang dengan selurus-lurusnya. Sehingga, tidak ada gagasan dari PDIP tentang jabatan presiden 3 periode atau perpanjangan masa jabatan," imbuh politisi asal Yogyakarta ini.

        Hasto menekankan, konstitusi negara sudah memuat seluruh landasan falsafah kehidupan berbangsa. Mengatur tata pemerintahan yang baik, agar seluruh sendi-sendi kehidupan di dalam mengelola negara tetap mengabdikan diri kepada kepentingan Tanah Air. 

        Hasto juga menyadari, Jokowi merupakan sosok pemimpin yang merakyat, mampu bekerja dengan baik, berprestasi, dan visioner. Namun, pekerjaan rumah PDIP bukan mengenai sosok. Melainkan melanjutkan estafet pembangunan yang sudah ditinggalkan Jokowi kelak.

        PDIP justru ingin meletakkan pembangunan yang dilakukan era Presiden Jokowi, bisa menjadi haluan negara. PDIP juga mengesampingkan adanya pembahasan calon presiden di internal partai, dengan maksud berkontribusi pada pemerintahan Presiden Jokowi di masa pandemi ini.

        "Kita punya jejak sejarah pada abad ke-7 yaitu pembangunan Candi Borobudur. Itu dibangun 100 tahun. Kami pun menginginkan pembangunan negara berkelanjutan. Kalau dulu bisa, mengapa sekarang tidak bisa. Sekarang, karena kita tidak punya haluan, maka ganti kepemimpinan. Berganti juga kebijakannya," papar Hasto. 

        Baca Juga: Ngabalin Mau Kasih Pelajaran ke Gerombolan Kadrun, Seret Hasto PDIP

        PDIP saat ini fokus pada kaderisasi dan bekerja untuk rakyat. Meski demikian, akan tiba waktunya PDIP untuk menentukan siapa calon presiden atau calon wakil presiden yang diusung.

        Seluruh kader PDI Perjuangan tentu akan menyerahkannya kepada Megawati. Hasto meyakini, Presiden Ke-5 RI itu akan memilih pemimpin nasional dengan melakukan kontemplasi, mendengarkan suara rakyat, dan mempertimbangkan banyak aspek strategis.

        "Untuk menjadi presiden, wakil presiden, atau menteri sekalipun, keyakinan spiritual PDIP selalu ada campur tangan Yang Di Atas.  Selalu ada suara arus bawah, suara rakyat yang kemudian terakumulasi membentuk keyakinan," jelasnya.

        Baca Juga: Sabar, PDIP Masih Belum Punya Capres

        Hasto menyadari, sejumlah lembaga survei sudah merilis hasil riset mengenai elektabilitas beberapa kader PDI Perjuangan. Namun, ia memastikan, partainya tidak akan menjadikan elektabilitas seseorang sebagai alat ukur.

        Hasto mengingat pesan Megawati, bahwa menjadi presiden itu mudah. Yang sulit itu, menjadi pemimpin. Sebab, di tangannya bergantung hajat hidup 270 juta lebih rakyat Indonesia.

        "Untuk menjadi presiden, banyak faktornya. Bagi Bu Mega  hal tersebut juga dilakukan dengan kontemplasi, memohon petunjuk Tuhan Yang Mahakuasa, Allah SWT. Karena itulah tradisi yang dijalani Bu Mega. Dalam kongres juga disebutkan, itu hak prerogatif Bu Mega sehingga pada waktunya pasti diumumkan calonnya," pungkas Hasto.

        Baca Juga: Ada Nama Ganjar dan Puan, Capres Jagoan PDIP Masih Tunggu Petunjuk yang Maha Kuasa

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: