Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Miris, Buruh SKT Makin Terdesak Jika Cukai Rokok Naik

        Miris, Buruh SKT Makin Terdesak Jika Cukai Rokok Naik Kredit Foto: Antara/Aji Styawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM - SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta Waljid Budi Lestarianto, ikut menyoroti rencana pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun 2022.

        Diketahui, rencana tersebut terus mendapatkan penolakan dari elemen industri hasil tembakau (IHT). Pasalnya, para buruh yang bekerja di industri tembakau khawatir apabila pemerintah tetap menaikkan CHT.

        Baca Juga: Para Buruh Minta UMP Naik 10 Persen, Pemprov DKI: Harapan Boleh, Tapi Realistis

        “Khususnya di sektor sigaret kretek tangan yang padat karya, kenaikan CHT tersebut sangat memberatkan karena SKT banyak menyerap tenaga kerja,” katanya, Senin (15/11/2021).

        Apalagi, kata Waljid, di masa pandemi COVID-19 ini, kehidupan ribuan pelinting SKT sudah terpukul pandemi COVID-19.

        Baca Juga: Gejolak Kenaikan Cukai Rokok, Lebih dari 60.000 Pelinting Jadi Korban

        Selain itu, ia juga Waljid mengatakan para anggota FSP RTMM-SPSI DIY di IHT sebagian besar adalah perempuan pelinting kretek sebagai tulang punggung keluarga.

        “Mereka akan terancam kehilangan pekerjaan lantaran permintaan pasar dari produk SKT yang menurun seiring kenaikan cukai yang tinggi ditambah dengan berkurangnya daya saing terhadap rokok yang diproduksi mesin,” ungkapnya.

        Ia pun berharap pemerintah dapat mempertimbangkan hal itu dengan tidak menaikkan cukai SKT pada 2022. “Kami dengan tegas menolak kenaikan cukai tembakau 2022,” katanya.

        “Akan lebih adil rasanya jika suara-suara dari para pemangku kepentingan yang terdampak langsung bisa didengarkan agar mencapai kebijakan yang rasional,” katanya lagi.

        Secara terpisah, Ketua FSP RTMM SPSI Sudarto mengatakan, terjadi kemerosotan jumlah pekerja rokok selama 10 tahun terakhir, yakni 60.899 orang kehilangan pekerjaannya di sektor IHT.

        Ia juga mengatakan bahwa sistem pengupahan untuk buruh linting ini berbeda dengan pekerja di pabrik rokok mesin. Penghasilan dan kelangsungan hidup mereka akan sangat bergantung pada kebijakan CHT tiap tahunnya.

        “Buruh rokok praktis ada dalam kondisi termarjinalkan dan tidak terlindungi dengan baik di negara yang berdaulat yang sudah merdeka. Padahal setiap WNI berhak mendapatkan pekerjaan yang layak. Tapi kok regulasi IHT sangat keras,” katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: