Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Didatangi Polisi, Kantor Media Hong Kong Diberedel dan 6 Jurnalis Ditahan

        Didatangi Polisi, Kantor Media Hong Kong Diberedel dan 6 Jurnalis Ditahan Kredit Foto: Foto/Istimewa
        Warta Ekonomi, Beijing -

        Tindakan represif polisi Hong Kong terhadap media massa kembali terjadi. Kemarin, polisi menggerebek kantor berita pro demokrasi, Stand News. Dalam aksi itu, aparat menahan 6 orang.

        Aksi itu semakin meningkatkan kekhawatiran tentang kebebasan berpendapat dan pers di Hong Kong. Padahal, saat dikembalikan ke China pada 1997, bekas koloni Inggris itu berjanji akan melindungi berbagai hak individu.

        Baca Juga: Universitas Top di Hong Kong Diduga Lenyapkan Patung Peringatan Tiananmen

        Dalam sebuah pernyataan, polisi mengatakan, alasan penggerebekan kantor surat kabar tersebut. Enam orang ditangkap. “Mereka berkonspirasi untuk menerbitkan publikasi ujaran kebencian,” bunyi pengumuman itu.

        Pengumuman itu juga menyebutkan, lebih dari 200 petugas polisi berseragam dan berpakaian preman dikerahkan dalam penggeledahan itu. Mereka mengklaim, memiliki surat perintah yang mengizinkan untuk mencari dan menyita materi jurnalistik yang relevan.

        Polisi mengatakan, mereka telah menangkap tiga pria dan tiga wanita berusia 34 tahun hingga 73 tahun. Kendati demikian, mereka tidak menyebutkan nama-nama yang ditangkap.

        Media penyiaran Hong Kong, TVB mengatakan, keenam orang tersebut adalah karyawan saat ini dan mantan karyawan.

        Mantan Anggota Dewan Margaret Ng, penyanyi pop Denise Ho, serta Kepala Editor Patrick Lam, diduga termasuk orang yang ditangkap.

        Koresponden DW, Phoebe Kong, mengatakan, petugas dari Departemen Keamanan Nasional Kepolisian Hong Kong juga menggeledah kediaman Ketua Asosiasi Jurnalis Hong Kong (Hong Kong Journalists Association/HKJA) Ronson Chan.

        Pada dasarnya, penghasutan tidak termasuk dalam pelanggaran yang terdaftar di bawah Undang-Undang (UU) Keamanan Nasional yang diberlakukan Beijing, di kota itu, sejak Juni 2020.

        UU itu hanya mengatur tentang terorisme, kerja sama dengan pasukan asing, subversi dan pemisahan diri dengan kemungkinan hukuman penjara seumur hidup.

        Tapi, putusan pengadilan baru-baru ini telah memberikan lampu hijau bagi pihak berwenang untuk menerapkan undang-undang (UU) era kolonial yang sebelumnya jarang digunakan. Termasuk UU Kejahatan yang mencakup penghasutan.

        Pihak berwenang mengatakan, UU Keamanan Nasional telah memulihkan ketertiban setelah unjuk rasa pro demokrasi yang sering disertai kekerasan pada 2019.

        Mereka mengklaim, UU itu tidak mengekang hak dan kebebasan warga. Namun, para kritikus menilai, UU itu dipakai sebagai alat untuk meredam perbedaan pendapat. Ini membuat salah satu pusat bisnis dunia itu di bawah kuasa otoritarianisme.

        Pada Juni lalu, ratusan polisi menggerebek kantor surat kabar Apple Daily. Polisi menangkap para eksekutif media itu atas tuduhan berkolusi dengan negara asing. Surat kabar itu kemudian ditutup setelah polisi membekukan asetnya.

        Lalu pada Selasa (28/12/2021), jaksa mengajukan tuntutan publikasi hasutan terhadap bos Apple Daily Jimmy Lay dan enam mantan staf lainnya.

        Di lembar dakwaan disebutkan, publikasi mereka dapat mengundang kebencian atau penghinaan. Atau menimbulkan ketidakpuasan terhadap Pemerintah Hong Kong dan China.

        Namun, polisi belum mengungkapkan artikel Apple Daily atau Stand News, mana yang mereka tuding menghasut.

        HKJA Prihatin

        Kemarin pagi, Stand News memposting video di Facebook mengenai aksi polisi kepada Ketua HJKA Ronson Chan.

        Chan dibawa polisi untuk diinterogasi. HKJA mendesak pemerintah kota melindungi kebebasan pers sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Hong Kong. HKJA juga mengungkapkan keprihatinan atas penangkapan berulang terhadap jurnalis senior.

        “Polisi juga telah menggeledah kantor organisasi berita yang berisi materi jurnalistik dalam jumlah besar dalam setahun,” begitu pernyataan HKJA, dilansir Associated Press (AP), kemarin.

        Benedict Rogers, salah satu pendiri dan CEO Hong Kong Watch mengatakan, penangkapan itu adalah serangan habis-habisan terhadap kebebasan pers di Hong Kong. Menurutnya, pers yang bebas yang dijamin UUD Hong Kong, diberi label menghasut.

        “Kota internasional yang dulu besar dan terbuka ini telah berubah menjadi lebih dari sekadar negara polisi,” cetus Rogers.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: