Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bagaimana Cara Hadapi MEA (Bagian II-Habis)

        Warta Ekonomi -

        WE Online, Yogyakarta - Banyak cara sekaligus persiapan untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015. Hal ini juga merupakan tantangan karena sejatinya pola pikir dan semangat pemerintah serta para pelaku ekonomi Indonesia masih seperti biasanya.

        Presiden Direktur Kelompok Usaha Bosowa Erwin Aksa menilai Indonesia masih menghadapi beberapa kendala dalam menghadapi persaingan pada era MEA 2015.

        "Sejumlah kendala tersebut adalah masih lambannya layanan birokrasi, regulasi yang masih tumpang-tindih, serta kepastian hukum," kata Erwin kepada pers di Jakarta.

        Menurut dia, jika Indonesia mampu mengatasi beberapa kendala tersebut secepatnya, potensinya besar untuk dapat unggul dalam persaingan saat memasuki era MEA nanti.

        Setelah diberlakukannya MEA pada tahun 2015, menurut Erwin, negara-negara di ASEAN tidak lagi dibatasi dalam perdagangan dan menjual jasa sehingga Indonesia harus mampu menjaga kemandirian bangsa di bidang ekonomi.

        "Sayangnya, kalangan pengusaha sudah bergerak cepat mengikuti dinamika usaha, tetapi layanan birokrasi masih lamban," ujarnya.

        Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) periode 2011--2014 itu menjelaskan prospek perekonomian Indonesia setelah diberlakukannya MEA, hendaknya pengusaha nasional mengutamakan efisiensi sehingga mampu bersaing dengan perusahaan dari negara tentangga.

        Erwin juga mengatakan bahwa regulasi perdagangan di Indonesia harus dijaga agar tidak menghambat pengusaha lokal dalam menghadapi perdagangan bebas di ASEAN.

        Di bidang hukum, kata dia, diperlukan kepastian hukum yang akan berperan penting agar dunia usaha dapat berjalan lancar.

        "Harapan kami dari dunia usaha, pemerintah dapat membuat keputusan politik yang harmoni antara layanan birokrasi dan dinamika dunia usaha sehingga pengusaha nasional dapat bersaing dengan pengusaha dari negara tetangga," katanya.

        Pengaruhi Kesiapan Pengamat ekonomi dari Universitas Mataram M. Firmansyah menilai belum berakhirnya secara permanen konflik di internal Dewan Perwakilan Rakyat bisa memengaruhi kesiapan Indonesia menghadapi MEA 2015.

        "Kondisi politik yang belum mereda, akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian dalam negeri," kata dia di Mataram, Nusa Tenggara Barat.

        Oleh sebab itu, Ketua Pusat Kajian Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Mataram (Unram) ini menyarankan pemerintah menunda pemberlakuan MEA 2015. "Kondisi politik dan ekonomi dalam negeri belum siap untuk bersaing. Menurut saya, kita perlu benahi dulu benang kusut kondisi dalam negeri," ujarnya.

        Ia mengatakan bahwa kisruh di internal DPR menyebabkan belum adanya regulasi yang prodaya saing bagi kepentingan MEA. "Bila ini terus dibiarkan, Indonesia akan babak belur menghadapi persaingan pasar bebas," tandas Firmansyah.

        Idealnya, menurut dia, pada awal mulai bekerja, para anggota DPR sudah memikirkan daya saing masyarakat. Namun, faktanya mereka sibuk mencari keseimbangan posisi kekuasaan.?Para wakil rakyat tidak melihat sisi ekonomi yang sudah parah karena tingkat pertumbuhan ekspor pada tahun 2014 anjlok, dan diperkirakan akan terus menurun.

        "Wajar pertumbuhan produksi industri Indonesia saat ini hanya mampu menggenjot angka 1,4 persen, sedangkan Filipina 9,6 persen, Vietnam 6,7 persen, dan Singapura 3,3 persen," ujar dia.

        Ia juga menilai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang sudah ditetapkan akan memukul daya saing industri dalam negeri.

        Menurut dia, harga barang produksi menjadi lebih mahal karena biaya produksi membengkak dibandingkan negara-negara anggota ASEAN lainnya.?Kemungkinan, kata Firmansyah, pasar Indonesia yang daya belinya turun akibat harga BBM bersubsidi naik, akan memilih barang-barang murah dari Tiongkok dan negara ASEAN lainnya daripada produk domestik.

        Ia juga mengingatkan perbankan harus membenahi suku bunga kredit dalam negeri yang masih jauh lebih tinggi dibanding negara ASEAN lainnya. "Jika tidak, pembiayaan kredit sektor riil dalam negeri akan berada di tangan bank asing. Bahkan, kredit konsumsi juga akan diambil alih bank asing," ujarnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: